MEDAN, KHATULISTIWAONLINE.COM
Ketua Umum Horas Bangso Batak (HBB) Lamsiang Sitompul SH MH meminta kepada Kejaksaan untuk menghentikan penuntutan terhadap perkara yang disangkakan kepada tenaga kesehatan di Kota Pematangsiantar. Hal ini dikatakan Oleh Lamsiang Sitompul kepada para Wartawan Rabu 24/2-2021. Hukum tidak semestinya tunduk kepada tekanan massa.
“Menurut saya, mereka (tenaga medis,red) tidak dapat ditersangkakan karena disana tidak ada pelanggaran, dan kalaupun ada pelanggaran bukan Penistaan agama.
Mungkin pelanggaran kode etik yang sanksinya berupa teguran, bisa berupa pembinaan atau sejenisnya.
Kalau pasal penistaan agama ini saya pikir terlalu dipaksakan,” kata Lamsiang menanggapi perkara yang merundung empat tenaga kesehatan (nakes) yang kini dijadikan tersangka dan ditahan sebagai tahanan kota.
Sebagaimana diketahui empat pria tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Djasamen Saragih Pematangsiantar, Sumut, ditetapkan sebagai tersangka.
Ke empatnya dijerat kasus penistaan agama usai memandikan jenazah wanita di ruang forensik di rumah sakit milik pemerintah daerah itu pada 20 September 2020.
Menurut Lamsiang, kronologis kejadian sudah jelas bahwa ada kondisi emergency setelah almarhumah meninggal karena Covid telah diberitahu kepada suaminya tidak ada tenaga kesehatan perempuan untuk memandikan jenazah.
“Kepada suami almarhumah diminta untuk mencari orang yang bisa memandikan jenazah perempuan namun tidak ada.
Kemudian suaminya membuat surat pernyataan bahwa terhadap istri bersedia dimandikan oleh tenaga kesehatan yang ada, tetapi entah mengapa kemudian dia keberatan dan melapor,” ujarnya.
Seharusnya di tingkat Kepolisian perkara ini juga harus dihentikan, namun kondisinya saat ini perkara telah P21, untuk itu Lamsiang meminta agar pihak kejaksaan menghentikan penuntutan.
“Dalam istilah hukum disebut Deeponering dimana terhadap Perkara yang sudah P21 dihentikan Penuntutannya dan menerbitkan SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan).
Dengan kata lain tidak semua perkara yang sudah P21 harus dilanjutkan ke penuntutan .
Jaksa Penuntut Umum berhak mengesampingkan perkara demi kepentingan umum, hal ini pernah terjadi saat kasus dugaan suap dan pemerasan oleh Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah atau yang lebih sering disebut sebagai kasus Bibit- Chandra dimana perkaranya dihentikan oleh Kejaksaan Agung.
“Kepentingan umum dalam hal ini apa? Bahwa saat ini tenaga medis itu sangat dibutuhkan pada saat pandemik Covid-19, disitu jelas uraiannya tidak ada tenaga medis lain khususnya tenaga medis perempuan.
Jadi ini sifatnya emergency, untuk itu kasus ini harus menjadi catatan.
Di sisi lain kapolri yang baru ini juga mencanangkan adanya restoratif justice, yaitu penanganan perkara tidak semata mata mengajukan ke Penuntut Umum tapi mengupayakan penyelesaian dengan mengutamakan keadilaan restoratif.
Di Sumatera Utara sendiri hal ini pernah dilakukan dalam perkara penghinaan terhadap Bupati Pakpak Barat dimana Perkara sudah P21 namun dihentikan penuntutannya oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dalam hal ini Lamsiang Sitompul menjadi Kuasa Hukum yang mendampingi Tersangka.
Sekali lagi, hukum jangan tunduk di bawah tekanan massa.
Dalam hal ini sangat terlihat, karena adanya tekanan massa sehingga perkara ini jadi maju.
Saya berharap agar aparat hukum jangan mau tunduk di bawah tekanan massa. Kita minta perkara ini dihentikan penuntutan nya karena jelas alasannya demi kepentingan umum,” tegas Lamsiang Sitompul.
Sebagai mana diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana sebagai Lex Generalis (Hukum Umum) Pasal 14 huruf h menyatakan bahwa; Penuntut Umum mempunyai wewenang menutup perkara demi kepentingan hukum.
Kemudian Pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagai Lex Specialis (Hukum Khusus), Pasal 35 huruf c, Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.
Pada penjelasan ketentuan Pasal 35 c disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.
Sementara kalau kita baca pasal tentang penistaan agama yang sesuai pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 menyatakan: “Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu” dan kita kaitkan dengan tindakan yang di lakukan oleh para tenaga kesehatan tersebut sangat tidak memenuhi unsur dari pasal tersebut.
Oleh karena itu demi tegaknya hukum dan keadilan perkara ini haruslah dihentikan penuntutannya, kata Lamsiang.
Apakah lebih penting memenjarakan para tenaga kesehatan daripada mengharap masih ada tenaga kesehatan yang menangani pemulasaraan jenazah tanya dia .
Kalau ini terjadi tenaga kesehatan yang memandikan jenazah di rumah sakit Pematang Siantar tidak ada lagi lalu akan diapakan jenazah yg ada di rumah sakit tersebut, keadilan seperti apakah yang terjadi.
Menurut Lamsiang kalau sampai tenaga medis tersebut dihukum itu merupakan kemunduran dari peradaban manusia.(JRS)