JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Pada 15 Februari 2017 mendatang 101 daerah menyelenggarakan Pilkada serentak. Komisi Pemilihan Umum mengingatkan para calon agar tidak melakukan intimidasi, apalagi bermain politik uang.
“Untuk para calon, kami berharap untuk tertib. Dalam arti sekarang ini tidak boleh kampanye ya maka jangan lakukan hal tersebut. Dan tentu saja mengontrol semua pihaknya agar kita melaksanakan pilkada ini sesuai peraturan berlaku,” kata Komisioner Komisi Pemilihan Umum Pusat, Hadar Nafis Gumay, kepada khatulistiwaonline, Senin (13/2/2017).
Hadar mengingatkan agar para calon melakukan kompetisi yang bersih. Tidak ada yang melakukan politik uang mendekati hari pemungutan suara.
“Jadi tidak memaksa pihak lain untuk mengintimidasi, apalagi bermain uang. Nah kita akan sangat mengganggu dan merusak pilkada kita,” kata Hadar.
Ia kemudian mengimbau para pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Masih ada dua hari masa tenang agar para pemilih memantapkan calon kepada daerah yang akan dicoblosnya.
“Kepada para pemilih tentu kita juga berharap mereka akan hadir ke TPS, buat mereka yang masih belum bisa menentukan pilihan ini masih ada waktu dua hari untuk mempelajari, mendiskusikan, dan mengambil pilihan,” kata Hadar.
“Jadi kalau toh mereka merasa tidak ada yang baik bagi mereka lebih baik ikut memilih dari apa yang ada kita punya. Kemudian jangan ragu kalau toh belum ada di daftar pemilih tetap artinya hak pilihnya akan hilang, jadi mereka tetap bisa menggunakan hak pilihnya di satu jam terakhir dengan membawa KTP elektronik atau surat keterangan,” kata Hadar.(ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Penyidik KPK memanggil 2 orang hakim konstitusi terkait dengan kasus yang menjerat Patrialis Akbar. Kedua hakim itu adalah I Dewa Gede Palguna dan Mahanan MP Sitompul.
“Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka PAK (Patrialis Akbar),” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (13/2/2017).
Selain itu, penyidik juga memanggil seorang pihak swasta atas nama Pina Tamin. Namun KPK tidak mengungkap apa peran Pina dan keterangan apa yang akan digali darinya.
Sementara itu, 2 hakim konstitusi itu telah hadir sekitar pukul 09.50 WIB. Namun keduanya tidak memberikan keterangan apa pun ke wartawan.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Penangkapan itu terkait dengan putusan perkara nomor 129/PUU-XIII/2015 tentang uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi.
Dalam kasus itu, Patrialis dan tersangka yang menjadi perantara, Kamaludin, dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU Tipikor. Kemudian terhadap pihak yang diduga pemberi suap, Basuki Hariman dan Ng Feni, KPK mengenakan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Toleransi ditunjukkan massa FPI peserta aksi 112. Pasangan yang hendak menuju Katedral untuk menikah diberi jalan. Tak hanya itu, pasangan itu juga dikawal bahkan dipayungi.
Seorang peserta aksi, Syarifudin, menuturkan pasangan yang hendak menikah itu awalnya terlihat berjalan pelan dari arah Lapangan Banteng menuju Katedral. Si pria mengenakan jas warna silver, sedangkan pengantin wanita mengenakan kebaya putih dengan rambut disanggul dan membawa bunga.
Tak lama kemudian, ada peserta aksi yang mendekati pasangan itu, menawarkan pengawalan hingga ke Katedral. Pasangan itu pun dikawal, bahkan dipayungi agar terlindung dari hujan.
“Banyak yang ngawal sampai mereka masuk ke Katedral, sampai tamu-tamunya juga dibantuin masuk ke dalam,” ujar Syarifudin yang ditemui di dekat Masjid Istiqlal, Sabtu (11/2/2017).
Peserta aksi 112 lain yang juga melihat peristiwa itu, Ilham, membenarkan cerita Syarifudin. Ilham menegaskan peristiwa itu adalah bukti toleransi umat Islam terhadap umat lain.
“Yang kita benci itu bukan agamanya, tapi orangnya. Kalau kita benci agamanya, nggak mungkin mereka (pengantin -red) kita kawal,” ujar Ilham. (RIF)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Hujan deras yang berlangsung selama lima hari berturut-turut menyebabkan sungai-sungai meluap di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Akibatnya, 7 kecamatan terendam banjir.
7 kecamatan yang terendam banjit yaitu Kecamatan Labuan Badas, Empang, Terano, Sumbawa, Unter Iwes, Moyo Utara dan Moyo Hilir. Banjir terjadi sejak (6/2) hingga Sabtu (11/2/2017).
