Washington DC,khatulistiwaonline.com –
Ada kejadian menarik saat percakapan telepon Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull soal kesepakatan penampungan pengungsi. Trump menutup telepon secara tiba-tiba saat baru 25 menit berbicara dengan PM Turnbull.
Dilaporkan media Australia, news.com.au, seperti dilansir pada Kamis (2/2/2017), Trump marah karena harus menjalankan kesepakatan era pemerintahan Presiden Barack Obama mengenai pengungsi dari Pulau Manus dan Nauru. Padahal Trump baru saja memberlakukan kebijakan imigrasi yang kontroversial.
Dalam kesepakatan yang disetujui tahun 2016 itu, AS bersedia menampung 1.250 pencari suaka yang kini tertahan di kamp-kamp kepulauan Papua Nugini dan Nauru. Sebagai balasannya, Australia akan menampung pengungsi dari El Salvador, Guatemala dan Honduras.
Media The Washington Post, merupakan yang pertama memberitakan secara rinci ketegangan antara Trump dan Turnbull via telepon itu. The Washington Post menyebut, percakapan telepon pada Sabtu (28/1) waktu setempat itu dijadwalkan berlangsung 1 jam, namun berakhir setelah hanya 25 menit.
Trump tiba-tiba mengakhiri percakapan itu, setelah Turnbull berusaha membahas isu-isu luar negeri lainnya, termasuk soal konflik Suriah. Seorang sumber menuturkan kepada CNN bahwa Trump mengakhiri percakapan telepon itu karena tidak senang soal kesepakatan pengungsi dengan Australia.
“Saat berbicara via telepon dengan PM Australia soal pengungsi, Trump menarik gagang telepon dari telinga dan mengatakan dia ingin mengakhiri telepon, yang langsung diakhiri begitu saja,” sebut wartawan CNN, Jim Acosta, via Twitter mengutip sumber yang memahami telepon ini.
Mengutip pejabat senior AS, The Washington Post menyebut Trump juga memberitahu Turnbull bahwa dirinya berbicara dengan 4 pemimpin dunia lainnya, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin, dan menyebut percakapannya dengan Turnbull merupakan “percakapan telepon terburuk sejauh ini”.
“Ini kesepakatan terburuk yang pernah ada,” ucap Trump soal kesepakatan pengungsi dengan Australia. Tidak hanya itu, Trump juga menuding Australia berniat mengekspor ‘calon pengebom Boston’ ke AS, merujuk pada tragedi bom maraton Boston tahun 2013 lalu.
Saat ditanya wartawan soal laporan The Washington Post, Turnbull enggan berkomentar banyak. “Saya tidak akan mengomentari percakapan antara saya dengan Presiden Amerika Serikat selain apa yang telah disampaikan di hadapan publik dan Anda tentu memahami alasannya,” tegasnya.
“Saya yakin Anda bisa memahami itu. Lebih baik jika percakapan ini dilakukan secara terbuka jujur, privat. Jika Anda melihat laporan soal percakapan itu, saya tidak akan menambahi apapun,” imbuh Turnbull, sembari menegaskan hubungan AS-Australia sangat kuat.
Turnbull juga menegaskan bahwa AS bersedia menjalankan kesepakatan soal pengungsi era Obama. “Fakta bahwa kami mendapat kepastian, fakta bahwa itu terkonfirmasi, kesepakatan yang sangat luas yang kita sepakati dengan pemerintahan (AS) menunjukkan kedekatan aliansi,” ucapnya.
Pada Kamis (2/2) pagi, Kedutaan Besar AS di Australia merilis pernyataan yang menegaskan hal serupa. Namun beberapa jam kemudian, Trump berkicau via Twitter — lewat akun pribadinya @realDonaldTrump — soal pendapat pribadinya mengenai kesepakatan pengungsi dengan Australia itu. “Anda percaya? Pemerintahan Obama sepakat menampung ribuan imigran ilegal dari Australia. Mengapa? Saya akan mempelajari kesepakatan bodoh ini!” tegasnya.(RIF)