Kathmandu –
Ribuan orang turun ke jalan di Kathmandu, Nepal pada Selasa waktu setempat. Aksi ini menentang Perdana Menteri Nepal, K.P Sharma Oli yang merekomendasikan pembubaran parlemen.
Dilansir CNN, Rabu (30/12/2020) para pengunjuk rasa mengatakan keputusan pada 20 Desember tidak konstitusional. Mereka melakukan aksi di luar kantor PM Oli meskipun pembatasan virus Corona masih diberlakukan.
Oli mengatakan pertengkaran internal dan kurangnya kerja sama dari partainya telah melumpuhkan pengambilan keputusan, serta memaksanya untuk mencari mandat baru untuk mendapat dukungan.
Pejabat polisi yang melakukan pengamanan mengatakan setidaknya 10.000 orang turun ke jalan untuk berpartisipasi dalam pawai itu. Protes ini menjadi salah satu protes yang paling intens di negara itu sejak pemerintah membubarkan parlemen.
“Kami dengan bijaksana mengatur unjuk rasa sekitar 10.000 demonstran,” kata juru bicara polisi, Basanta Bahadur Kunwar.
Pengadilan tinggi mengatakan pada bulan Januari akan terus mendengarkan lusinan petisi yang diajukan terhadap langkah politik Oli dan rencananya untuk melanjutkan pemilihan parlemen tahun depan pada 30 April dan 10 Mei. Tanggal itu kurang dua tahun sebelum tanggal yang dijadwalkan.
“Perdana Menteri tidak memiliki wewenang untuk membubarkan parlemen di bawah konstitusi. Oleh karena itu, dia harus segera membatalkan keputusannya,” kata mahasiswa berusia 19 Tahun Rajesh Thapa, sambil mengibarkan bendera palu dan arit merah tercetak di atasnya, sebuah simbol dari partai komunis yang berkuasa,”.
Presiden Nepal, Bidhya Devi Bhandari membubarkan parlemen pada Minggu (27/12) waktu setempat. Pembubaran itu dilakukan setelah PM Oli merekomendasikan langkah tersebut yang dipicu oleh pertikaian antara perdana menteri negara Himalaya itu dan anggota partainya.(VAN)