JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersama Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI Deding Ishak, menandatangani Nota Kesepahaman. Nota kesepahaman tersebut ditandatangani untuk meningkatkan sinergitas penyelenggaraan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.
Bamsoet mengatakan secara internal, MUI sebagai rumah besar bagi umat muslim Indonesia mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar mewujudkan pemberdayaan umat Islam. Sementara itu, secara eksternal memiliki tanggung jawab yang tidak kalah pentingnya, mewujudkan harmoni dalam kehidupan kebangsaan yang penuh keberagaman.
Usai menandatangani Nota Kesepahaman antara MPR RI dengan MUI secara virtual, hari ini, Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, kemajemukan dan keragaman umat Islam dalam alam pikiran keagamaan, organisasi sosial, dan kecenderungan aliran dan aspirasi politik di satu sisi dapat dimaknai sebagai kekuatan.
Tetapi di sisi lain, semua pihak tidak boleh menutup mata, juga dapat menjelma menjadi kelemahan dan sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri.
“Akibatnya, tidak jarang kondisi ini dapat mengantarkan kita ke dalam egoisme kelompok yang berlebihan, dan mereduksi peluang untuk mengembangkan diri menjadi kelompok yang tidak hanya besar dalam jumlah, tetapi juga unggul dalam kualitas. Disinilah peran penting MUI sebagai wadah silaturahmi ulama, zuama (pemimpin), dan cendekiawan muslim dari berbagai kelompok di kalangan umat Islam,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, MUI sangat berperan sebagai elemen bangsa dalam menciptakan kerukunan kehidupan umat beragama, perbaikan akhlak bangsa; dan pemberdayaan umat Islam dalam semua segi kehidupan.
Bahkan Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar sudah menegaskan bahwa MUI senantiasa mendorong terwujudnya dakwah tanpa mengejek. Mengingat tugas ulama adalah untuk merangkul, bukan memukul, menyayangi bukan menyaingi, mendidik bukan membidik, membina bukan menghina, mencari solusi bukan mencari simpati dan membela bukan mencela.
“Umat islam di Indonesia sudah sejak lama menyadari bahwa negara ini dibangun diatas pondasi kemajemukan. Karena kebesaran hati umat Islam jugalah, Piagam Jakarta yang menjadi cikal bakal pembukaan Undang-Undang Dasar, dikoreksi dengan menghapuskan tujuh kata dari frasa Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Umat Islam Indonesia telah menjadi teladan, bahwa mengedepankan nilai kemanusiaan merupakan pondasi utama terwujudnya persatuan dan perdamaian,” pungkas Bamsoet.(DON)