Tokyo –
Perdana Menteri (PM) Jepang, Shinzo Abe, akan bertemu pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei dan Presiden Iran, Hassan Rouhani, dalam kunjungan ke Teheran pekan ini. Kunjungan ini disebut sebagai upaya meredakan ketegangan antara Iran dengan Amerika Serikat (AS), sekutu Jepang.
Diketahui bahwa ketegangan antara Iran dan AS semakin meluas sekitar setahun setelah AS menarik diri dari kesepakatan nuklir dengan Iran, yang juga disepakati negara kekuatan global. Kesepakatan itu mengatur pembatasan program nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi-sanksi.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (11/6/2019), PM Abe akan berangkat ke Iran pada Rabu (12/6) besok. Selama berada di Teheran, PM Abe akan bertemu Presiden Rouhani pada Rabu (12/6) waktu setempat dan bertemu Khamenei pada Kamis (13/6) mendatang.
Kunjungan ini merupakan kunjungan pertama ke Iran oleh seorang PM Jepang yang masih aktif menjabat dalam 41 tahun terakhir. Diketahui bahwa Jepang dan Iran selama ini memiliki hubungan dekat dan baru saja memperingati 90 tahun hubungan diplomatik kedua negara.
“Di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, kami berencana mendorong Iran, kekuatan kawasan, untuk bergerak maju dalam meredakan ketegangan dalam pertemuan pemimpin tertinggi,” ucap Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshihide Suga, yang mengumumkan secara resmi kunjungan itu pada Selasa (11/6) ini.
Dituturkan Suga bahwa PM Abe telah berbicara dengan Presiden AS Donald Trump via telepon untuk membahas isu Iran.
Dalam kunjungan selama empat hari ke Jepang bulan lalu, Trump menyambut baik bantuan dari PM Abe untuk mengurusi isu Iran, setelah televisi nasional Jepang, NHK, melaporkan bahwa PM Abe mempertimbangkan kunjungan ke Teheran.
Para pakar menyebut rencana kunjungan PM Abe ke Iran itu sebagai ‘langkah berani’ bagi seorang pemimpin Jepang. Menurut sejumlah pakar diplomatik, PM Abe berada dalam posisi unik berkat hubungan dekatnya dengan Trump yang terjalin sejak pemimpin AS itu menjabat dan hubungan baik antara Jepang dengan Iran.
“Abe berupaya memainkan peran pembawa pesan dan meredakan ketegangan. Itu merupakan langkah berani. Saya pikir itu datang dari keyakinannya dalam hubungan personal dengan Trump,” sebut Toshihiro Nakayama selaku peneliti Jepang pada Wilson Center di Washington, AS.
Jepang diketahui mengharapkan stabilitas di kawasan Timur Tengah tetap terjaga, karena negara itu mengimpor minyak dari kawasan tersebut, meskipun telah berhenti membeli minyak Iran pada tahun ini karena sanksi AS.
Beberapa pakar sedikit mengecilkan prospek dari kunjungan itu. “Tujuan dari kunjungan ini bukan untuk mediasi. Ini pada dasarnya isu bilateral dan jika ada urusan tambahan untuk ditangani, kami akan melakukannya secara hati-hati,” sebut mantan diplomat Jepang, Kunihiko Miyake, dalam pernyataannya.
Kendati demikian, para pakar menyatakan bahwa PM Abe paling mungkin bisa membujuk Iran dan AS untuk kembali pada perundingan langsung.(ARF)