JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menekankan bantuan sosial (bansos) provinsi yang diberikan di daerah untuk warga terdampak COVID-19 berdasarkan data usulan dari RT/RW di kabupaten/kota. Bansos yang akan diberikan tidak untuk semua warga.
“Data yang ada akan kami koreksi. Provinsi Jawa Barat tidak akan pakai kuota-kuotaan. Kami akan menyelesaikan semua kalau dari APBN kurang, kita isi oleh (anggaran) provinsi, dan lain-lainnya,” ujar Emil dalam keterangan tertulis, Selasa (21/4/2020).
Menurut Emil dalam pendataan warga miskin baru kota kabupaten harus mengikuti RT/RW. “Jangan sampai ada gejolak, jangan sampai orang kaya atau orang mampu justru diberikan bantuan,” tegasnya.Untuk itu, Emil meminta bupati/wali kota menyempurnakan data di RT/RW tanpa membatasi jumlah. Pihaknya berprinsip tidak boleh ada orang miskin dan rawan miskin yang terlewat atau tidak diberi bantuan.
“Kalau dari RW misalkan (usulan) yang masuk sepuluh (penerima bantuan), maka kita akan penuhi sepuluh juga. Dengan syarat semua harus menandatangani surat tanggung jawab mutlak oleh kepala dinas sosial kabupaten/kota, sehingga data bisa dipertanggungjawabkan by name by address,” jelasnya.
Dia pun memberi tenggat waktu kepada bupati/wali kota agar menyetorkan data ke provinsi paling lambat 25 April 2020.
“Surat revisi data-data penerima (bantuan) dari kabupaten/kota itu harus kami terima sebagai usulan final,” sebutnya
Emil kembali menjelaskan ada sembilan pintu bantuan pemerintah untuk warga terdampak COVID-19. Pertama, Program Keluarga Harapan (PKH) untuk kelompok warga miskin lama. Kedua, program Kartu Sembako yang akan diberikan kepada kelompok miskin lama.
“Dalam pandemi COVID-19 ini jumlah penerima Kartu Sembako diputuskan oleh pemerintah pusat diperluas dari 2,6 juta penerima menjadi tambahan 1 juta penerima,” ujarnya.
Pintu bantuan ketiga Sembako Presiden. Bantuan ini khusus diberikan kepada warga terdampak COVID-19 di Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi yang sedang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Untuk bantuan ini Jabar mendapat jatah sekitar 450 ribu kepala rumah tangga.
“Jadi, Kota Bogor mohon izin, karena ini di luar kewenangan saya, memang tidak masuk daftar penerima bantuan Sembako Presiden. Alasannya hanya untuk yang menempel kepada Jakarta. Mohon maaf di luar kendali saya,” tuturnya.
Pintu keempat bantuan dari Kementerian Sosial berupa uang tunai. Untuk bantuan ini, Provinsi Jabar mendapat jatah 1 juta kepala rumah tangga penerima. Sedangkan bantuan pintu kelima adalah Dana Desa.
“Sudah diputuskan jatah warga desa yang dibantu oleh dana desa setara Rp 600 ribu kali tiga bulan sejumlah ada 1.046.000 penerima,” jelas Emil.
Pintu bantuan keenam adalah kepada pengangguran dan yang kena PHK dengan statusnya adalah kepala keluarga. Jabar diberi jatah 937 ribu kepala keluarga dengan angka Rp 600 ribu dikali tiga bulan.
Pintu bantuan ketujuh, dari Pemprov Jabar bansos Rp 500 ribu dengan 1/3 tunasi dan 2/3 sembako. Pintu bantuan kedelapan adalah bantuan dari bupati/wali kota. Menurut data sementara yang sudah masuk ke Pemprov Jabar, jumlah penerima bantuan yang akan dibantu melalui anggaran pemda kabupaten/kota sebanyak 620 ribu rumah tangga.
“Terakhir bantuan pintu kesembilan adalah gerakan kemanusiaan pembagian makanan atau nasi bungkus untuk mereka yang tidak ber-KTP, ber-KK, gelandangan, pengemis, anak jalanan, dan lain-lain,” ucapnya.
Emil menambahkan bantuan dari Pemda Provinsi Jabar dibagi dalam tiga kelompok. Pertama, bantuan provinsi untuk menutupi DTKS yang masih kurang; kedua bantuan provinsi yang mayoritas untuk non-DTKS; dan ketiga bantuan provinsi yang akan dicadangkan untuk warga yang terlewat pendataan.
Pada kesempatan ini, dia pun meminta agar pemda kabupaten/kota di Jabar merealokasi anggaran untuk percepatan penanganan dampak sosial pandemi COVID-19 minimal 10 persen dari total APBD kabupaten/kota Tahun Anggaran 2020.
Menurutnya masih banyak pemda kabupaten/kota di Jabar yang merealokasikan anggarannya di bawah 10 persen. Gubernur menggarisbawahi bahwa Menteri Dalam Negeri menginginkan bupati/walikota merealokasi di atas atau minimal 10 persen.
“Kita harus berpartisipasi minimal untuk kebutuhan darurat ini tolong geser lagi, karena diyakini proyek-proyek konstruksi pun tidak akan berlangsung dan tidak akan bisa dilelang dengan situasi COVID-19 ini,” pungkasnya.