TANGERANG,KHATULISTIWAONLINE.COM
Forum Pelanggan PDAM Tirta Benteng (TB) menyatakan kekhawatiran, terkait adanya kemungkinan “swastanisasi” di PDAM TB Kota Tangerang. Pasalnya BUMD milik Pemkot Tangerang ini, saat ini diketahui sedang melakukan kerjasama dengan PT Moya Indonesia, terkait dengan pemenuhan suplai air bersih bagi 53 ribu pelanggan.
Demikian diungkapkan Ketua Forum Pelanggan PDAM TB, Hendri Zein kepada wartawan, Sabtu (6/7/2019).
“Salah satu yang menjadi perhatian kita adalah masalah kontrak kerjasama PDAM TB dengan PT Moya Indonesia, karena banyak hal yang belum diungkap ke publik dalam hal ini masyarakat Kota Tangerang, terutama mereka yang jadi pelanggan PDAM TB,” ujar Hendri Zein, yang didampingin Wakil Ketua Oman Djumansyah dan Seketaris Forum Pelanggan Chandra Eka.
Lebih jauh mantan Ketua DPC PDIP Kota Tangerang ini menyatakan, bahwa dari awal kontrak PDAM TB dengan PT Moya Indonesia ini sudah menuai kontraversi dan banyak pertanyaan dari publik Kota Tangerang. Karena sejak awal kontrak pertama pada tahun 2012 lalu, perusahaan yang kabarnya berasal dari Bahrain Timur Tengah ini akan menanamkan investasi sebesar Rp 1,3 trilun untuk pembuatan instalasi pengelolaan air dan pembangunan jaringan distribusi air bersih di Kota Tangerang.
“Waktu itu ketika era Walikota Wahidin Halim, PT Moya dikabarkan akan menanamkan investasi sebesar Rp 1,3 trilun, kalau dilihat nilai seharusnya investasi sebesar itu akan mampu mempercepat perluasan pelayanan air bersih di Kota Tangerang, yang menjadi tanggung jawab PDAM TB,” katanya.
Namun tambah Hendri Zein, dari sejak kerjasama ditandatangani pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2016, proyek investasi tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya alias mandeg. bahkan berhembus kabar jika sebenarnya PT Moya Indonesia tidak mempunyai kapasitas keuangan yang memadai untuk melaksanakan mega proyek tersebut, sehingga proyek tidak berjalan sesuai rencana.
“Informasi yang kita himpun, baru pada tahun 2017 PT Moya mulai melakukan pembangunan setelah ada perubahan kontrak kerjasama dari yang awalnya investasi Rp 1,3 trilun menjadi sekitar Rp 470 miliar, dan kontrak ini direvisi pada era kepemimpinan Walikota yang sekarang pak Arief R Wismansyah,” katanya. Yang jadi pertanyaan, tambah Hendri Zein, kenapa kontrak investasi bisa diubah nilainya, dan kenapa PDAM TB dan Pemkot Tangerang cenderunh memaksakan proyek ini tetap dijalankan, setelah sekian lama tidak berjalan. “Dari sisi nilai jelas keuntungan berkurang bagi Kota Tangerang, terutama masyarakat yang harusnya sudah merasakan pelayanan air bersih jadi tertunda, waktu vakum 4 tahun cukup lama,” katanya.
Sementara itu berdasarkan data yang dihimpun Forum Pelanggan, tambah Hendri, diketahui PT Moya Indonesia baru merealiasikan proyek tersebut pada tahun 2017 setelah ada suntikan investasi dari perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam produksi pipa air bersih. “Kalau benar informasi itu, jelas lah kalau PT Moya Indonesia memang tidak punya modal, yang jadi pertanyaan, kok bisa perusahaan yang tidak miliki kapasitas permodalan diberikan kontrak kerjasama, jadi ada banyak kejanggalan disini, dan kenapa saat itu pihak pengambil kebijakan di Kota Tangerang dalam hal ini Walikota dan Direksi PDAM TB saat itu bisa melakukan penandatanganan kerjasama, dan hal ini berlanjut hingga ke Walikota dan Direksi PDAM TB yang sekarang,” katanya.
Melihat kondisi ini, tambah Oman Djumansyah, ada kesan jika Pemkot Tangerang diduga ingin melakukan swastanisasi terhadap PDAM TB. “Kalau hal ini (swastanisasi) terjadi, akan sangat bahaya bagi PDAM TB sebagai BUMD yang bertanggungjawab terhadap pelayanan air bersih di Kota Tangerang, dan ini melanggar regulasi yang ada tentang pengelolaan air bersih,” kata Oman.
Lebih jauh mantan Anggota DPRD Kota Tangerang periode 2004 sd 2009 ini menyatakan, Pemkot Tangerang harus menjelaskan ke masyarakat Kota Tangerang terkait kerjasama PDAM TB dengan PT Moya Indonesia ini. Terutama soal kontrak kerjasama, yang harus dibuka ke masyarakat.
“Sekarang ini sudah ada forum pelanggan, ada baiknya kontrak itu dibuka, dan dipublikasi ke masyarakat, jangan ada asumsi dan isu swastanisasi yang berkembang di masyarakat, kalau itu terjadi masyarakat bisa melakukan gugatan, dan tentunya kalau adanya keterlibatan pihak swasta, arah nya akan berubah menjadikan PDAM sebagai perusahaan yang mengejar keuntungan, karena PDAM itu dibentuk bukan berorentasi keuntungan, tapi lebih ke pelayanan, sesuai dengan UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan PP No 16 tahun 2005 tentaneg pengembangan sistem air minum (SPAM) ,” jelas Oman.
Kalau swastanisasi terjadi tambah Oman, masyarakat bisa melakukan gugatan secara hukum, karena melanggar ketentuan perundang-undangan. “Banyak hal yang bisa dipersoalkan kalau swastanisasi terjadi, yang pasti masyarakat dirugikan, karena beban biaya menjadi beban masyarakat, biaya yang dibayarkan untuk mendapatkan pelayanan air bersih akan mahal,” katanya.
Indikasi tersebut tambah Oman, sudah semakin terlihat, karena semua produksi PDAM TB kabarnya dilakukan oleh PT Moya Indonesia, sementara PDAM TB hanya sebagai operator yang menyalurkan air dan menagih biaya kepada pelanggan. “Kita akan menanyakan hal ini secara langsung ke Pemkot Tangerang, dan PDAM TB, berapa besar pembayaran air ke PT Moya Indonesia, dan berapa besar yang diterima oleh PDAM TB, disini akan terlihat siapa yang diuntungkan, ini perlu kajian dan diskusi lebih lanjut,” ujar Oman.
Sementara itu menurut penjelasan Humas PDAM TB, Ichsan Sodikin diketahui saat ini jumlah pelanggan PDAM TB mencapai 53 ribu pelanggan, dengan kategori 50 ribu pelanggan rumah tangga dan sosial, dan 3000 pelanggan industri. “Ada peningkatan jumlah pelanggan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun belakangan, terutama sejak adanya kerjasama dengan PT Moya Indonesia,” ujar Ichsan.
Adapun kapasitas produksi PDAM TB saat ini mencapai 650 liter perdetik yang terdiri dari 100 liter perdetik diproduksi IPA milik PDAM TB dan 550 liter perdetik milik PT Moya Indonesia.
“Dengan kapasitas produksi sebanyak itu, kami mampu melayani 60 ribu sampai dengan 70 ribu pelanggan,” ujar Ichsan. (NGO)