“Sebanyak 40.291 jiwa terdampak banjir. Banjir di 5 kecamatan yaitu Kecamatan Labuan Badas, Empang, Terano, Sumbawa, dan Unter Iwes dengan jumlah terdampak 31.670 jiwa atau 8.375 KK banjirnya fluktuatif tergantung dari hujannya. Saat ini berangsur surut,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangannya hari ini.
Sedangkan banjir di Kecamatan Moyo Utara ada 5.669 jiwa atau 1.402 KK yang terdampak dan di Kecamatan Moyo Hilir 2.952 jiwa terdampak. Di dua kawasan ini masih tergenang banjir 30-70 cm.
“Pengungsi sering bolak-balik ke rumah dan tempat pengungsian di masjid dan kantor pemda saat banjir kembali naik. Sedangkan pengungsi yang terisolir di Kecamatan Moyo Utara dan Moyo Hilir bertahan dengan memanfaatkan rumah panggung, baik milik pribadi atau tetangga. Pengiriman bantuan terkendala karena tidak dapat diakses oleh kendaraan, hanya dapat dengan perahu karet,” tuturnya. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Massa Aksi 112 berkumpul di Masjid Istiqlal, Jakarta untuk melakukan doa, salat dan zikir bersama. Tangis peserta aksi itu pun pecah saat mendengar lantunan zikir dari ustaz Arifin Ilham.
Ruang di Masjid Istiqlal dipenuhi oleh umat Islam dari berbagai kalangan dan daerah. Mereka berkumpul sejak pukul 00.00 WIB, Sabtu (11/2/2017). Massa yang tiba langsung memasuki dan memenuhi ruang masjid.
“Selamat datang tamu istimewa, kita semua di sini adalah tamu Allah,” kata Imam Besar Masjid Istiqlal Nasarudin Umar.
Pukul 02.20 WIB, kegiatan dimulai dengan melakukan salat tahajud berjemaah. Ustaz Adi Ahmad bertindak sebagai imam.
Setelah salat tahajud, jemaah masih terus berdatangan, termasuk kandidat Pilkada DKI 2017, Agus Harimurti Yudhoyono, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Ketiga orang ini langsung mengambil barisan paling depan. Tak lama, salat subuh berjemaah pun berlangsung.
Usai salat subuh berjemaah, Ustaz Arifin Ilham langsung berdiri untuk memberikan tausiah. Arifin mengingatkan soal keutamaan salat tahajud.
“Jadi, dari kebiasaan salat malam itulah, kekuatan demi kemenangan diraih oleh umat Islam,” kata Arifin Ilham.
Setelah tausiah, Arifin kemudian memimpin zikir bersama. Para jemaah pun larut dalam lantunan zikir yang dibawakan oleh Arifin Ilham.
Tak sedikit dari mereka yang meneteskan air mata. Bahkan, ada yang terlihat mengangkat tangan sambil sesenggukan. Pipi pun terlihat basah oleh air mata. Banyak juga yang menyimak zikir sambil menundukkan kepala.
Zikir dan doa yang dipanjatkan oleh Arifin Ilham berkenaan dengan kehidupan umat Islam. Arifin mendoakan agar umat Islam bangkut, dan yang meninggal dalam keadaan Islam. (NOV)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Desakan agar Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diberhentikan sementara dari jabatan Gubernur DKI Jakarta setelah habis masa cuti kampanyenya, menjadi polemik. Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun pun mengajak agar semua pihak melihat permasalahan tersebut dengan jernih.
Permintaan penonaktifan tersebut dikaitkan dengan status terdakwa kasus dugaan penistaan agama yang disandang oleh Ahok. Bicara soal pemberhentian sementara kepala daerah, aturannya ada dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).
“Kalau bicara tentang penonaktifian atau pemberhentian sementara, maka acuannya pasal 83 ayat 1 UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” kata Refly saat berbincang dengan khatulistiwaonline, Jumat (10/2/2017).
Jika berpatokan pada pasal tersebut, lanjut Refly, maka tidak ada alasan untuk memberhentikan Ahok dari jabatan Gubernur DKI.
“Karena, pasal itu mengatakan bahwa mereka yang didakwa melakukan kejahatan yang ancaman hukumannya paling singkat 5 tahun, lalu akan diberhentikan sementara. Selain itu juga mereka yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan kejahatan terhadap keamanan negara, atau melakukan tindakan yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” jelas Refly.
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) menyebutkan: “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Dikaitkan dengan kasus Ahok, terang Refly, mantan Bupati Belitung Timur itu didakwa dengan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 4 tahun penjara. Selain itu, Ahok juga didakwa dengan Pasal 156 a soal Penodaan Agama yang ancaman hukumannya paling lama 5 tahun penjara.
