JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Praktik pemerasan dan suap-menyuap dalam perkara pidana narkoba telah menjadi rahasia umum. Kejahatan yang sebetulnya ada, tapi terkesan sulit diungkapkan.
Beragam pola pemerasan diduga terjadi di setiap tahapan proses hukum. Mulai dari penangkapan dan penyidikan di kepolisian, dakwaan dan tuntutan di kejaksaan, vonis hakim, bahkan kehidupan di penjara yang melibatkan petugas lapas.
Perputaran uang dari bisnis narkotika memang menggiurkan. Menjadikan bisnis ini lahan basah bagi siapapun, tak terkecuali aparat penegak hukum, yang berniat mengeruk kekayaan.
Modus operandi yang dilakukan oknum aparat bermacam-macam, mulai dari suap, pemerasan, hingga kriminalisasi konsumen narkoba, bahkan terlibat jadi bandar.
Ironisnya, oknum aparat yang terlibat dalam perkara bandar narkoba tidak hanya melibatkan yang berpangkat rendah, tapi juga yang sudah menyandang bintang dua di pundaknya dengan jabatan sebagai Kepala Kepolisian Daerah ( Kapolda) seperti Irjen Teddy Minahasa.
Dalam kasus Jenderal bintang dua,Teddy Minahasa divonis seumur hidup. Mantan Kapolda Sumatra Barat Irjen Pol Teddy Minahasa divonis dengan pidana penjara seumur hidup dalam kasus peredaran gelap narkoba.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat menilai Teddy terbukti melakukan tindak pidana menawarkan untuk dijual, menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 gram.
“Perbuatan terdakwa telah mengkhianati perintah Presiden dalam menindak narkoba,” kata Ketua Hakim Jon Sarman Saragih, Selasa (9/5/2023) lalu.
Kabar tak sedap menyangkut perkara narkoba juga datang dari Medan, Sumatera Utara. Sebagaimana ramai diberitakan media lokal dan nasional, seorang oknum Polisi berpangkat AKBP diduga sempat menawari uang sebesar Rp 3 miliar kepada Safaruddin, pengacara tersangka kasus narkoba bernama M Yakob.
Sogokan itu diduga dilakukan agar Safaruddin tidak mengadu lagi soal dugaan penggelapan barang bukti 12 kg ke Mabes Polri.
“Jadi usai saya memuat laporan ke Mabes Polri ada personel berpangkat AKBP yang menghubungi malam-malam. Dia ini minta bantu dan bilang kalau tidak terjadi kesepakatan, komunikasi itu dianggap tidak ada,” kata Safaruddin.
Dia mengatakan komunikasi tersebut terjadi pada 9 Mei 2023 yakni satu hari sebelum dirinya akan diperiksa Propam Polda Sumut. Tawaran tersebut disampaikan oknum itu melalui pertemuan langsung dan saluran telepon.
“Dia minta saya mengubah statemen dari angka sabu 32 kg menjadi 20 kg. Awalnya dia bilang mau kasih Rp 1 miliar, tapi saya tidak mau. Lalu, naik lagi, Rp 3 miliar. Setelah itu saya tidak mau berkomunikasi lagi. Karena mau berapa pun saya tidak mau,” ujarnya. (JRS)