JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Dua tahun sudah, Mahkamah Agung (MA) memutus perkara aset Yayasan Supersemar untuk dirampas untuk negara. Namun pelaksanaan eksekusi itu tak kunjung dilakukan PN Jaksel hingga hari ini.
“Kurang tahu yah karena itu otoritas ketua pengadilan untuk eksekusi putusan perdata itu. Perkaranya sudah diputus lama itu,” kata juru bicara MA, Suhadi saat dihubungi khatulistiwaonline, Senin (6/3/2017).
MA menghukum Yayasan Supersemar mengembalikan dana sebesar Rp 4,4 triliun ke negara. Jumlah tersebut merupakan total dana yang diselewengkan yayasan yang diketuai Soeharto sejak 1974 hingga lengser dari kursi presiden.
Suhadi menjelaskan, jika mengacu pada UU Kekuasaan Kehakiman atau hukum beracara, putusan perdata dilaksanakan oleh juru sita dan panitera di bawah pimpinan ketua pengadilan setempat.
“Sekali lagi, otoritas ada di Ketua PN untuk melaksanakan eksekusi. Bahkan dia tidak perlu melaporkan lagi ke MA karena sudah benar-benar kewenangan Ketua PN setempat,” kata Suhadi menegaskan.
“Jadi tidak perlu lagi izin sejenisnya untuk jangan mengeksekusi atau lain sebagainya. Tidak boleh ada hal seperti itu,” sambung Suhadi.
Dalam putusan peninjauan kembali (PK), dinyatakan bahwa Yayasan Supersemar telah melakukan perbuatan melawan hukum dan dihukum harus mengembalikan 75 persen dana yang terkumpul sejak 1974 dengan asumsi 25 persen dana telah disalurkan ke yang berhak.
Kejaksaan Agung telah membayar biaya eksekusi aset Yayasan Supersemar sebesar Rp 48 juta ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Namun hingga kini pelaksanaan eksekusi aset itu tak kunjung dilakukan oleh PN Jaksel. (DON)