Washington –
Sebuah kapal perang China berlayar sangat dekat dengan sebuah kapal perusak milik militer Amerika Serikat di perairan Laut China Selatan. Jaraknya sangat dekat hingga memaksa kapal militer AS berubah haluan.
Seorang pejabat AS menyebut manuver kapal perang China tersebut “tidak profesional dan tak aman”.
Pejabat AS tersebut mengatakan seperti dilansir kantor berita AFP, Selasa (2/10/2018), kapal perusak berpandu rudal Amerika Serikat, USS Decatur tengah melakukan apa yang oleh militer AS disebut “operasi kebebasan navigasi” pada Minggu (30/9/2018), ketika melewati 12 mil laut dari karang Gaven dan Johnson di Kepulauan Spratly yang terpencil.
China mengklaim nyaris seluruh wilayah Laut China Selatan, meski Taiwan, Filipina, Brunei, Malaysia dan Vietnam mengklaim sebagian perairan sengketa itu.
Selama operasi itu, kapal perusak China, Luyang mendekati kapal USS Decatur “dalam sebuah manuver tidak aman dan tidak profesional di dekat Karang Gaven di Laut China Selatan,” ujar juru bicara Armada Pasifik AS, Komandan Nate Christensen.
Dikatakannya, kapal perang China itu kemudian melakukan serangkaian “manuver yang makin agresif, dan mengingatkan Decatur untuk meninggalkan wilayah tersebut.”
Christensen menambahkan, kapal perusak China bahkan mendekat dalam jarak puluhan meter dari kapal Decatur hingga memaksa kapal militer AS bermanuver untuk mencegah tabrakan.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan China menyatakan kapalnya telah memberikan peringatan untuk pergi bagi kapal militer AS yang memasuki wilayah tersebut tanpa izin.
“AS telah berulang kali mengirimkan kapal-kapal perang ke wilayah perairan dekat karang-karang dan kepulauan China di Laut China Selatan,” demikian disampaikan Kementerian Pertahanan China dalam sebuah statemen.
“Itu (manuver) secara serius mengancam kedaulatan dan keamanan China, dengan serius merusak hubungan antara China dan AS serta militer mereka, dan secara serius melukai perdamaian dan stabilitas regional,” imbuh kementerian.
Hubungan AS-China telah dilanda ketegangan di berbagai level sejak Donald Trump dilantik menjadi presiden AS pada tahun 2017. Terbaru, perang dagang yang dilancarkan Trump telah membuat marah Beijing, ditambah lagi dengan persetujuan Trump mengenai penjualan senjata senilai US$ 1,3 miliar ke Taiwan, yang dianggap pemerintah China sebagai provinsi pemberontak. (ADI)