JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Oesman Sapta Odang (OSO) dilantik menjadi Ketua DPD RI. Keputusan tersebut ditentang oleh Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas. Hemas menilai penunjukan OSO sebagai Ketua DPD tidak sah dan bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung (MA). Reaksi-reaksi keras ia tunjukkan.
Hemas mengatakan pemilihan OSO sebagai Ketua DPD adalah ilegal. Sebab, ia menilai DPD memegang penuh pada Putusan MA No 38P/HUM/2016 dan No 20 P/HUM/2017. Putusan MA itu membatalkan dua tata tertib DPD yang mengubah masa jabatan pimpinan DPD dari 5 tahun ke 2,5 tahun. Oleh karena itu, pemilihan Ketua DPD yang baru pada kemarin (3/4) dinilai bertentangan dengan hukum, UU, dan konstitusi.
“Tidak ada satu kewenangan pun di republik ini yang bisa melaksanakan sidang paripurna untuk kemudian menegasikan putusan MA dengan melakukan pemilihan pimpinan DPD yang baru. Semua proses dan hasil pemilihan DPD RI tersebut adalah inkonstitusional dan ilegal,” ujar GKR Hemas dalam jumpa pers di kompleks parlemen, Jl Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa (4/4).
Sidang paripurna pada 3 April lalu, menurutnya, telah mencabut tata tertib yang diperintahkan MA dan memberlakukan kembali Peraturan Tata Tertib No 1 Tahun 2014.
Reaksi keras kembali ditunjukkan Hemas pada Rabu (5/4) setelah OSO akhirnya dilantik sebagai Ketua DPD RI. Hemas meminta penjelasan kepada MA terkait pelantikan OSO tersebut. Ia mengatakan penunjukan OSO sebagai Ketua DPD tidak sah.
Bahkan ia meminta MA memberi penjelasan soal pelantikan tersebut dalam waktu 1×24 jam.
“Kami mempertanyakan kepada Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non-yudisial Suwardi agar segera menjelaskan kepada publik, mengapa melakukan tindakan pengambilan sumpah yang bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung,” ujar GKR Hemas, di rumah dinasnya, Jl Denpasar Raya No 19, Jakarta Selatan, Rabu (5/4).
“Jika kemudian Wakil Ketua Mahkamah Agung Yang Mulia Suwardi tidak dapat menjelaskan ke publik secara rasional dalam waktu 1×24 jam mengenai alasan di balik tindakan pengambilan sumpah, kami minta dengan segera MA membatalkan tindakan pengambilan sumpah tersebut,” ujarnya.
Perlawanan juga terlihat dari ruang Wakil Ketua DPD yang sebelumnya ditempati Hemas pun dikunci sehingga tak ada satu orang pun yang masuk.
Pantauan khatulistiwaonline di lokasi, Rabu (5/4/2017), ruangan Hemas yang berada di lantai 8, Gedung Nusantara III, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, tampak sepi. Tak ada aktivitas yang terlihat di dalamnya. Pintu ruangan tersebut terkunci.
Di bagian luar ruangan, terlihat sebuah pot tanaman yang diletakkan di depan pintu. Pintu ruangan yang semi transparan juga memperlihatkan tanaman besar diletakkan di bagian belakang pintu. Pot-pot ini tampaknya digunakan untuk menutup akses siapa pun masuk ke dalam.
Akibatnya, saat OSO melakukan sidak di DPD dan menuju ruangan Hemas, ia masuk melalui pintu di dalam ruang kesekretariatan. Pot tanaman diletakkan di bagian depan dan dalam pintu utama sehingga menutup akses pintu tersebut.
“Pintunya rusak,” ujar salah seorang staf. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mantan anggota Komisi II DPR, Miryam S Haryani, telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan memberi keterangan palsu. Ada cerita panjang yang mengiringi penetapan Miryam sebagai tersangka oleh KPK pada Rabu (5/4/2017) malam tadi.
Miryam, pada Kamis (23/3) lalu, bersidang dalam kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat. Kesaksian Miryam kala itu membuat heboh jalannya sidang. Politikus Hanura itu menangis saat bersidang dan mengaku ditekan oleh penyidik KPK saat proses penyidikan.