“Berdasarkan ‘5 tahun’ tersebut, lantas Ahok harus dinonaktifkan? Saya berbeda pendapat. Di dalam pasal 83 (UU Pemda) itu, dikatakan paling singkat 5 tahun, sementara Ahok diancam paling lama 5 tahun. Jadi, menurut saya tidak masuk. Karena kalau paling singkat 5 tahun, itu kategori kejahatan berat. Tapi, kalau paling lama 5 tahun, itu masuk kejahatan menengah atau ringan,” jelasnya.
Meski demikian, lanjut Refly, ada juga tindak pidana yang ancaman hukumannya kurang dari 5 tahun, terdakwanya bisa langsung dinonaktifkan dari jabatan gubernur. Namun, hal itu juga tidak bisa dikenakan kepada Ahok.
“Pasal tersebut sudah menyatakan secara spesifik untuk hal-hal tersebut, bahwa korupsi berapapun ancaman hukumannya akan diberhentikan sementara. Sama juga dengan tindak pidana terorisme, makar dan kejahatan terhadap NKRI,” kata Refly.
Untuk itu, Refly menegaskan dirinya tidak sependapat jika pasal 83 UU Pemda itu diterapkan untuk menonaktifkan Ahok dari jabatan Gubernur DKI. “Yang jelas dia bukan (melakukan) korupsi, makar dan terorisme,” katanya.
“Kalau memakai pendekatan hukum an sich, saya mengatakan tidak ada alasan untuk menonaktifkan atau memberhentikan sementara (Ahok,-red). Tapi, kita tahu, soal Ahok ini adalah soal yang sangat politis dan tidak hanya soal hukum, antara yang pro dan kontra sama kuatnya. Tapi marilah kita melihat pasal 83 ayat 1 (UU Pemda) itu secara jernih. Pendapat saya tidak ada alasan kalau berpatokan pada pasal itu. Tapi memang tentu Presiden Jokowi berada pada titik dilema, yang paling populer adalah menonaktifkan, karena dianggap akan netral. Kalau tidak menonatifkan dianggap tidak netral,” tambah Refly.(MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Seluruh personel TNI dan Polri berkomitmen netral dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Segenap pihak diimbau menjaga keamanan Ibu Kota.
“Jangan coba-coba membuat kekacauan di Jakarta akan berhadapan dengan kita semua. Saya juga mengingatkan seluruh anggota TNI Polri harus menjaga netralitas. Ada segelintir manusia yang menganggap kita tidak netral. Nggak usah didengar itu. Bagaimana mungkin kita tidak netral?” kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan dalam Apel Kesiapsiagaan Pengamanan Tahap Pemungutan Suara dalam Pilkada Serentak 2017 di Monas, Jakarta, Sabtu (11/2/2017).
Sementara itu, Pangdam Jaya Mayjen TNI Teddy Lhaksmana mengatakan TNI siap membantu kepolisian mengamankan Ibu Kota. “Kita komitmen Jakarta harus aman. Kodam Jaya siap membantu berapa pun jumlah pasukan yang diminta untuk membantu,” ungkap Teddy.
Teddy juga menekankan kembali netralitas TNI-Polri. “Jangan sampai ada anggota TNI Polri yang bertindak tidak netral,” tambahnya.
Apel diikuti 3.500 personel gabungan TNI, Polri, Satpol PP dan Ormas. Meski diguyur hujan, para personel tetap semangat mengikuti rangkaian apel ini.
Persiapan Pilkada serentak 2017 sudah 99 persen. Masyarakat diimbau untuk berbondong-bondong mendatangi TPS pada 15 Februari 2017 mendatang. (DON)
Washington,khatulistiwaonline.com
Presiden Amerika Serikat Donald Trump melontarkan pernyataan keras pada Presiden Iran Hassan Rouhani. Trump mengingatkan Rouhani agar lebih berhati-hati dengan ucapannya.
Seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (11/2/2017), pernyataan Trump tersebut sebagai respons atas kata-kata keras yang dilontarkan Rouhani saat peringatan revolusi Islam 1979 yang digelar pada Jumat, 10 Februari.
“Beberapa sosok tak berpengalaman di kawasan dan Amerika sedang mengancam Iran … Mereka harus tahu bahwa ancaman tidak pernah mempan untuk Iran. Mereka harus belajar menghormati Iran dan rakyatnya … Kita akan melawan dengan kuat setiap kebijakan yang menebar perang,” ujar Rouhani di depan ratusan ribu warga Iran.
“Siapapun yang mengancam pemerintah dan angkatan bersenjata Iran harus tahu bahwa negara kita waspada,” imbuhnya.
Ketika ditanyai wartawan mengenai pernyataan Rouhani tersebut, Trump berujar: “Dia lebih baik berhati-hati.”
