JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dibekukan. Organisasi ini dianggap telah mewadahi aksi terorisme. Lewat persidangan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membekukan organisasi ini.
Sidang perdana pembubaran JAD digelar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Selasa (24/7/2018). Saat itu, personel kepolisian sudah bersiaga sejak pagi hari.
Sidang ini dipimpin Hakim Ketua Aris Bawono Langgeng dengan dua anggota lainnya, Ratmoho dan Suswanti. Pimpinan JAD Zainal Anshori dihadirkan. Jaksa Penuntut Umum Heri Jerman membacakan dakwaannya. JAD didakwa sebagai korporasi wadah terorisme yang telah menimbulkan korban jiwa.
Dalam dakwaannya, JAD dibentuk atas perintah Aman Abdurrahman pada Agustus 2014 dengan memanggil beberapa pengikutnya, yaitu Marwan alias Abu Musa dan Zainal Anshori, ke Lapas Nusakambangan dan menyampaikan beberapa hal. Aman kemudian membaiat Abu Musa dan Zainal Anshori dengan cara membaca salah satu doa dalam bahasa Arab yang artinya berbaiat kepada pemimpin ISIS Abu Bakar Al-Baghdadi.
“Aman menyampaikan hal dalam pertemuan tersebut, yaitu sesama umat muslim wajib mendukung dan berbaiat kepada khilafah islamiyah dengan pimpinan Abu Bakar Al-Baghdadi dan perlunya ada wadah di Indonesia sebagai hukum islamiyah yang mewadahi dengan manhaz daulah islamiyah,” kata jaksa.
Zainal Anshori selaku pimpinan JAD yang dihadirkan memilih tidak mengajukan eksepsi. “Kami tidak akan ajukan keberatan,” ujarnya. Selanjutnya, Hakim Ketua Aris Bawono Langgeng melanjutkan persidangan dengan pemeriksaan lima saksi, yaitu anggota JAD Syaiful Mutakhit alias Abu Gar, Yadi Supriyadi alias Abu Akom, Joko Sugito, dan Iqbal Abdurrahman. Ditambah saksi ahli korporasi adalah Profesor Sutan Remi Sjahdieni.
Anggota JAD yang menjadi saksi, Joko Sugito, menyebut pendanaan korporasi JAD berasal dari infak atau sedekah dari masjid yang terjangkiti JAD. Joko sendiri merupakan pemimpin JAD Kalimantan dan sering mengisi kajian di masjid-masjid yang menghimpun infaknya. Jumlah infak yang disetor ke bendahara JAD tidak mengikat.
“Nggak mengikat. Tapi kisaran separuh dari infak yang didapat,” ungkap Joko. Dia mengaku pernah menyetor uang sebesar RP 1,5 juta ke bendahara JAD pusat.
Adapun ahli yang dihadirkan, yakni ahli hukum bisnis dari Universitas Indonesia, Profesor Sutan Remy Sjahdeni, mengatakan JAD sah sebagai korporasi meski tak berlandaskan hukum negara. Pembubaran JAD bisa dilakukan dengan cara tidak memberikan ruang gerak dan mematikan organisasi tersebut agar tidak terstruktur lagi.
“Pembubaran ibarat hukuman mati, kalau korporasi bukan badan hukum memang tidak perlu kemudian kalau punya harta kekayaan. Yang dibubarkan kan orang, artinya keputusannya segala macam itu nggak ada eksis. Dilarang melakukan kegiatan sebagai tujuan korporasi,” kata Remy.
Sidang selanjutnya mengagendakan sidang tuntutan pembubaran JAD. Sidang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (26/7/2018). 100 Personel polisi mengamankan sidang ini.
Jaksa menuntut JAD untuk dibekukan dan didenda Rp 5 juta. Soalnya, JAD dinilai terbukti melanggar Pasal 17 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Terorisme.
“Menuntu majelis hakim menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa Jamaah Ansharud Daulah (JAD) yang diwakili pengurus atas nama Zainal Anshori alias Abu Fahry alias Qomarudin Bin M. Ali sebesar Rp 5 juta dan membekukan korporasi atau organisasl Jamaah Ansharud Daulah (JAD), organisasi lain yang beraliliasi dengan ISIS (Islamic State in lraq and Syria) atau DAESH (Al-Dawla Ill-Sham) atau ISIL (Islamic State of Iraq and levant) atau IS (Islamic State) dan menyatakan sebagai korporasi yang terlarang,” kata Jaksa Penuntut Umum, Jaya Siahaan, saat membacakan tuntutannya waktu itu.
Sidang selanjutnya, yakni pada Jumat (27/7/2018) mengagendakan pembacaan nota pembelaan (pleidoi) dari pengacara JAD. Dalam pembelaanya, pihak JAD mengatakan tindakan terorisme yang dilakukan anggotanya bukanlah atas nama JAD dan tanpa sepengetahuan JAD.
“Bahwa anggota dari terdakwa JAD yang melakukan tindak pidana terorisme tersebut dan telah divonis bersalah antara lain Syaiful Mutakhir alias Abu Gar, Yadi Supriyadi, Joko Sugito, dan Abdurrahman Hamidah dilakukan sendiri-sendiri tanpa melibatkan terdakwa secara struktural,” kata pengacara Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Asrudin Hatjani.
Asrudin menyatakan JAD bukanlah organisasi teroris. Maka, tuntutan jaksa untuk membekukan JAD juga tidak tepat. Asrudin juga meminta agar hakim membebaskan JAD dari pembebanan biaya perkara.
“Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan melakukan tindak pidana terorisme dan menetapkan biaya perkara ditanggung negara,” kata Asrudin saat itu.
Terakhir, sidang vonis terhadap JAD digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (31/7/2018). 200 Personel polisi mengamankan sidang putusan pembubaran JAD ini. Pengamanan terbagi hingga empat ring, mulai dari ruang sidang hingga pekarangan pengadilan.
Majelis hakim memutus pembekuan JAD dan membayar denda sebesear Rp 5 juta. Hakim Ketua Aris Bawono menyatakan JAD adalah korporasi yang mewadahi aksi terorisme.
“Menyatakan terdakwa Jamaah Ansharut Daulah atau JAD terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, menetapkan dan membekukan organisasi JAD berafiliasi dengan ISIS (Islamic State in lraq and Syria) atau DAESH (Al-Dawla Ill-Sham) atau ISIL (Islamic State of Iraq and levant) atau IS (Islamic State) dan menyatakan sebagai korporasi yang terlarang,” ujar hakim ketua Aris Bawono.
JAD dijerat dalam Pasal 17 ayat 1 dan ayat 2 Jo Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003.
JAD berada di balik teror-teror bom dan mengakibatkan nyawa manusia melayang. Bom di Samarinda, bom bunuh diri di Jalan MH Thamrin Jakarta, bom Cicendo, hingga bom di Kampung Melayu disebut didalangi JAD. Meski pleidoi, pihak JAD membantah itu namun hakim tetap meyakini aksi teror tersebut ada hubungannya dengan JAD.
Pimpinan JAD Zainal Anshori tidak mengajukan banding atas putusan hakim, melainkan langsung mengacungkan jari telunjuk dan bertakbir, seketika hakim mengetuk palu vonis.
“Setelah dipertimbangkan, klien kami memutuskan tidak mengajukan banding,” kata pengacara JAD, Asludin Hatjani. (MAD)