“Saya diancam sama penyidik, 3 orang, pakai kata-kata. Waktu saya dipanggil, ada 3 orang, satu Pak Novel, satu namanya Pak Damanik. Ini tahun 2010 itu mestinya saya sudah ditangkap, kata Pak Novel begitu. Saya ditekan terus. Saya tertekan sekali. Sampai dibilang ibu saya mau dipanggil, saya nggak mau Pak,” ucap Miryam waktu itu.
Tak berhenti di situ, Miryam kembali membuat heboh jalannya sidang. Dia mencabut isi berita acara pemeriksaan (BAP) di KPK dengan alasan isi BAP tersebut tak benar karena saat itu dia merasa tertekan oleh penyidik. “Saya minta saya cabut semua karena saya dalam posisi tertekan,” sebut Miryam yang kemudian membuat riuh suasana sidang.
Pencabutan keterangan Miryam di persidangan pun berbuntut panjang. Jaksa KPK, yang meyakini Miryam memberikan kesaksian palsu, meminta persetujuan hakim untuk menetapkan tersangka dengan mengajukan permohonan kepada untuk hakim menerapkan Pasal 174 KUHAP atas Miryam.
KPK pun bereaksi dengan mempertimbangkan pengenaan pasal lain untuk menjerat Miryam sebagai tersangka memberikan keterangan palsu dalam persidangan. Waktu itu, KPK akan menerapkan Pasal 21 atau 22 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Hakim masih ingin mendengar saksi lain sesuai di Pasal 174 KUHAP. Namun hakim juga mengatakan silakan KPK kalau ingin melakukan proses hukum yang lain sesuai yang berlaku. Apakah penerapan Pasal 21 atau Pasal 22 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Nah itu sedang kita bahas secara intensif saat ini,” ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah pada Senin (3/4) lalu.
Rabu (5/4) kemarin, KPK resmi menyandangkan status tersangka dugaan memberi keterangan palsu dalam persidangan kepada Miryam. Miryam disangkakan dengan pasal 22 jo pasal 35 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“KPK menetapkan satu orang tersangka baru, yaitu MSH (Miryam S Haryani) mantan anggota DPR RI terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan e-KTP. Tersangka diduga dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar pada sidang dengan terdakwa Irman dan Sugiharto,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (5/4).
KPK pun kini sudah punya 4 tersangka dalam kaitan kasus dugaan korupsi e-KTP. KPK masih akan terus mengusut kasus yang merugikan negara sebesar RP 2,3 triliun ini. KPK akan melanjutkan sidang e-KTP hari ini, Kamis (6/4/2017). Akan ada sembilan saksi yang dihadirkan jaksa KPK dalam sidang nanti, yaitu Setya Novanto, Anas Urbaningrum, Dudy Susanto, Ade Komarudin, Anang Sugiana, Suciati, Markus Nari, Evi Andi Noor Alam, Johares Richard Tanjaya, dan Yimmmy Iskandar Tedjasusila.
Namun KPK tidak sampai pada Miryam saja. KPK juga mengincar siapa pihak yang menekan Miryam sehingga dia bisa memberikan keterangan palsu di sidang e-KTP.
Lantas siapa pihak yang menekan Miryam? (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Ketua MPR Zulkifli Hasan menghormati keputusan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang memilih Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai Ketua DPD. Lalu siapakah pengganti OSO sebagai wakil ketua MPR?
Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pengganti OSO sebagai wakil ketua MPR diserahkan kepada seluruh anggota DPD. Sebab, anggota DPD yang mempunyai kewenangan memilih pengganti OSO di MPR.
“Soal pengganti Pak OSO, itu terserah DPD karena DPD yang menentukan. Bukan kewenangan kita,” kata Zulkifli Hasan di Hotel Borobudur, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu (5/4/2017).
Menurutnya, OSO tak akan merangkap jabatan sebagai Ketua DPD dan Wakil Ketua MPR. Selain itu, dia juga berharap masalah internal DPD bisa diselesaikan dengan baik.
