JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Provinsi Papua Djuli Mambaya mengatakan, total ada 400 bandara atau lapangan terbang di wilayah otoritasnya. Namun, 314 lapangan terbang yang ada tidak layak dan membahayakan. Padahal lapangan terbang di Papua merupakan urat nadi warga yang tinggal di pedalaman.
“Kita masih kesulitan transportasi. Apalagi yang daerah pedalaman. Ada 400 bandara ya di sana dan 314 bandara tidak layak. Tidak aman atau safety-lah,” kata Kadishub Papua yang hadir dalam pameran Seni Rupa bertajuk “Bangga Indonesia” di Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, akhir pekan lalu.
Dia melanjutkan, banyak faktor yang membuat bandara di Papua masuk dalam kategori tidak layak. Yang mendasar adalah kondisi geografis Papua sendiri yang kebanyakan gunung, bukit dan tebing-tebing. Menurut Djuli, kebanyakan bandara di Bumi Cenderawasih juga berdiri karena swadaya dari warga sekitar. Untuk itu dia mengakui tidak jarang terjadi penerbangan ilegal di Papua.
“Mau safety susah karena di tepi-tepi gunung miring. Lapangan itu tercipta dari masyarakat. Jadi swadaya masyarakat lapangan terbangnya rumput tidak beraspal. Mereka terkadang tetap terbang ilegal,” ujar dia.
“Pilot di sana juga berjibaku buat melayani masyarakat. Karena mereka (warga Papua pedalaman) harus hidup. Jika tidak ada terbang, bahan baku enggak ada bisa 2 sampai 3 minggu warga bisa mati di hutan,” Djuli menambahkan.
Djuli pun menyebutkan saat ini pihaknya tengah menggeber pembangunan bandara di Papua. Malahan menurut dia saat ini sudah terdapat 10 bandara yang perlahan lepas dari kategori tidak layak. “Ada 10 bandara pelan-pelan dibangun tahun 2016 ini. Ada di Yahukimo, Nabire, Asmat, Jaya Wijaya,” Kadishub Papua memungkasi. (DON)
BANYUWANGI, khatulistiwaonline.com
Aktivitas penerbangan di Bandara Blimbingsari Banyuwangi yang terus mengalami peningkatan, membuat maskapai menjajaki rute penerbanganBanyuwangi.
Dalam waktu dekat, penerbangan rute langsung Jakarta-Banyuwangi bakal segera terwujud setelah Sriwijaya Air mulai menjajaki rute Jakarta-Banyuwangi dan sebaliknya.
Menurut Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, pihaknya telah bertemu dengan CEO Sriwijaya Air, Chandra Lie, untuk membahas rute langsung Jakarta-Banyuwangi. ”Saya baru saja bertemu CEO Sriwijaya Air. Beliau menyambut antusias karena memang prospek pasarnya cukup bagus dengan melihat perkembangan Banyuwangi. Dengan adanya direct flight Jakarta-Banyuwangi dan sebaliknya, tentu pariwisata, dunia usaha, dan mobilitas orang akan semakin cepat untuk menggerakkan perekonomian lokal,” kata Anas, Sabtu (22/10/2016).
Selama ini wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang berangkat dari Jakarta untuk menuju ke Banyuwangi harus transit dulu di Bandara Juanda, Surabaya, setelah itu baru menuju keBanyuwangi.
Frekuensi rute Surabaya-Banyuwangi telah mencapai tiga kali terbang per hari, dan per 30 Oktober 2016 bertambah menjadi empat kali terbang per hari.
“Dengan direct flight Jakarta-Banyuwangi, para wisatawan, dunia usaha, maupun masyarakat luas bisa lebih hemat waktu karena pesawat langsung menuju ke Banyuwangi,” kata dia.
Rute Jakarta-Banyuwangi, kata Anas, diharapkan bisa terealisasi dalam waktu dekat ini. Tim dari pihak maskapai akan segera mengurus izin rute ke otoritas terkait, mulai dari Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Airnav) hingga Kementerian Perhubungan.
“Penerbangan tersebut sudah bisa terealisasi karena secara teknis, ketebalan landasan Bandara Banyuwangi telah bisa didarati pesawat jenis Boeing 737 seri 500,” ujarnya.
Menurut Anas, faktor ketertarikan maskapai dalam menggarap rute Jakarta-Banyuwangi tidak terlepas dari kenaikan jumlah penumpang di Bandara Banyuwangi.
Tercatat penumpang melonjak hingga 1.308 persen dari hanya 7.826 penumpang (2011) menjadi 110.234 penumpang (2015). Hingga Agustus 2016, bandara tersebut telah melayani lebih dari 71.000 penumpang. “Sampai akhir tahun, total jumlah penumpang diprediksi sedikitnya 120.000 orang,” kata dia.
Perekonomian yang terus tumbuh juga menjadi daya tarik tersendiri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Banyuwangi, yang mencerminkan besaran perekonomian daerah, terus meningkat dari dari Rp 32,46 triliun (2010) menjadi Rp 60,05 triliun (2015).
Pendapatan per kapita masyarakat Banyuwangi melonjak dari Rp 20,8 juta per kapita per tahun (2010) menjadi Rp 37,53 juta (2015). “Artinya daya beli terus tumbuh di Banyuwangi. Di samping itu, tentu pasar rute ini adalah wisatawan, pelaku bisnis, dan kalangan masyarakat luas yang akan ke Banyuwangi,” kata mantan Ketua Umum PB IPNU tersebut. Faktor pengungkit lain adalah keberadaan sejumlah perguruan tinggi di Banyuwangi, seperti beberapa sekolah pilot dan Universitas Airlangga (Unair) kampus Banyuwangi.
Saat ini, jumlah mahasiswa di Unair kampus Banyuwangi sudah lebih dari 600 mahasiswa yang berasal dari 18 provinsi se-Indonesia. “”Sebentar lagi ada pembukaan jurusan pendidikan baru, sehingga jumlah mahasiswa Unair kampus Banyuwangi bertambah, diprediksi mencapai 2.000 mahasiwa dalam dua tahun ke depan yang datang dari seluruh provinsi di Indonesia. Mereka butuh aksesibilitas yang mudah ke Banyuwangi, sehingga ini jadi pasar yang menarik bagi maskapai,” ujar Anas. (NGO)