Paramaribo –
Presiden Suriname, Desi Bouterse, dinyatakan bersalah atas pembunuhan 15 musuh politiknya tahun 1982 lalu. Oleh pengadilan setempat, Bouterse dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.
Seperti dilansir Associated Press dan AFP, Sabtu (30/11/2019), putusan yang dijatuhkan panel tiga hakim di pengadilan Paramaribo pada Jumat (29/11) waktu setempat ini menandai akhir dari persidangan bersejarah yang dimulai November 2007 lalu. Meskipun tidak diketahui jelas apa yang akan terjadi selanjutnya.
Hakim-hakim yang menjatuhkan vonis tidak merilis surat perintah penangkapan untuk Bouterse, yang memimpin Suriname sejak kudeta militer tahun 1980.
Tampaknya Bouterse tidak akan langsung mendekam di penjara. Di bawah aturan hukum Suriname, Bouterse tidak bisa ditangkap hingga seluruh proses banding selesai dilakukan.
Pengacara Bouterse, Irvin Kanhai, dengan segera mengajukan banding atas putusan tersebut. Kanhai menyebut vonis itu sebagai ‘putusan politik’. Bouterse diketahui kini sedang melakukan kunjungan kenegaraan ke China dan belum bisa dimintai komentar.
Sesaat usai pengadilan menjatuhkan putusannya, pemerintah Suriname meminta warga untuk tetap tenang. “Demokrasi tetap menjadi yang paling penting,” demikian pernyataan resmi pemerintah Suriname usai putusan pengadilan atas Bouterse.
Tahun 2007 saat menyampaikan permintaan maaf publik pertamanya, Bouterse menyatakan menerima ‘tanggung jawab politik’ yang dipikulnya terkait pembunuhan itu. Namun dia menegaskan dirinya tidak hadir di lokasi eksekusi mati para korban di Fort Zeelandia, benteng kolonial di ibu kota Paramaribo.
Bouterse yang selalu menyangkal terlibat kasus pembunuhan yang disebut ‘pembunuhan Desember’ ini, menyatakan para korban ditahan karena merencanakan kudeta balasan dengan bantuan CIA dan ditembak saat berusaha kabur.
Dalam putusannya, hakim Cynthia Valstein-Montor yang memimpin sidang menyatakan Bouterse memainkan peran ‘krusial’ dalam pembunuhan itu. Disebutkan hakim Valstein bahwa Bouterse secara hati-hati mempersiapkan lokasi eksekusi mati para korban, yang menurut hakim, bisa dicegah oleh Bouterse sendiri.
Bukti-bukti yang dihadirkan pengacara Bouterse dalam sidang bertentangan dengan keterangan saksi mata yang menyebut Bouterse hadir saat para korban dibunuh di Fort Zeelandia pada Desember 1982 silam.
Para korban terdiri atas 13 warga sipil dan dua pejabat militer setempat, yang kerap mengkritik pemerintahan Bouterse. Korban juga termasuk sejumlah tokoh terkemuka di Suriname seperti sejumlah pengacara, beberapa jurnalis dan seorang profesor universitas setempat.
Pengacara keluarga korban, Hugo Essed, menegaskan Bouterse harus mundur segera. “Sungguh memalukan baginya untuk tetap menjabat presiden,” tegas Essed.
Bouterse sebelumnya pernah divonis bersalah atas kasus perdagangan narkoba oleh sebuah pengadilan di Belanda tahun 1999. Saat itu dia lolos dari vonis 11 tahun penjara karena tidak bisa diekstradisi di bawah aturan hukum Suriname.(MAD)