Manila –
Wartawan senior Filipina, Maria Ressa, yang kerap mengkritik Presiden Rodrigo Duterte dibebaskan setelah membayar jaminan sebesar 90 ribu Peso (Rp 24,5 juta). Ressa dibebaskan beberapa jam usai ditangkap di bandara Manila atas tuduhan melanggar aturan kepemilikan asing pada media-media Filipina.
Seperti dilansir Reuters, Jumat (29/3/2019), usai dibebaskan, Ressa yang juga pemimpin redaksi situs berita Rappler ini punya pesan khusus untuk otoritas Filipina.
“Anda tidak bisa mempermalukan dan mengintimidasi jurnalis untuk membungkam mereka. Kami akan membela diri dan melawannya,” tegas Ressa kepada wartawan usai dirinya dibebaskan.
Kasus hukum terhadap Rappler menuai kecaman internasional dan memicu kekhawatiran soal kebebasan pers di Filipina. Hal itu juga memunculkan tuduhan bahwa Ressa sengaja menjadi target karena posisi kritis Rappler terhadap Duterte dan kebijakan-kebijakannya.
Disebutkan Ressa bahwa Rappler dan jajaran eksekutif di dalamnya kini tengah menghadapi 11 kasus. Ressa sendiri sudah tujuh kali membayar jaminan terkait kasus-kasus yang menyeret media yang didirikannya ini.
Pada Februari lalu, Ressa ditangkap terkait kasus fitnah-siber. Saat itu, dia ditahan satu malam sebelum dibebaskan usai membayar jaminan. Ressa ditangkap lagi di Bandara Internasional Ninoy Aquino (NAIA) pada Jumat (29/3) waktu setempat, sesaat setelah mendarat dari Amerika Serikat (AS).
“Sungguh menyedihkan sambutan semacam ini yang diberikan negara kita kepada jurnalis,” ucap Ressa, yang pernah dinobatkan sebagai salah satu Person of the Year tahun 2018 versi majalah TIME.
Usai bebas dengan jaminan, Ressa akan resmi didakwa dalam persidangan yang digelar 10 April mendatang.
Diketahui bahwa jaksa-jaksa Filipina mengajukan dakwaan terbaru terhadap Ressa dan jajaran eksekutifnya pada Rabu (27/3) lalu saat dia masih di luar negeri. Kepala Kepolisian Nasional Filipina, Oscar Albayalde, menyatakan anak buahnya hanya menjalankan perintah pengadilan saat menangkap Ressa di bandara.
Konstitusi Filipina melarang kepemilikan pihak asing dalam media-media yang beroperasi di wilayahnya. Rappler telah menegaskan bahwa pihak asing yang berinvestasi melalui Philippine Depositary Receipts (PDR) tidak memiliki pengaruh dalam operasionalnya. Depositary Receipts merupakan sertifikat yang bisa dinegosiasikan yang diterbitkan oleh sebuah bank yang mewakili saham milik sebuah perusahaan asing yang terlibat dalam perdagangan bursa saham lokal.
Kelompok pemantau media menilai dakwaan-dakwaan terhadap Ressa dan Rappler dimaksudkan untuk mengintimidasi pihak-pihak yang mengkritik dan menantang kepemimpinan Duterte, terutama operasi memerangi narkoba.
Serikat Nasional Jurnalis Filipina menyebut Rappler telah menjadi kambing hitam bagi ‘pemerintahan Duterte yang berupaya membungkam atau mengintimidasi pers yang independen dan kritis’. Beberapa waktu lalu Duterte terang-terangan meluapkan kekesalannya pada Rappler dan beberapa kali terlibat perdebatan dengan wartawan-wartawannya yang dikenal gemar mengkritik kebijakan dan mempertanyakan akurasi dalam perang melawan narkoba.
Merespons hal itu, juru bicara kepresidenan Filipina, Salvador Panelo, menyatakan pengadilan dan polisi hanya bertindak sesuai hukum yang berlaku dalam menerbitkan dan mengeksekusi perintah penangkapan terhadap Ressa.
“Dia tidak bisa mengeluh bahwa ini pelanggaran kebebasan pers. Kebebasan pers tidak ada kaitannya dengan dakwaan-dakwaan terhadap Ressa,” tegas Panelo.(ARF)