JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menghadirkan ahli pemuka agama Katolik dalam sidang perluasan makna pasal asusila. Sidang kali ini membahas sudut pandang moral dan hukum.
Sidang ke-16 yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman mendengarkan pandangan ahli dari Andang L. Binawan dari pihak KPI. Sidang ini juga dihadiri pemohon guru besar IPB, Euis Sunarti dkk yang merasa dirugikan terhadap pasal asusila.
Dalam paparannya Andang menjelaskan pandangan moral dan hukum. Dalam hal ini pasal asusila merupakan permasalahan moral yang diatur oleh hukum.
Hukum yang dimaksud dalam pasal asusila ini harus dirumuskan secara ketat dan seminimal mungkin. Hukum bukannya suatu hal yang harus diperluas makna sehingga dapat menimbulkan ketidakadilan.
Tidak seperti sidang-sidang sebelumnya, penjelasan ahli dari KIP mengundang banyak tanya dari meja hakim. Seperti hakim anggota Manahan Sitompul yang menanyakan peran hukum dalam permasalahan asusila.
“Tapi manusia banyak godaan, sering melihat dunia yang telah terpikat hatinya, sehingga akan lari dari itu. Bagaimana menurut Romo,” ujar Manahan dalam persidangan di Gedung MK Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (6/12/2016).
Manahan menanyakan kontrol hukum pidana diperlukan, ketika iman seseorang tidak kuat. Dalam hal ini hukum menjadi jawaban atas persoalan zina.
“Karena kita hidup sekarang di dunia arahnya nanti ke surga itu yang harus dipedomani,” sambungnya.
Sementara hakim konstitusi I Dewa Palguna menanyakan sudut pandang moral dari agama Katolik. Sehingga dalam hal ini negara dapat mengambil sikap khususnya dalam pasal asusila.
“Adanya irisan di situ menyebabkan permohonan kini hadirkan di sini. Mungkin ada sudut pandang yang kadang-kadang tebal dalam irisannya, atau oleh Romo irisannya tipis sehingga kita ingin menemukan irisan yang tepat,” papar Palguna.
Palguna pun memberikan analogis hewan landak yang kedinginan. Kedua hewan tidak bisa saling menghangatkan tubuhnya karena terhalang duri.
“Sehingga mereka mendapatkan jarak yang tepat, untuk saling menghangatkan. Mungkin sederhananya terbangun nilai toleransi,” cetus Palguna.
Sidang itu digelar atas permintaan pemohon guru besar IPB Bogor, Euis Sunarti. Selain Euis, ikut memohon akademisi lainnya, yaitu Rita Hendrawaty Soebagio SpPsi MSi, Dr Dinar Dewi Kania, Dr Sitaresmi Sulistyawati Soekanto, Nurul Hidayati Kusumahastuti Ubaya SS MA, Dr Sabriaty Aziz. Ada juga Fithra Faisal Hastiadi SE MA MSc PhD, Dr Tiar Anwar Bachtiar SS MHum, Sri Vira Chandra D SS MA, Qurrata Ayuni SH, Akmal ST MPdI, dan Dhona El Furqon SHI MH.
Mereka memohon pasal-pasal asusila dalam KUHP yaitu:
1. Pasal 292 KUHP berbunyi:
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Dalam khazanah akademik, pasal di atas dikenal dengan pasal homoseksual dengan anak-anak. Tapi, menurut Euis dkk, pasal itu seharusnya juga berlaku untuk ‘korban’ yang sudah dewasa. Sehingga pemohon meminta pasal itu berbunyi:
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
2. Pasal 284 ayat 1 KUHP, yang berbunyi:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan seorang pria dan wanita yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
Euis meminta pasal yang dikenal dengan ‘pasal kumpul kebo’ itu diubah menjadi lebih luas, yaitu setiap hubungan seks yang dilakukan di luar lembaga perkawinan haruslah dipidana. Sehingga berbunyi:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan seorang pria dan wanita yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
3. Pasal 285 KUHP yang berbunyi:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Euis dkk meminta pasal pemerkosaan tidak hanya berlaku kepada lelaki atas perempuan, tetapi juga lelaki terhadap lelaki atau perempuan terhadap perempuan. Sehingga pasal itu berbunyi:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. (MAD)