“Saya kira Pak OSO sudah Ketua DPD tidak mungkin lah rangkap jabatannya. Kita doakan DPD bisa selesaikan masalahnya,” kata Ketum PAN ini.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang dipilih menjadi Ketua DPD RI pada Selasa (4/4/2017) malam. Wakil Ketua MA Suwardi yang memimpin sumpah jabatan pimpinan baru DPD. Sumpah dibacakan dalam agama Islam. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Gatot Saptono alias Muhammad Al-Khaththath dan empat orang pelaku lainnya ditangkap penyidik terkait pemufakatan makar. Kuasa hukum Al-Khaththath, Achmad Midan membantah kliennya merencanakan aksi makar di lima kota besar setelah Pilkada 19 April nanti.
“Nggak benar, jadi ada pernyataan uztaz Khaththath menginisiasi itu nggak benar. Kita nggak tahu,” kata Michdan saat dihubungi khatulistiwaonline, Rabu (5/4/2017).
Michdan menjelaskan kelima tersangka makar dikatikan dengan rapat Minggu (26/3) yang berlangsung di kediaman Khaththath di Kalibata, Jakarta Selatan. Dia menegaskan pertemuan di rumah Khaththath itu rapat terbatas untuk kegiatan pemantauan Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada Pilkada 19 April mendatang.
“Tersangka ada 5 kemudian yang diduga makar itu dikaitkan dengan rapat 26 Maret 2017. Itu membahas kaitannya dengan bukan rapat, itu khusus diselenggarakannya TOT untuk kegiatan Gubernur Muslim Jakarta (GMJ) yang intinya sebetulnya rapat terbatas untuk pemantauan TPS-TPS,” jelasnya.
Michdan mengatakan rapat itu sedianya digelar di Masjid Baiturrahman Saharjo, Menteng Atas, Jakarta Pusat. Menurut dia karena jumlah peserta hanya 10 orang maka kegiatan itu dipindahkan di firma milik Khaththath di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan.
“Nah yang saya tahu rapat itu nggak ada uztaz Khaththath itu menerima tamu di ruang tunggu, dia tuan rumah yang kegiatannya TOT, teknikal official untuk pemantauan pilkada di TPS-TPS. Kemudian selesainya pukul 20.00 WIB-22.00 WIB dan selesainya itu mereka ngobrol-ngobrol. Itu yang kemudian mereka berbincang di sana jadi bukan rapat,” beber Michdan.
Michdan menambahkan saat itu kliennya memang berada di rumah yang sama hanya berbeda ruangan. Namun, Khaththath tidak ikut berbincang karena masih ada tamu.
“Ustaz Khaththath masih terima tamu di rumah yang sama cuma berbeda ruangan. Yang mereka ketahui rapat TOT, ada tamu kemudian ngobrol nggak tahu apa yang dibicarakan itu sebatas ngobrol juga. Jadi tidak benar kalau ada pernyataan uztaz Khaththath melakukan perencanaan makar di lima kota. Itu sumir mengada-ada, tinggal dibuktikan ada undangannya atau tidak, yang benar itu tot untuk pemantauan pilkada itu tanggal 19 (April) nanti,” tegas dia.
“(Kegiatan) pengawasan dan pemantauan pilkada. Beliau bersimpati kepada gubernur muslim artinya bahwa itu keyakinannya bahwa pimpinan umat itu harus yang muslim, ada relawan-relawan si Irwan yang kalau nggak salah dia yang jadi relawan GMJ,” sambung Michdan.
Michdan juga menyebut jika kliennya sama sekali tidak melakukan perbuatan makar. Menurutnya aksi GNPF di Jakarta bisa saja tumbuh di daerah-daerah lain.
“Nggak ngerti saya, karena daerah punya kewenangan sendiri. Banyak GNPF itu di Jakarta timbul juga di daerah-daerah, bikin organisasi yang sama jadi nggak ada. Itu inisiatif mereka sendiri-sendiri intinya ingin mengontol pemerintahan lebih baik. Bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku penodaan agama itu kontrol masyarakat yangg dibolehkan UU,” urai dia.
