Naypyitaw –
Seorang tokoh terkemuka yang juga pemimpin etnis di Rakhine dijatuhi vonis 20 tahun penjara oleh pengadilan Myanmar atas dakwaan makar. Vonis ini berpotensi semakin memanaskan pertempuran sengit yang tengah berlangsung antara kelompok etnis di Rakhine dengan militer Myanmar.
Seperti dilansir AFP, Selasa (19/3/2019), vonis terhadap Aye Maung, mantan Ketua Partai Arakan Nasional, dibacakan dalam persidangan di Sittwe, Rakhine pada Selasa (19/3) waktu setempat. Pasukan keamanan Myanmar berupaya menenangkan ratusan pendukung Aye Maung yang menunggu di luar pengadilan saat dia dibawa ke mobil polisi usai divonis.
Selama menjadi politikus dan ketua partai, Aye Maung dikenal akan pandangan garis keras terhadap etnis minoritas muslim Rohingya di Rakhine. Kelompok etnis Rakhine yang dipimpin Aye Maung merupakan etnis Buddha.
Oleh pengadilan Myanmar, dia dinyatakan bersalah atas dakwaan makar dan dakwaan melontarkan fitnah terkait sebuah pidato bernada menghasut pada Januari 2018, sehari sebelum kerusuhan mematikan pecah di Rakhine.
Pada saat itu, media-media nasional Myanmar yang didukung pemerintah menyebut Aye Maung melakukan unjuk rasa melawan pemerintah pusat yang disebut memperlakukan etnis Rakhine sebagai ‘budak’ dan menyatakan inilah ‘saat yang tepat’ untuk masyarakat Rakhine meluncurkan perlawanan bersenjata.
Malam hari usai seruan Aye Maung itu, para demonstran di Rakhine sempat menduduki gedung pemerintahan. Polisi melepas tembakan saat itu dan menewaskan tujuh orang. Aye Maung dan rekannya, penulis Wai Hin Aung — yang juga berpidato dalam rally yang sama — ditahan beberapa hari kemudian.
“Baik Dr Aye Maung dan penulis Wai Hin Aung masing-masing divonis 20 tahun penjara … untuk dakwaan makar tingkat tinggi dan masing-masing dua tahun penjara untuk memfitnah negara,” sebut pengacara Wai Hin Aung, Aye Nu Sein, kepada AFP.
Wilayah Rakhine terus dilanda kekerasan dan kebencian. Operasi militer brutal tahun 2017 lalu memaksa 740 ribu warga minoritas muslim Rohingya kabur ke Bangladesh.
Namun kelompok etnis Buddha di Rakhine — beberapa di antaranya dituduh membantu tentara Myanmar dalam operasi anti-Rohingya — juga merasa terpinggirkan oleh pemerintah pusat Myanmar.
Vonis yang dijatuhkan pengadilan Myanmar ini diprotes para pendukung Aye Maung yang masih berpengaruh oleh kalangan etnis Buddha di Rakhine. “Ini tidak adil. Ini penindasan dan bullying rakyat etnis Rakhine,” teriak salah satu pendukung wanita di pengadilan.
Dalam beberapa pekan terakhir, militer Myanmar bertempur sengit dengan Arakan Army (AA), kelompok bersenjata yang mengklaim mewakili etnis Rakhine. AA meluncurkan serangan terhadap pos-pos kepolisian pada awal Januari lalu yang menewaskan 13 polisi. Serangan serupa pada awal bulan ini menewaskan 9 polisi lainnya.(NOV)