JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM – KPU menargetkan jumlah partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 sebanyak 77,5 persen. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan mendorong pemilih menggunakan hak pilih akan menjadi sulit pada masa pandemi virus Corona.
“Di masa tidak pandemi pun cukup sulit mendorong pemilih menggunakan hak pilihnya di pilkada, dan bisa semakin sulit di tengah situasi pandemi yang kita hadapi,” ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, saat dihubungi, Kamis (18/6/2020).
Titi mengatakan, di negara-negara yang menyelenggarakan pemilu pada masa pandemi mengalami masalah penurunan partisipasi pemilih. Hal ini karena masyarakat ragu dengan keamanan dan keselamatan.
“Mayoritas negara-negara yang menyelenggarakan agenda pemilu di masa pandemi mengalami problem penurunan partisipasi pemilih yang cukup signifikan, akibat masyarakat yang merasa tidak yakin dengan keamanan dan keselamatan mereka ketika harus berpartisipasi di pemilu di tengah masih tingginya ancaman penyebaran COVID-19,” kata Titi.
Titi menilai, partisipasi masyarakat dalam pilkada mayoritas lebih rendah dari Pemilu. Hambatan menaikkan tingkat partisipasi dinilai bertambah bila masyarakat menganggap Pilkada bukan menjadi prioritas saat ini.
“Pengalaman kita selama ini angka partisipasi pemilih di Pilkada mayoritas lebih rendah daripada partisipasi pemilih di Pemilu nasional, baik legislatif maupun presiden. Dan hambatan itu makin besar apabila masyarakat menganggap, Pilkada bukan lah prioritas bagi mereka yang saat ini sedang terdampak kondisi ekonominya akibat COVID-19 dan lebih mementingkan pemulihan ekonomi ketimbang berpartisipasi di Pilkada,” kata Titi.
“Selain itu kalau pemilih, khususnya di daerah-daerah zona merah masih beranggapan mereka tidak terlalu bisa dijamin keamanan dan kesehatannya dalam berpartisipasi di Pilkada. Maka sangat mungkin akan ada kecenderungan untuk tidak menggunakan hak pilih, daripada membahayakan kesehatan dan keselamatan mereka,” sambungnya.
Menurutnya, bila waktu pelaksanaan Pilkada tidak dapat diundur kembali maka KPU perlu bekerja maksimal dalam meyakinkan pemilih. Hal ini dengan cara, profesionalisme dengan menunjukkan dapat menyelenggarakan Pilkada sesuai dengan protokol kesehatan.
“Kalau memang KPU tidak bisa dan sama sekali tidak memberi alternatif untuk kembali lagi memundurkan pilkada agar bisa punya waktu, persiapan, dan mitigasi risiko, serta antisipasi yang lebih baik. Maka mau tidak mau KPU dan semua pihak yang punya otoritas dan kepentingan harus bekerja keras, untuk meyakinkan pemilih untuk menggunakan hak pilihnya di Pilkada. KPU harus semaksimal mungkin menunjukkan kapasitas, kompetensi, dan profesionalismenya kepada publik bahwa mereka mampu menyelenggarakan Pilkada yang sehat, yang sejalan dengan protokol penanganan COVID-19 dan partisipasi pemilih di Pilkada sama sekali tidak akan membuat mereka terpapar COVID-19,” tuturnya.
Namun, Titi menilai partisipasi pemilih bukan Tugas utama KPU. Melainkan tugas partai politik untuk ikut mendorong masyarakat dalam menggunakan hak pilih.
“Partisipasi pemilih di Pilkada itu bukan tanggung jawab utama KPU, justru partai politik lah yang paling bertanggung jawab dan mestinya berperan dalam mendorong pemilih agar mau menggunakan hak pilihnya,” tuturnya.
Diketahui, KPU akan menggelar Pilkada 2020 pada Desember dengan protokol kesehatan COVID-19 yang ketat. KPU menargetkan jumlah partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 sebanyak 77,5 persen.
“Target yang ingin kami capai masih sama dengan sebelumnya 77,5 persen,” kata Ketua KPU Arief Budiman, di kantornya, yang disiarkan secara live di akun Facebook KPU RI, Kamis (18/6/2020).