“Artinya uztaz Khaththath dan jamaah yang kepentingan demo itu mengakui adanya presiden. Jadi jangan rapat-rapat, yang jelas makar itu substansinya mengubah UU, kedua mengganti atau menggulingkan pemerintahan yang sah, itu kan nggak sederhana ada lembaga kepresidenan, DPR, TNI/Polri memang mudah,” ucap Michdan.
Sebelumnya Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengungkapkan pemufakatan makar itu tidak hanya akan dilakukan di Jakarta, tapi juga di empat kota besar lainnya. Pada pertemuan itu para tersangka membicarakan makar atau pemufaktan makar dan diduga mengagendakan menggulingkan pemerintahan yang sah dengan menduduki DPR/MPR.
“Untuk kegiatannya tidak hanya di Jakarta saja, tapi dilakukan secara serentak di lima kota. Yang pertama di Makassar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, dan kelima di Jakarta itu bersamaan,” terang Argo kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (4/4/2017). (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Oesman Sapta Odang (OSO) resmi mengucapkan sumpah sebagai Ketua DPD tadi malam. Di sisi lain, muncul gerakan perlawanan dari Farouk Muhammad dan GKR Hemas yang tetap menyatakan sebagai Wakil Ketua DPD periode 2014-2019.
OSO terpilih secara aklamasi lewat pemilihan di rapat paripurna yang berlangsung pada Selasa (4/4/2017) dini hari. Saat itu, GKR Hemas dan Farouk sudah meninggalkan paripurna yang ricuh sejak awal. Hemas sebenarnya sudah mencabut aturan soal masa jabatan pimpinan DPD selama 2,5 tahun yang menjadi dasar para anggota meminta pemilihan pimpinan baru. Namun, pernyataan Hemas itu kemudian dicabut Farouk yang diminta para anggota.
GKR Hemas menyatakan pemilihan Oesman Sapta sebagai Ketua DPD adalah ilegal. Dia menilai seharusnya DPD memegang penuh kepada Putusan MA no 38P/HUM/2016 dan no 20 P/HUM/2017. Putusan MA itu membatalkan dua tata tertib DPD yang mengubah masa jabatan pimpinan DPD dari 5 tahun ke 2,5 tahun. Oleh karena itu, pemilihan Ketua DPD yang baru pada kemarin (3/4) dinilai bertentangan dengan hukum, UU, dan konstitusi.
“Tidak ada satu kewenangan pun di republik ini yang bisa melaksanakan sidang paripurna, untuk kemudian menegasikan Putusan MA dengan melakukan pemilihan Pimpinan DPD yang baru. Semua proses dan hasil pemilihan DPD RI tersebut adalah inkonstitusional dan ilegal,” ujar GKR Hemas dalam jumpa pers, Selasa (4/4/2017) pagi.
Hemas terus mencari cara agar manuver-manuver yang dianggap ilegal ini berhenti, termasuk dengan menyurati Mahkamah Agung. Selain Hemas, ada 5 anggota yang mengirimkan surat ke MA Anang Prihantoro, Djasarmen Purba, Marhany Victor Polypua, Abdul Jabar Toba, dan Anna Latucosina. Tapi apa daya, MA ternyata tetap datang ke DPD untuk memandu sumpah jabatan Oesman Sapta sebagai Ketua DPD.
Tak cuma Hemas, perlawanan juga datang dari pimpinan DPD lainnya yaitu Farouk Muhammad yang sebelumnya mencabut pernyataan Hemas terkait Tatib DPD. Dia menyesali proses pemilihan pimpinan DPD yang bertentangan dengan putusan MA soal pergantian kepemimpinan.
“Saya tetap mengemban amanah jabatan sebagai Wakil Ketua DPD RI yang didasarkan atas Keputusan DPD Nomor 02/DPD RI/I/2014-2015 untuk masa jabatan 2014-2019. Masa jabatan tersebut dikuatkan oleh Putusan MA Nomor 38P/HUM/2016 dan Nomor 20P/HUM/2017,” kata Farouk kepada wartawan, Selasa (4/4/2017).
