JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Pelayanan pertanahan bagi masyarakat masih terkesan sulit sehingga sebagian besar memilih menggunakan kuasa.
Ini terungkap setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kajian ‘Pemetaan Layanan Pertanahan Tahun 2022’ bersama para pejabat di kantor BPN, Rabu, (3/1/2023)
Sebagaimana penjelasan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam kajiannya, mencatat sebanyak 65 persen pengguna dari semua jenis layanan masih menggunakan kuasa baik dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau mitra.
Data ini keluar setelah tim monitoring melakukan analisis terhadap 1.023 berkas layanan pertanahan tahun 2022 pada 12 kantor pertanahan (Kantah) se-Jabodetabek yang dikutif dari info berita KPK.
“Ini adalah potret yang dirasakan masyarakat dan menunjukkan ada gejala dan fenomena rentan potensi korupsi,” ucap Ghufron dalam penyampaian hasil kajian di Ruang Prona, Gedung Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Sedangkan Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyebutkan tujuh dari 12 Kantah di Jabodetabek, sebesar 90 persen layanan peralihan hak menggunakan kuasa. Bahkan seluruh Kantah di Jakarta Utara dan Jakarta Barat 100 persen layanan peralihan menggunakan kuasa.
Masifnya penggunaan kuasa pada saat proses layanan pertanahan disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, jenis layanan pertanahan belum dipahami masyarakat secara jelas, kedua, sebagian besar layanan pertanahan belum online.
Ketiga, layanan pertanahan yang dapat diakses secara online (cek sertifikat, hak tanggungan, surat keterangan pendaftaran tanah, informasi zona nilai tanah) hanya dapat diakses oleh akun PPAT/mitra.
Keempat, layanan pertanahan melalui PPAT/mitra lebih cepat selesai, kelima, layanan peralihan hak mayoritas di-bundling oleh PPAT. “Akibatnya layanan melalui kuasa membuat biaya layanan menjadi lebih mahal dari tarif resmi. Juga membuka peluang terjadinya gratifikasi dari tarif resmi,” terang Pahala.
Permasalahan selanjutnya ialah waktu layanan melebihi Service Level Agreement (SLA) dan terjadi diskriminasi pelayanan.Ditemukan sebesar 74 persen berkas melebihi SLA/SOP, di mana Kantah dengan ketidakpastian paling tinggi ialah Kota Depok 91,14 persen; Kabupaten Bekasi 87,5 persen; dan Kabupaten Bogor 86,9 persen.
Ketidaktepatan SLA terjadi pada tiga jenis layanan yaitu peralihan hak jual beli 90,3 persen; perubahan hak atas tanah 73,4 persen; dan roya sebesar 73,3 persen.
Setelah dilakukan monitoring, penyebabnya ialah tidak ada reward dan punishment untuk pelanggaran SOP, dugaan adanya dukungan dana dari PPAT/mitra, dan ketepatan waktu tidak menjadi target kerja Kantah. Di sisi lain lanjutnya akibat penggunaan kuasa, maka terjadi masalah pengenaan biaya tambahan di luar PNBP yang cukup tinggi.
Penyebabnya ialah sulitnya pengaturan terkait besaran biaya jasa pengurusan layanan pertanahan oleh kuasa dimana biaya ditentukan berdasarkan negosiasi karena pertimbangan ketidakpastian layanan. “Terjadi tindak pidana korupsi berupa pungli, suap, dan gratifikasi sebagai alasan mempercepat/akselerasi layanan,” ujarnya.
KPK turut menemukan permasalahan adanya berkas yang telah selesai namun belum diserahkan. Setidaknya terdapat 12.142 berkas tahun 2021 di 13 Kantah Jabodetabek pada Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP) berstatus selesai namun belum diserahkan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya pemberitahuan kepada pemohon bagi yang belum menginstall ‘Aplikasi Sentuh Tanahku.’
Di sisi lain, lemahnya pengawasan kesesuaian status berkas fisik dengan berkas digital di aplikasi dan penerima kuasa tidak mengambil berkas yang sudah selesai. Jika dibiarkan hal ini akan menimbulkan kerawanan berupa berkas hilang.
Dari semua penjelasan di atas, dapat diambil benang merahnya bahwa pengawasan terhadap layanan pertanahan di Indonesia masih sangat lemah. Di mana Kementerian ATR/BPN masih kurang melakukan pembinaan dan pengenaan sanksi kepada PPAT yang melanggar aturan juga SOP.
“Sehingga hal ini akan berdampak kepada pelayanan yang masyarakat dapatkan. Mulai dari tingginya biaya, terjadi gratifikasi dalam proses pengukuran tanah, dan ketidakpastian layanan dan potensi terjadi penyimpangan,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto mengucapkan terima kasih kepada KPK karena telah melakukan kajian layanan pertanahan. Menurutnya, hasil kajian ini akan dijadikan landasan untuk melakukan upaya perbaikan ke depan.
“Saya akan kumpulkan seluruh stakeholder karena (kajian) ini menjadi tanda tanya kita semua. Saya akan berikan warning (kepada pihak terlibat) supaya pelayanan ke masyarakat membaik,” ujar Hadi.
Pun, untuk menjangkau lebih banyak masyarakat, Hadi berujar bahwa ke depan sosialisasinya akan dimasifkan. Dengan cara memanfaatkan media sosial tentang bagaimana proses dan alur pengurusan layanan pertanahan bagi masyarakat. “Diharapkan cara ini akan membuat masyarakat tidak lagi menggunakan jasa kuasa,” tegas Mantan Panglima TNI tersebut. (AMS)