Addis Ababa –
Keluarga korban tragedi Ethiopian Airlines mengkritik keras rencana Boeing untuk mendonasikan dana sebesar US$ 100 juta (Rp 1,4 triliun) untuk korban dua kecelakaan Boeing 737 MAX. Pihak keluarga korban menyebut rencana Boeing itu terlalu samar.
Seperti dilansir Reuters dan Channel News Asia, Jumat (5/7/2019), keluarga korban juga mengeluhkan bahwa mereka tidak diajak konsultasi terlebih dulu sebelum Boeing mengumumkan rencana donasi itu pekan ini.
Dalam pengumumannya pada Rabu (3/7) waktu setempat, Boeing menyatakan dana sebesar US$ 100 juta akan disalurkan untuk keluarga korban tragedi jatuhnya Lion Air JT 610 dan Ethiopian Airlines ET 302. Kedua kecelakaan yang sama-sama melibatkan Boeing 737 MAX itu menewaskan total 346 orang.
Boeing dalam pernyataannya menyebut dana sebesar itu akan digunakan untuk mendukung program pendidikan, biaya hidup dan kegiatan komunitas keluarga korban. Dana sebesar itu, sebut Boeing, akan disalurkan secara bertahap dalam beberapa tahun ke depan.
Dana yang disebut Boeing sebagai ‘investasi awal’ ini, akan disalurkan melalui pemerintah setempat dan organisasi non-profit yang tidak disebut lebih namanya oleh Boeing. Dana ini terpisah dari tuntutan hukum yang diajukan keluarga korban terkait dua tragedi Boeing 737 MAX.
Beberapa keluarga korban mengeluhkan bahwa pengumuman Boeing itu memicu panggilan-panggilan telepon tak diharapkan dari para kerabat dan kenalan yang meyakini mereka baru saja menerima kompensasi.
“Ini tidak bisa diterima. Mereka (Boeing-red) tidak berkonsultasi dengan kami, kami baru mengetahuinya pagi ini,” tutur Quindos Karanja, pria asal Kenya yang kehilangan istri, putri dan tiga cucunya dalam tragedi Ethiopian Airlines pada 10 Maret lalu. “Ini bukan dengan niat baik,” sebut Karanja yang pensiunan guru ini.
Keluarga korban menyayangkan sikap Boeing yang sama sekali tidak memberikan informasi awal kepada mereka soal rencana donasi tersebut. “Ini seperti menabur garam ke luka … Mereka tidak berkonsultasi dengan keluarga manapun,” ucap seorang pengacara asal Kenya, Kabau-Wanyoike, yang adiknya ada di dalam pesawat nahas tersebut. Keluarga Kabau telah mengajukan gugatan hukum secara terpisah terhadap Boeing.
“Orang tua saya sudah diganggu orang-orang yang menelepon untuk bertanya ‘Uangnya sudah datang?’,” imbuhnya.
Keluarga korban lainnya yang berasal dari Kenya, menyebut keluarganya khawatir soal keamanan di negara yang marak penculikan untuk uang tebusan.
“Boeing juga ingin menunjukkan bahwa mereka punya nama baik, tapi mereka bisa menempatkan korban dalam bahaya,” ucapnya, sembari menambahkan dirinya tidak menentang dukungan finansial Boeing, namun mengharapkan hal itu bisa dilakukan lebih hati-hati.
Nomi Husain, seorang pengacara Amerika Serikat (AS) yang mewakili tujuh keluarga korban termasuk keluarga Kabau, menyatakan semua kliennya memberi reaksi negatif terhadap pengumuman Boeing itu.
“Mereka mengatakan: ‘Jika mereka (Boeing-red) ingin membantu kami, bukankah mereka tahu siapa kami? Bukannya mereka punya nama kami?’,” ujarnya. “Mereka tidak bisa mengubah jalan cerita bahwa mereka mengutamakan profit di atas keselamatan,” tegas Husain.(MAD)