PADANG SIDIMPUAN, KHATULISTIWAONLINE.COM
Pendiri Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Abdon Nababan mengajak masyarakat adat di Tapanuli bagian Selatan untuk ikut dalam gerakan memperjuang hak masyarakat adat masing-masing karena hanya masyarakat adat yang memiliki lahan sejak dahulu.
“Masyarakat adat sudah berpengalaman mengelola sumber daya alam selama ratusan tahun dan konstitusi negara menjamin masyarakat adat memiliki hak-hak adat,” kata Abdon Nababan dalam seminar “Eksistensi Masyarakat Adat dan Hak Atas Tanah di Tapanuli Bagian Selatan” di Hotel Natama, Padang Sidimpuan belum lama ini.
Menurut Abdon Nababan, gerakan masyarakat adat lahir dari kenyataan ketidak adilan, penindasan atau penaklukan/penjajahan yang dialamai oleh masyarakat adat dan kenyataan ini membangkitkan perasaan bersama sebagai korban. Gerakan masyarakat adat ini sudah menjadi isu internasional yang disebut indigenous people dan PBB mengakomodir dengan membentuk Working Group on Indigenous Populations.
“Gerakan masyarakat adat di Indonesia baru mulai tahun 1999. Gerakan itu mendorong agar pemerintah mengakui keberadaan masyarakat adat sebagai subjek hukum. Sampai sekarang sudah ada 158 produk hukum di daerah yang mengakui keberadaan masyarakat adat,” katanya.
Sebanyak 158 produk hukum berupa pengakuan atas eksistensi masyarakat adat itu berbentuk 11 peraturan daerah provinsi (Perda), 1 Peraturan Gubernur, 57 Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, 2 Peraturan Bupati, dan 87 SK Bupati.
“Sebanyak 158 produk hukum itu berada di 23 provinsi dan 65 kabupaten di seluruh Indonesia,” kata Abdon.
Abdon menambahkan, guna mendapatkan pengakuan atas eksistensi masyarakat adat dari pemerintah daerah, hanya perlu kebijakan dari kepala daerah di Kabupaten/Kota, syaratnya, masyarakat adat harus memperjuangkan masyarakat adatnya sendiri dengan mengidentifikasi keberadaannya, menguatkan kelembagaannya, dan memetakan wilayahnya.
“Semua itu sebetulnya sudah ada pada masyarakat adat masing-masing, tinggal bagaimana masyarakat mau bergerak,” kata Abdon.
Abdon Nababan yang juga calon anggota DPD RI periode 2024-2029 ini kemudian menceritakan bagaimana AMAN membantu advokasi masyarakat adat di seluruh Indonesia untuk mendapatkan penguatan eksistensi sekaligus hak-hak masyarakat adatnya.
“Semua hal sudah kami tempuh, mulai dari melakukan gugatan hukum terhadap undang-undang yang merugikan masyarakat adat sampai membicarakan persoalan masyarakat adat ke dunia internasional,” ujarnya.
Gerakan masyarakat adat ini, lanjut Abdon Nababan, bukan untuk merugikan pemerintah daerah. Sebaliknya, gerakan masyarakat adat untuk membantu pemerintah daerah dalam mendinamisasi pembangunan di daerah. Pasalnya, selama ini pemerintah daerah keliru memperlakukan masyarakat adat sebagai objek dari pembangunan daerah, padahal masyarakat adat adalah subjek dari pembangunan daerah itu.
“Masyarakat di Kabupaten Tapanuli Selatan misalnya, semuanya merupakan masyarakat adat. Kalau pemerintah daerah ingin mensejahterakan masyarakatnya, maka pemerintah hanya perlu bermitra dengan masyarakat adat dan kelembagaan masyarakat adat tersebut,” kata Abdon.
Begitu juga halnya terkait kehadiran investor di daerah yang membutuhkan lahan luas. Mestinya, pemerintah daerah tinggal mendorong pemerintah pusat agar melibatkan masyarakat adat selaku pemilik lahan, sehingga bisa terjadi komunikasi yang baik dan tidak merugikan salah satu pihak pun. “Ini cara menghindarkan konflik antara masyarakat dengan investor seperti yang sering terjadi,” kata Abdon.
Abdon Nababan juga menyebut, masyarakat adat tidak pernah anti investor. Penolakan masyarakat terhadap investor disebabkan kehadiran investor itu tidak pernah melibatkan masyarakat adat selaku pemilik lahan atau kawasan hutan adat. (JRS)