JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Chua Chiu-fai punya misi penting. Dia ingin membersihkan ruang-ruang kelas di Hong Kong dari apa yang dia sebut sebagai bias anti-Cina. Pasukannya adalah orangtua murid. Chua sejauh ini sudah merekrut ratusan ibu dan ayah untuk memantau murid-murid yang membenci Cina, dan melaporkan mereka ke sekolah.
Chua bahkan pernah mengajak para orangtua murid untuk ikut turun ke jalan membuat demonstrasi tandingan.
Melalui kanal YouTube-nya yang diikuti 114.000 pengguna, Chua menjelaskan inisiatifnya itu dibuat sebagai reaksi atas ketegangan di jalan-jalan kota. Dalam sebuah video dari Oktober lalu, dia mengaku melihat gambar “orang yang terlihat seperti guru,” di sebuah demonstrasi kelompok pro-demokrasi tahun lalu, tapi memerintahkan murid untuk mengumpulkan batu.
Guru-guru ini, ujarnya dia, harus dipecat. “Jika Anda adalah seorang guru dan memaksa murid Anda merusak tempat ini untuk sebuah sikap politik, hal itu sama sekali tidak bisa kami terima” kata dia.
Aktivisme patriotik warga sipil seperti Chua didukung oleh tokoh politik pro-Cina di Hong Kong. Tenaga pengajar termasuk yang pertama dibidik sebagai bagian dari rencana besar Cina mereformasi kaum muda kota, lapor kantor berita Reuters.
Peran mahasiswa dan murid sekolah yang menggerakkan gelombang demokrasi di Hong Kong dikabarkan membuat khawatir petinggi Partai Komunis. Sebabnya Beijing diyakini akan menjalankan program re-edukasi untuk menanamkan loyalitas terhadap Cina.
Wawancara yang dilakukan Reuters dengan berbagai aktor di sistem pendidikan Hong Kong dan Cina, serta penelusuran dokumen edukasi seperti kurikulum, latar belakang tenaga pengajar, salinan soal ujian atau aktivitas ekstrakulikuler menampilkan gambaran seragam: betapa Hong Kong sudah sepenuhnya berada di bawah kendali Cina.
Reformasi pendidikan Hong Kong
Lau Siu-kai, Wakil Direktur Asosiasi Cina untuk Studi Hong Kong dan Macao, wadah pemikir bentukan Beijing di Hong Kong, mengatakan langkah pertama untuk menanamkan loyalitas pada kaum muda Hong Kong adalah dengan menumbuhkan semangat nasionalisme.
“Murid harus diberitahu agar tidak melakukan hal-hal yang membahayakan keamanan dan kepentingan negara,” katanya. “Kami ingin membudidayakan rasa patriotisme.”
Dua pejabat Cina mengatakan kepada Reuters, pihaknya memperkirakan reformasi pendidikan di Hong Kong akan rampung sebelum masa jabatan Kepala Eksekutif, Carrie Lam, berakhir 2022 mendatang. Salah seorang sumber mengklaim, reformasi itu akan melibatkan tindak pengawasan yang lebih ketat terhadap tenaga pengajar.
Namun rencana Beijing menemui hambatan. Serikat Guru Professional Hong Kong (HKPTU) yang beranggotakan 100.000 orang dan dikepalai tokoh pro-demokrasi, sudah membentuk dana bantuan hukum untuk membantu guru yang menjadi sasaran pemerintah.
Ip Kin-yuen, anggota legislatif pro-demokrasi dan wakil presiden HKPTU, mengatakan dirinya “ingin agar orang menyadari bahwa kami masih berjuang, mungkin dengan cara yang berbeda, tapi perlawanan tetap ada.”
Di pihak Beijing, berdiri sekelompok warga sipil seperti Chua Chiu-fai yang mengajar bahasa Mandarin di sebuah lembaga bimbingan belajar. Dia meluncurkan program pengawasan orangtua murid untuk meredam kebencian terhadap Cina dan pemerintah Hong Kong.
Dia meminta orangtua murid mengumpulkan barang bukti, seperti buku catatan, tugas sekolah, atau rekaman. Jika sekolah “lambat menindaklanjuti,” setelah dilaporkan, mereka akan melanjutkan laporan kepada Biro Pendidikan Hong Kong.
Ketika ditanya Reuters soal video guru yang memerintahkan murid mengumpulkan batu, Chua mengatakan dia melihatnya di sebuah pesan WhatsApp, tanpa bisa mengingat peristiwa atau lokasi spesifik.(MAD)