JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Kondisi kemacetan yang terjadi di Ibukota Jakarta dan sekitarnya sudah menjadi persoalan sosial. Kemacetan nyaris terjadi setiap hari di seluruh ruas jalan. Parahnya, sejauh ini belum ada solusi yang mumpuni untuk mengatasinya. Banyak faktor yang menjadi penyebab kondisi ini. Salah satunya yang memiliki andil besar adalah jumlah kendaraan bermotor, ini dikarenakan pertumbuhannya mengalami kenaikan cukup luar biasa.
Tingginya pengguna ataupun pemakai kendaraan bermotor dikarenakan pertumbuhan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat, plus berbagai kemudahan yang diberikan lembaga perkreditan saat ini. Hal itu tak sepadan dengan infrastruktur jalan yang digunakan untuk kendaraan bermotor tersebut. Dampaknya secara sosial kemasyarakatan adalah fenomena macet yang terjadi hampir setiap hari kerja, bahkan pada hari libur.
Dalam pengamatan Pemimpin Redaksi Surat Kabar Khatulistiwa, Jhon Eilbert, secara utuh banyak faktor yang mengakibatkan kemacetan seperti kesadaran manusianya, pengaruh alam, dan keterbatasan petugas.
Prilaku masyarakat juga turut andil mengakibatkan kemacetan. Kurangnya kesadaran terhadap
aturan berlalu lintas, mengakibatkan arus lalu lintas menjadi semrawut. Kemacetan juga tidak terlepas dari kondisi tempat parkir yang kurang tertata dengan baik, dan pengendara sepeda motor yang saling serobot karena menganggap dirinya paling butuh dengan waktu, atau ketika dalam keadaan macet tidak ada yang mau mengalah. Padahal menurut Jhon Eilbert yang juga Pemimpin Redaksi/Penanggungjawab Khatulistiwa itu, aturan kemacetan hanya sepuluh menit, tapi dalam kenyataannya sampai berjam-jam lamanya sehingga menimbulkan kepanikan bagi semua pihak.
Masyarakat kata Jhon Eilbert harus membantu persoalan ini, karena kemacetan merupakan tanggung jawab bersama, dan seluruh warga membantu mengurai kemacetan. Pemerintah juga harus mengambil kebijakan dan langkah konkrit dalam mencari solusi terbaik agar di masa mendatang persoalan kemacetan bisa diminimalisir.
Jhon Eilbert menilai, rekayasa lalu lintas ataupun pengalihan arus kendaraan bahkan pembukaan dan penutupan jalan di sejumlah ruas jalan belum optimal dalam mengatasi kemacetan. Sebenarnya langkah yang dilakukan pihak kepolisian sudah bagus untuk memaksimalkan infrastruktur dengan format rekayasa. Namun hal itu tidak bisa menjadi patokan akan lancarkan arus lalu lintas lantaran masih banyak aspek yang perlu dibenahi.
Dia merinci beberapa aspek yang masih luput atau diabaikan adalah seperti penegakan penertiban parkir liar yang berada di badan jalan, dan pengendara sepeda motor yang tidak sabar serta para pedagang kaki lima yang kerap memicu timbulnya kemacetan yang berkepanjangan.
Selain kemacetan yang perlu diatasi, peningkatan volume ruas jalan pun mesti ikut dipikirkan, dan yang terpenting diharapkan dari pihak kepolisian adalah ketegasan disiplin terkait prilaku pengguna jalan yang kerap menimbulkan kemacetan. Meski hal ini dilakukan, masih menurut Jhon, persoalan kemacetan bukan hanya menjadi masalah buat kepolisian, melainkan persoalan ini merupakan masalah bersama yang harus diatasi oleh seluruh elemen masyarakat.
“Untuk mengurai kemacetan lalu lintas adalah tanggung jawab bersama merupakan jawaban yang tepat. Selama ini jawaban klasik yang diberikan adalah pertambahan panjang ruas jalan tidak sebanding dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor. Pertambahan kendaraan bermotor itu berlangsung seperti deret ukur, sedangkan pertambahan panjang ruas jalan berlangsung seperti deret hitung,” katanya.
Jawaban klasik itu tidak sepenuhnya benar karena hal itu tidak menggambarkan kompleksitas dari penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas. Mengingat, kemacetan lalu lintas tidak hanya terjadi karena tidak sebandingnya pertambahan panjang ruas jalan dengan pertambahan kendaraan bermotor, tetapi juga karena buruknya manajemen lalu lintas; buruknya pengembangan tata kota; banyaknya gedung (termasuk di kantor, sekolah, toko, atau restoran) yang tidak memiliki lahan parkir yang memadai; rendahnya disiplin pengendara kendaraan bermotor dalam berlalu lintas. Kondisi ini diperparah angkutan umum yang menunggu penumpang (ngetem) di depan terminal atau di persimpangan jalan; pedagang pasar tradisional yang menggunakan badan jalan sebagai tempat menjajakan barang dagangannya; serta rendahnya tingkat penindakan oleh polisi lalu lintas terhadap pelanggar tanda dan rambu lalu lintas.
Rendahnya disiplin pengendara kendaraan motor dalam berlalu lintas, terutama dalam mematuhi tanda dan rambu lalu lintas, menjadi pemandangan sehari-hari. Dengan mudah dapat ditemui, pengendara sepeda motor yang tidak mematuhi lampu lalu lintas, atau melaju dari arah berlawanan di ruas jalan searah, atau berbelok di jalan yang jelas-jelas dilengkapi rambu dilarang belok. Budaya malu karena melakukan kesalahan, atau karena melakukan pelanggaran, kelihatannya sudah semakin menjauhi negeri ini.
Beberapa tips untuk menghindari kemacetan, jangan menganggap diri kita paling butuh waktu, semua pihak harus menghilangkan ke egoan. Kalau berhenti di jalan, usahakan yang lain tetap bisa melintas dengan lancar. Meski demikian, melihat kompleksnya persoalan kemacetan lalu lintas, sudah saatnya semua pihak sepakat mengatakan, ” bahwa kemacetan lalu lintas adalah masalah kita bersama, karena itu pula penanganannya juga harus dilakukan bersama-sama”. (ADI)