Trump telah beberapa kali melontarkan pernyataan keras terhadap Iran sejak dirinya dilantik pada Januari lalu. Pekan lalu, pemerintahan Trump memberikan peringatan untuk Iran terkait uji coba rudal dan menjatuhkan sanksi baru pada sejumlah individu serta perusahaan yang terlibat program rudal Iran. Menanggapi sanksi baru itu, Iran bersikeras tidak akan menghentikan program rudalnya.(RIF)
Brisbane,khatulistiwaonline.com
Menurut hasil survei terbaru, makin banyak orang yang berpikir bahwa Australia adalah negara yang rasis.
Survei dua tahunan lembaga Barometer Rekonsiliasi Australia mengukur sikap terhadap ras dan persepsi rekonsiliasi dengan masyarakat Aborijin dan penduduk Selat Torres.
Survei ini menemukan, baik masyarakat Aborijin dan masyarakat umum berpikir bahwa Australia telah menjadi tempat yang lebih rasis untuk ditinggali dibandingkan dua tahun lalu.
“Beberapa masalah serius … menjadi alasan di balik beberapa bidang mengapa kita tak bisa bergerak maju cukup cepat di saat kita berjuang sebagai sebuah bangsa,” kata CEO Rekonsiliasi Australia, Justin Mohamed.
Survei, yang disusun Agustus lalu, ini menemukan bahwa 57 persen dari masyarakat Aborijin dan 39 persen dari masyarakat umum berpikir bahwa Australia adalah negara yang rasis.
Hasil ini naik masing-masing dari 48 persen dan 35 persen, pada tahun 2014.
“Apa yang kami lihat sejak survei pertama pada tahun 2008 -sesaat setelah permintaan maaf nasional atas generasi yang hilang -adalah meski kami mempertahankan begitu banyak niat baik sejak saat itu, kami tak bergerak cukup cepat pada isu-isu rasisme dan kepercayaan,” kata Mohamed.
“Ini menghambat semua warga Australia untuk memiliki hubungan positif antara satu sama lain,” pendapat Mohamed.
Survei tersebut juga menemukan bahwa dalam kurun waktu enam bulan menjelang survei, hampir setengah (46 persen) dari warga Aborijin Australia mengalami setidaknya satu bentuk prasangka rasial -naik dari 39 persen di tahun 2014.
Mohamed mengatakan, ini mengkhawatirkan pada satu sisi, tetapi juga bisa mewakili peningkatan kesadaran tentang apa itu rasisme.
“Telah terjadi sedikit edukasi yang wajar tentang apa itu rasisme dan kami telah melihat iklan-iklan tentang hal itu di televisi [dan] dalam transportasi umum,” sebut Mohamed.
Ia lalu menjelaskan, “Jadi saya pikir, masyarakat bisa mengenali rasisme atau, ketika itu terjadi, mereka berkata, ‘Ya, itulah apa yang terjadi, itu rasisme’.”
“Tapi di sisi lain juga, saya pikir jika Anda melihat, terutama dalam dua tahun terakhir, telah ada sejumlah insiden yang terjadi dalam bidang olahraga [dan] di media sosial, yang benar-benar menyoroti bahwa ada masalah dalam bangsa ini yang perlu ditangani,” lanjutnya.
Mayoritas warga anggap rekonsiliasi penting
Meski ada peningkatan persepsi atas rasisme, kebanyakan warga Australia percaya, hubungan antara masyarakat Aborijin dan non-Aborijin begitu penting dan rekonsiliasi bisa dicapai.
Survei ini menemukan, 93 persen dari masyarakat Aborijin dan 77 persen dari masyarakat umum berpikir bahwa budaya Aborijin dan penduduk Selat Torres begitu penting untuk identitas nasional Australia.
Dan mayoritas warga melihat hubungan di antara keduanya penting; meski demikian, angka tersebut sedikit lebih rendah dari survei pertama di tahun 2008.
“Jadi niat baik itu ada dan orang-orang mengatakan bahwa kami ingin memastikan bahwa kami bisa bersatu sebagai bangsa,” kata Mohamed.
Namun, ia mengatakan, masih ada hambatan kelembagaan untuk rekonsiliasi yang perlu ditangani.
“Upaya untuk melemahkan perlindungan hukum di bawah Undang-Undang Diskriminasi Rasial sedang berlangsung; Australia belum melaksanakan kewajiban internasionalnya di bawah Deklarasi tentang Hak-hak Masyarakat Adat PBB, dan konstitusi Australia masih memungkinkan untuk terjadinya diskriminasi ras dalam dokumen pendiri bangsa kita,” jelas Mohamed.
“Kenyataannya adalah, kecuali niat baik diikuti dengan reformasi yang signifikan pada tingkat institusional, Australia akan terus terjerembab potensinya sebagai bangsa yang terekonsiliasi,” sambungnya.(RIF)