Tel Aviv –
Pemerintah Israel memutuskan untuk menahan uang pajak Palestina sebesar US$ 138 juta (Rp 1,9 triliun). Penahanan uang pajak ini dilakukan karena otoritas Palestina terus memberikan bayaran khusus untuk warganya yang dipenjara karena menyerang warga Israel.
Diketahui bahwa sesuai kesepakatan perdamaian sementara, Israel selalu mengumpulkan pajak atas nama Palestina, untuk kemudian ditransfer ke otoritas Palestina. Jumlahnya disebut mencapai angka US$ 222 juta per bulan. Dengan upaya perundingan antara Israel dan Palestina mengalami kebuntuan sejak tahun 2014, Israel seringkali menahan transfer uang pajak untuk otoritas Palestina itu sebagai bentuk proses juga tekanan.
Seperti dilansir Reuters dan AFP, Senin (18/2/2019), kantor PM Israel Benjamin Netanyahu menyatakan pada Minggu (17/2) waktu setempat, uang pajak sebesar US$ 138 juta yang ditahan itu sama besar dengan jumlah dana yang dibayarkan Otoritas Palestina tahun lalu kepada ‘para teroris yang dipenjara di Israel, kepada keluarga mereka dan para tahanan yang telah dibebaskan’.
“Hari ini, saya akan meminta persetujuan kabinet untuk (aturan legislasi) mengurangi gaji teroris dari dana Otoritas Palestina,” ujar PM Netanyahu dalam pernyataannya pada Minggu (17/2) waktu setempat.
“Para pejabat keamanan akan memberikan penjelasan kepada kabinet soal cakupan dana itu. Ini merupakan aturan hukum penting yang telah kita ajukan dan hari ini akan kita loloskan seperti yang saya janjikan,” imbuhnya.
Laporan media-media lokal menyebut penahanan uang pajak US$ 138 juta itu kemungkinan akan dikurangkan secara bertahap dari pembayaran uang pajak bulanan kepada Palestina, untuk periode 12 bulan ke depan.
“Abu Mazen (Presiden Palestina Mahmud Abbas) terus membayarkan gaji gemuk setiap bulannya kepada para pembunuh yang ada di dalam penjara. Kita harus mencari cara untuk menghentikan aliran dana,” cetus Menteri Kehakiman Israel, Ayelet Shaked.
Israel menyebut pembayaran itu sama saja mendorong tindak kekerasan lebih lanjut. Terlebih diketahui bahwa banyak warga Palestina yang menganggap para tahanan dan pelaku serangan terhadap warga Israel yang ditembak mati sebagai ‘pahlawan’ dalam konflik dengan Israel. Para pemimpin Palestina juga kerap memuji para pelaku serangan yang tewas sebagai martir.
Dalam keterangannya, Otoritas Palestina menyangkal pembayaran itu mendorong tindak kekerasan dan menyebutnya sebagai bentuk uang kesejahteraan untuk keluarga-keluarga yang kehilangan tulang punggung keluarga.
Pejabat senior Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Ahmed Majdalani, menuduh Israel dan Amerika Serikat (AS) — yang juga memotong ratusan juta dolar AS dana bantuan Palestina — telah melakukan upaya pemerasan. “Pemerintahan pendudukan berupaya menghancurkan kewenangan nasional dalam kemitraan dengan pemerintahan AS yang dipimpin Donald Trump,” sebut Majdalani dalam pernyataannya.
“Ini adalah upaya untuk menekan dan memeras kami,” timpal pejabat senior PLO lainnya, Wasel Abu Youssef. “Bahkan dengan hanya satu dolar tersisa, kami akan membayarkannya kepada keluarga para martir, para tahanan dan korban luka,” tegasnya.(ADI)