Jakarta, KHATULISTIWAONLINE.COM –
“Saya sampaikan terkait dengan dugaan ada penyimpangan pemberian kredit modal kerja ekspor (KMKE) oleh lembaga LPEI. Secara umum sebetulnya terkait dengan pembiayaan sebagaimana perbankan, kenapa kemudian kredit itu macet umumnya terjadi karena kurang hati-hatinya komite kredit atau pihak lembaga yang memberikan kredit itu terhadap kondisi dari debitur,” kata Alexander dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024).
Alex menyebut salah satu perusahaan yang menerima fasilitas KMKE dari LPEI ialah PT PE. Dia mengatakan PT PE mendapatkan fasilitas KMKE sebanyak tiga kali, yaitu tahun 2015 sebesar USD 22 juta, 2016 sebanyak Rp 400 miliar, dan tahun 2017 Rp 200 miliar. Jadi, katanya, total KMKE yang disalurkan ke PT PE senilai 22 juta dolar dan Rp 600 miliar.
“Ini bertujuan mendukung modal kerja PT PE dalam usaha niaga umum BBM dan bahan bakar lainnya,” ujarnya.
Dia mengatakan ada dugaan terjadi fraud terkait pemberian fasilitas KMKE ini. Alexander mengatakan komite pembiayaan diduga mengabaikan jaminan kelayakan pengajuan pembiayaan dan indikasi ketidakwajaran dalam laporan keuangan periode Juni 2015 yang dijadikan rujukan memorandum analisa pembiayaan ke PT PE.
“Jadi laporan keuangan PT PE diduga itu tidak mengandung kebenaran. Itu pada laporan PTPE dijadikan rujukan dalam analisis pemberian pembiayaan ke PT PE,” ujarnya.
Alex mengatakan terkait jaminan aset tetap yang diajukan PT PE berupa tiga unit ruangan kantor berpotensi gagal dilakukan pengikatan karena belum terbit sertifikat kepemilikan atas aset itu. Selain itu, lanjut Alex, ada dugaan penggelembungan nilai piutang PTPE.
“Secara keseluruhan jaminan-jaminan yang diberikan PTPE itu lebih kurangnya tidak bisa menutup fasilitas pembiayaan yang diberikan kepada PT PE. Jadi jaminannya rendah, tidak menutup kredit yang diberikan,” tuturnya.
Dia mengatakan terdapat peningkatan aset hingga dua kali lipat karena naiknya piutang dan pencatatan semu atas akuisisi pada PT PE. PTPE diduga memanipulasi laporan keuangan sehingga meningkatkan valuasi PT PE.
“Ini beberapa dugaan fraud yang dilakukan disebabkan tidak telitinya dari eks Komite Kredit dari LPEI dalam menganalisis laporan-laporan keuangan yang disampaikan PT PE,” katanya.
Dia juga mengatakan ada dugaan pelanggaran oleh direksi dan komite pembiayaan dalam pemberian KMKE yang kedua sejumlah Rp 400 miliar. Antara lain, katanya, diduga terdapat pengabaian terhadap jaminan aset tetap PT PE berupa tiga unit ruangan kantor yang belum diikat sempurna karena belum ada sertifikat dan berisiko kegagalan pengikatan jaminan.
Kemudian, komite pembiayaan diduga menyetujui penambahan jaminan berupa fix asset yang belum ada dan belum dilakukan penilaian. “Namun nilai likuiditas tersebut sangat rendah hanya 74% dan dinilai tidak men-cover nilai pembiayaan,” kata Alexander. (DON)