JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Awal 2014 masyarakat dihebohkan dengan kemunculan tabloid Obor Rakyat yang menyudutkan salah satu pasang calon presiden. Hingga akhirnya terungkap nama Setriyadi Budiono dan Darmawan Sepriyosa yang menjadi aktor intelektual dalam tabloid tersebut.
Berdasarkan catatan khatulistiwaonline, Rabu (23/11/2016), kasus ini berawal saat muncul edisi pertama Obor Rakyat pada Mei 2014 mengangkat judul ‘Capres Boneka’ dengan karikatur Jokowi sedang mencium tangan Megawati Soekarnoputri. Dalam waktu singkat tabloid ini menjadi heboh di kalangan masyarakat karena berita yang dipajang telah menyudutkan Jokowi sebagai salah satu pasang capres tahun 2014.
Akhirnya pada 4 Juni 2014, tim pemenangan capres dan cawapres Jokowi-JK melaporkan tabloid itu ke Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Laporan itu tidak membuat takut Darmawan dan Budiono. Ketika itu edisi kedua tabloid Obor Rakyat kembali beredar dengan judul ‘1001 Topeng Jokowi’. Tabloid tersebut tidak hanya beredar masyarakat umum, tetapi telah sampai juga ke lingkungan pesantren dan pengurus mesjid.
Pada 12 Juni 2014, Bawaslu telah mengumpulkan seluruh bukti-bukti dari tabloid tersebut. Perkara tersebut pun dilimpahkan ke Bareskrim Mabes Polri. Tepat di hari yang sama, Dewan Pers menyimpulkan tabloid Obor Rakyat bukan produk jurnalis.
Selang dua hari kemudian nama Setriyadi Budiono muncul ke publik dan menggelar konfrensi pers sebagai Pemred Obor Rakyat. Klarifikasi juga dilakukan oleh Darmawan Sepriyossa melaui situs media online, bahwa dirinya juga terlibat dalam tabloid tersebut. Tim pemenangan Jokowi-JK pun melaporkan Setriyadi dan Darmawan ke polisi. Keduanya disangka sebagai otak intelektual penerbitan tabloid obor rakyat.
Mabes Polri akhirnya menetapkan Setiyardi Budiono dan Darmawan Sepriyossa sebagai sebagai tersangka. Penyidikan berlanjut hingga polisi mengumumkan dua nama penyandang dana Tabloid Obor rakyat yakni Yanno Nunuhitu dan Zainal Asikin.
Untuk melengkapi berkas penyidikan, Jokowi diperiksa sebagai saksi. Kala itu posisinya telah mundur sebagai Gubernur DKI Jakarta dan belum dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia.
Pada bulan Januari 2015, Kejagung menyatakan berkas perkara tabloid Obor Rakyat sudah lengkap.
Selama satu tahun Jaksa menyiapkan sejumlah tuntutan terhadap Setriyadi dan Budiono. Keduanya dianggap telah melakukan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam KUHP dan terancam hukuman 4 tahun penjara. Kejagung tidak melakukan penahanan terhadap kedua tersangka karena ancaman hukuman hanya di bawah 5 tahun penjara.
Status Setriyadi dan Budiono berubah menjadi terdakwa dan keduanya harus menjalani persidangan di PN Jakpus.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erwin Indraputra menyatakan kedua tersangka melakukan pidana pencemaran nama baik dan menuntut dengan hukuman satu tahun penjara.
Dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim Sinung Hermawan, keduanya dijatuhi hukuman 8 bulan penjara. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum.
“Mengadili para terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 8 bulan,” ujar Sinung dalam persidangan di PN Jakpus, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (22/11) kemarin.
“Para terdakwa dinyatakan bersalah melanggar Pasal 310 ayat 2 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP,” sambung majelis.