Hanya saja, manuver sederet anggota yang ngotot ada pemilihan ketua DPD terus dilakukan. Dalam paripurna DPD yang dipimpin oleh AM Fatwa dan Riri Damayanti, Putusan MA Nomor 38P/HUM/2016 dan Nomor 20P/HUM/2017 dibacakan. Kemudian, DPD membuat tata tertib baru yaitu Tatib 3/2017 yang mengatur masa jabatan pimpinan dari April 2014-September 2019.
Berbekal tatib itu, Oesman Sapta kemudian dilantik jadi Ketua DPD. Kini, dengan adanya geliat perlawanan terhadap Oesman Sapta, bagaimana nasib DPD selanjutnya? (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Otak pelaku pembobolan jual-beli tiket online PT Global Networking, SH (19) alias Haikal, merupakan lulusan SMP. Haikal belajar secara otodidak hingga bisa meretas ribuan situs.
Namun dari kacamata digital forensik, apa yang dilakukan Haikal itu dianggap masih tidak terlalu rumit. Ahli digital forensik Ruby Alamsyah malah menyebut aksi Haikal itu tergolong nekat.
“Kalau yang ini kan udah jelas menurut saya sih kalau dari kacamata kami sebagai praktisi security ini sih ekor biasa aja kok. Sepengetahuan yang banyak di internet lalu ada tulisannya juga ada, sudah tersedia. Masalahnya banyak di Indonesia yang bisa melakukan hal ini, tinggal masalahnya yang nekat siapa. Nah kebetulan kelompok inilah yang nekat,” kata Ruby saat dihubungi, Selasa (4/4/2017).
Ruby menyebut internet saat ini berkembang cukup pesat sehingga tidak mengherankan bila Haikal yang lulusan SMP bisa secara otodidak belajar meretas. “Tahun 2000-an ke sini itu menjadi hacker itu nggak perlu jadi orang memiliki intelektualitas tinggi atau harus jenius. Orang biasa saja dengan hanya cukup punya waktu dan kemauan tinggal belajar dari internet ada semua,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktorat Siber Bareskrim Polri mengungkap kelompok peretas itu. Haikal selaku otak pelaku disebut sudah meretas sebanyak 4.600 situs, termasuk situs milik Polri.
“Saudara SH otodidak. Berhasil membobol lebih dari 4.600 situs. Di antaranya situs milik Polri, pemerintah pusat dan daerah, situs ojek online dan beberapa situs di luar negeri,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto di kompleks Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (30/3) lalu. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Sidang dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) masih berlanjut dengan pemeriksaan barang bukti. Kali ini, di persidangan tengah diputar video Ahok yang tengah berpidato di kepulauan Seribu.
Sidang digelar di Kementerian Pertanian, Jl RM Harsono, Jakarta Selatan, Selasa (4/4/2017), dan dimulai sekitar pukul 09.00 WIB. Satu persatu barang bukti diperiksa. Sampai akhirnya jaksa memutarkan video pidato Ahok saat berkunjung ke Kepulauan Seribu.
Berdasarkan suara yang terdengar dari speaker di luar ruang sidang, video tersebut tak diputar penuh, hanya dari bagian tengah sampai akhir. Bahkan sampai bagian tanya jawab dan Ahok melakukan peninjauan lapangan.
Awalnya Ahok memberi paparan soal program budidaya ikan dan janji pemerintah daerah untuk memajukan perikanan atau peternakan ikan di Kepulauan Seribu. Sampai akhirnya masuk ke bagian di mana Ahok membahas surat Al-Maidah ayat 51.
“Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya karena dibohongi pakai surat Al-Maidah ayat 51 macem-macem gitu lho,” ujar Ahok.
Selanjutnya warga diberi kesempatan untuk bertanya kepada Ahok. Ada sekitar 6 warga yang diberi kesempatan untuk menyampaikan pertanyaan.
Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena menyebut dan mengaitkan surat Al Maidah 51 dengan Pilkada DKI. Penyebutan surat Al Maidah 51 ini disampaikan Ahok saat bertemu warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Dalam sambutan di depan warga, Ahok dianggap sengaja memasukkan kalimat terkait pemilihan gubernur. Saat itu Ahok sudah terdaftar sebagai cagub DKI.
