DENPASAR, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Gubernur Bali I Wayan Koster melihat adanya ketidaksinkronan dalam pemasaran minuman beralkohol. Menurutnya, Bali sebagai destinasi wisata membutuhkan pasokan miras yang cukup tinggi bagi wisatawan.
“Sekarang ini, dengan produksi yang ada, tercatat 92 persen miras yang beredar di Bali itu impor dan hanya 8 persen yang diproduksi di masyarakat lokal Bali. Kan nggak benar ini. Kemudian nilainya Rp 7 triliun dari bea cukainya saja, belum lagi segi omzetnya,” kata Koster dalam keterangan tertulis, Selasa (2/3/2021).
Karena itu, Koster menyambut baik terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Hadirnya Perpres dia nilai dapat memperkuat regulasi di daerah dan sekaligus untuk menata dan memperkuat kearifan lokal di Bali yang bisa digeluti oleh masyarakat.
“Jadi untuk menghindari praktik ilegal yang menyusahkan masyarakat, maka hadirnya perpres ini untuk memperkuat regulasi kami di daerah untuk menata, bukan membolehkan secara bebas. Apalagi arak dan brem di Bali dipakai juga untuk sarana upacara keagamaan dan kesehatan masyarakat,” tegas Koster.
Mengenai penjualan arak Bali ini, Koster menyatakan tidak boleh dijual secara bebas, seperti ke sekolah dan tempat umum. Namun para perajin arak Bali inilah yang akan membuat koperasi dan dijual ke koperasi tersebut.
“Jepang punya sake, Korea punya soju, negara lain punya wiski. Namun kita juga punya kearifan lokal, yang menurut saya kualitasnya tidak kalah saing,” kata Ketua DPD PDIP Bali itu.(DAB)