TANGERANG, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan nelayan merasa terganggu dengan adanya aktivitas pemagaran laut itu. Sebab, nelayan tidak dapat mengakses wilayah perairan pesisir sebagaimana hak-hak nelayan.
“Maka inilah juga yang dirasakan bahwa memang nelayan mempunyai hak untuk akses di wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Kemudian nelayan berhak mengusulkan wilayah penangkapan ikan secara tradisional. Inilah dampak-dampak yang kemudian hak-hak nelayan ini terganggu dengan adanya pemagaran laut tersebut,” kata Eli dalam acara Diskusi Publik ‘Pemasalahan Pemagaran Laut di Tangerang Banten’, di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta Pusat.
Eli menjelaskan pemagaran tersebut masuk dalam kawasan pemanfaatan umum yang tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2023-2043. Banten menjadi salah satu provinsi yang berhasil mengintegrasikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) darat dan laut.
Apabila melihat Perda tersebut, pemagaran ini meliputi beberapa zonasi, mulai dari zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona perikanan budidaya dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.
“Artinya apa? Melalui Perda ini kawasan perairan Provinsi Banten sudah kita atur zonasi-zonasi. Pertanyaannya apakah kemudian laut boleh dimanfaatkan? Tentu saja boleh, bukan berarti setelah ini ditentukan zonasinya, tidak bisa beraktivitas disana. Boleh tetapi dengan catatan, adalah tadi melalui mekanisme sesuai dengan aturan perundang-undangan,” imbuh Eli.
Sementara itu, Ketua Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) Rasman Manafi menilai persoalan tersebut sudah mendapati keluhan dari masyarakat setempat, mulai dari aspek lingkungan hingga akses nelayan. Dia juga menyebut pemasangan pagar itu dapat merugikan nelayan. (DAB)