Berikut cuplikan pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu yang disebut jaksa menodai kitab suci Alquran:
“Ini kan dimajuin, jadi kalau saya tidak terpilih pun, saya berhentinya Oktober 2017. Jadi, kalau program ini kita jalankan baik, saya yakin bapak ibu masih sempat panen sama saya sekalipun saya tidak terpilih jadi gubernur. Jadi cerita ini supaya bapak ibu semangat, jadi nggak usah pikiran, ‘Ah, nanti kalau nggak terpilih, pasti Ahok programnya bubar.’ Enggak, saya sampai Oktober 2017.
Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya ya kan? dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak bapak-ibu ya. Jadi kalau bapak-ibu perasaan enggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya, enggak apa-apa.” (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
DPD secara aklamasi memilih Oesman Sapta Odang menjadi Ketua DPD dini hari tadi. Dalam sejarah DPD sejak dibentuk 13 tahun lalu, baru pertama kali DPD dipimpin oleh ketum partai politik.
DPD dibentuk pada 1 Oktober 2004 dan kala itu dipimpin oleh Ginandjar Kartasasmita sebagai ketua dan wakilnya yaitu Irman Gusman serta La Ode Ida. Ginandjar punya kiprah panjang sebagai menteri di kabinet hingga wakil ketua MPR.
Setelah masa jabatannya habis, posisi Ginandjar kemudian diisi oleh Irman Gusman pada 2009. Irman yang merupakan senator asal Sumatera Barat ini kemudian terpilih lagi untuk periode kedua pada tahun 2014.
Baru dua tahun menjabat di periode kedua, Irman terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait suap impor gula. Posisinya lalu diisi oleh Muhammad Saleh yang merupakan senator asal Bengkulu.
Perubahan tata tertib DPD termasuk soal masa jabatan pimpinan membuat ada pemilihan pimpinan DPD lagi. Aturan soal masa jabatan pimpinan selama 5 tahun diganti menjadi 2,5 tahun. Meski sudah ada putusan MA yang membatalkan aturan itu, DPD tetap mengadakan pemilihan pimpinan di rapat paripurna.
Akhirnya, posisi ketua DPD berganti lagi dan kini diisi oleh Oesman Sapta Odang (OSO). OSO adalah anggota DPD asal Kalimantan Barat yang saat ini juga duduk sebagai Wakil Ketua MPR. Pada Desember 2016 lalu, OSO yang baru 1 bulan jadi kader Hanura kemudian terpilih secara aklamasi sebagai Ketum Partai Hanura menggantikan Wiranto lewat proses pemilihan pada 22 Desember 2016 dini hari.
Kini, DPD yang merupakan kependekan dari Dewan Perwakilan Daerah diisi oleh seorang tokoh yang bukan hanya kader parpol, melainkan orang nomor 1 di partai politik.
Akankah hal ini mengubah sikap dan pola kerja DPD ke depannya? (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Kementerian Agama (Kemenag) saat ini tengah menggodok panduan atau pedoman bagi yang menyampaikan ceramah di rumah ibadah. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan kebijakan ini tidak hanya diberlakukan di masjid, tapi juga di semua rumah ibadah.
“Kami di Kemenag sedang bekerja keras untuk menyusun semacam panduan atau pedoman bersama bagi semua rumah ibadah. Tidak hanya masjid, tapi juga semua rumah ibadah,” kata Lukman saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/4/2017).
Lukman mengatakan tujuan dibuatnya panduan tersebut agar ceramah yang disampaikan berisi kebaikan dan membangun kerukunan antarumat.
“Bagaimana agar ceramah-ceramah keagamaan itu mestinya dilakukan dengan cara-cara dan konten materi muatan yang baik, yang justru mengayomi, menyatukan, membangun kerukunan hidup antarumat beragama, bukan justru sebaliknya. Jangan sampai materi-materi ceramah keagamaan itu berisi hal yang inisiatif, yang provokatif, bahkan kemudian menimbulkan kebencian di antara sesama umat beragama. Ini yang sedang kita siapkan itu,” jelas Lukman.
