JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Kulon Progo, DIY, bukan daerah endemis antraks. Namun belakangan, ada kasus mirip serangan antraks. Kementerian Pertanian pun turun untuk menelusuri.
Serangan antraks ini terungkap setelah sejumlah orang terkena penyakit kulit pada Desember 2016. Tim RSUP Dr Sardjito Yogyakarta mengecek dan berdasarkan hasil laboratorium, penyakit tersebut ditengarai sebagai antraks.
Direktur Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Fadjar Sumping Tjatur Rasa dalam rilisnya, Sabtu (21/2017), 1 sapi dan 18 kambing di beberapa desa di Kulon Progo mati mendadak dan tidak dilaporkan ke instansi terkait. Baru setelah ada kasus pada manusia, kejadian itu diketahui.
Laporan masuk ke Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates pada 10 Januari 2017. BBVet merupakan kepanjangan tangan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. Berdasarkan hasil uji laboratorium BBVEt telah terjadi dugaan antraks tipe kulit yang mengakibabatkan kematian 1 sapi dan belasan kambing.
“Sampai saat ini 17 kambing dan 1 sapi mati,” kata Fadjar.
“Ada 16 orang yang menderita antraks tipe kulit. 15 di antaranya sembuh, dan 1 meninggal. Untuk kasus meninggal, belum bisa dipastikan (antraks) karena yang bersangkutan juga sakit diabetes dan jantung serta berusia lanjut (78 tahun),” tambah Fadjar.
Untuk menangani kasus ini, Kementan membentuk tim yang diketahui Sekda dan melibatkan Dinkes, BBVet, dan instansi terkait. Juga mendirikan posko dan membatasi lalu lintas ternak.
“Selain itu juga mengobati ternak, memberi vaksin, desinfektan, hingga sosialisasi,” jelas Fadjar.
Menurut Fadjar, koordinasi terus dilakukan. Harapannya, kasus tersebut tidak meluas.
Sementara Sekjen Dewan Peternak Rakyat Nasional, Ade Zulkarnaen, dalam kesempatan terpisah, meminta pemerintah tidak fokus pada daerah wabah saja. Tapi harus memantau secara menyeluruh. Menurut dia, jangan sampai muncul persepsi kemunculan wabah ini membuat masyarakat tak mau mengonsumsi daging sapi lokal.
“Lalu ujung-ujungnya memuluskan impor daging,” kata Ade.(MAD)