Ia mengatakan kebijakan itu bukan berarti melakukan seleksi ketat terhadap penceramah, melainkan sebagai acuan bagi yang menyampaikan ceramah di rumah ibadah.
“Kalau penceramah itu berpulang masing-masing pada rumah ibadah. Masing-masing rumah ibadah itu kan ada pengelolanya sendiri. Biarkan kita kelola sepenuhnya kepada mereka, kearifan mereka, yang penting ada kesamaan persepsi bahwa materi ceramah keagamaan haruslah yang membangun, yang menyatukan kita, yang tidak justru sebaliknya, menimbulkan persoalan yang bisa menimbulkan disintegrasi,” katanya.
Lukman juga menegaskan pihaknya mendukung penuh adanya imbauan pengawasan terhadap isi ceramah yang disampaikan di rumah ibadah. Sebelumnya beredar kabar bahwa ada surat yang disebar di sejumlah masjid di Jakarta yang berisi agar masyarakat mengawasi isi ceramah yang disampaikan di masjid.
“Prinsipnya, kalau itu imbauan, justru malah kita mendukung. Jadi malah kita mengimbau pengelola rumah-rumah ibadah, prinsipnya itu jangan sampai rumah ibadah dijadikan tempat untuk menebarkan rasa kebencian, rasa permusuhan, dan sebagainya. Rumah ibadah itu justru harus sebaliknya, menyatukan kita yang beragam ini agar sama-sama menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Jadi imbauan itu sangat positif,” jelasnya.
“Ya, kalau sekadar imbauan, itu bagus saja, sebagaimana rumah ibadah yang ada di permukiman kalangan nelayan, ya tentu materi-materi yang terkait dengan nelayan. Kalau petani, ya begitu. Sesuatu yang lumrah saja,” tutup Lukman. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Penyidik KPK memeriksa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Andi kerap disebut dalam persidangan sebagai orang yang berperan meloloskan anggaran dan mengatur proses lelang hingga pengadaan.
“Pemeriksaan pertama dilakukan setelah penangkapan,” ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (4/4/2017).
Pantauan khatulistiwaonline, Andi Narogong mendatangi gedung KPK sekitar pukul 09.30 WIB. Andi datang satu mobil bersama tersangka kasus dugaan suap impor daging eks hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar.
Sebelumnya, pada Jumat (31/3) penyidik KPK melakukan penggeledahan di sebuah rumah di Tebet Timur Raya, Jakara Selatan. Dalam penggeledahan itu, KPK menyita dua unit mobil mewah dan sejumlah dokumen.
“Sebelumnya, di hari Jumat dilakukan penggeledahan di sebuah rumah di Jl Tebet Timur Raya dan disita dokumen terkait aset-aset AA dan 2 unit mobil (Range Rover dan Vellfire),” terang Febri.
Nama Andi Narogong juga disebut-sebut oleh M Nazaruddin dalam sidang lanjutan perkara e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Andi Narogong dikenalkan di DPR sebagai pengusaha yang akan mengerjakan proyek e-KTP. Lewat Andi, proses ‘kawal’ anggaran di DPR dilakukan dengan komitmen bagi-bagi jatah imbalan (fee).
“Waktu itu Bu Mustokoweni bilang, untuk mengawal anggaran, ada pengusahanya, Andi Narogong. Besoknya Andi Narogong dibawa ke Fraksi Demokrat, dijelaskan semuanya, dia sudah lama jadi rekanan di Kemendagri, proyek apa saja dan dia meyakinkan Mas Anas bahwa dia sanggup untuk menjalankan e-KTP. Cuma semua itu bisa berjalan kalau ada anggaran,” ujar Nazaruddin dalam persidangan, Senin (3/4).
“Jadi untuk pengalokasian anggaran di DPR itu Yang Mulia, waktu itu Andi mengijon duluan Yang Mulia,” imbuhnya.
Setelah anggaran lolos di DPR, Andi Narogong menurut Nazaruddin menyiapkan konsorsium untuk mengikuti lelang proyek e-KTP. Konsorsium yang mendaftar dalam proyek e-KTP disebut Nazaruddin menyetorkan uang. (ADI)