JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) Polri semakin matang. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, terpapar garis besar struktur Densus Tipikor yang rencananya mulai beroperasi di akhir 2017 ini.
“Struktur Densus ini akan dibawahi seorang (jenderal) bintang dua. Akan dibentuk Satgas Tipikor di kewilayahan yang dibagi 3 tipe dan kedudukan Kadensus (Kepala Densus) berada langsung di bawah Kapolri,” ujar Tito di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (12/10/2017).
Densus Tipikor Polri akan menempatkan Satgas di 33 kepolisian daerah (polda) dan satgas akan dibagi menjadi 3 tipe, yaitu A, B dan C. Namun Tito belum menerangkan secara detail pembagian provinsi pertipe satgas.
“6 (polda) Satgas tipe A, 14 (polda) Satgas tipe B, dan 13 (polda) Satgas tipe C,” ucap dia.
Mantan Kepala BNPT ini mengaku telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi dan Bikrokasi (KemenPAN-RB) terkait jumlah personel yang akan direkrut Polri ke dalam Densus Tipikor. Dia juga telah berkoordinasi soal total anggarannya.
“Belanja pegawai 3.560 (personel) sebesar Rp 786 M, barang untuk operasi lidik (penyelidikan) dan sidik (penyidikan) Rp 359 M, belanja modal Rp 1,55 T. Total semuanya Rp 2,6 T,” jelas Tito.
Anggaran tersebut, jelas Tito, sudah termasuk biaya pembentukan sistem, pembelian sarana untuk penanganan kasus, biaya operasional dan biaya lain-lain.
Tito juga menyampaikan tawaran kepada Kejaksaan Agung untuk bergabung ke dalam Densus Tipikor, meski Jaksa Agung HM Prasetyo di beberapa kesempatan menyatakan menolak. Tito mengungkapkan tujuan polisi dan jaksa digabungkan dalam ‘satu atap’ agar koordinasi penanganan perkara antara penyidik dan penuntut umum seperti KPK.
“Kelebihan di KPK, koordinasi langsung tanpa mengurangi kewenangan kejaksaan,” tutur Tito.
Namun Tito menerangkan, tujuan pembentukan Densus Tipikor bukan untuk menandingi KPK. Menurut dia, kehadiran Densus dapat membantu KPK lebih fokus menangani perkara-perkara korupsi yang besar.
“Saya berpendapat dengan adanya Densus ini, teman-teman KPK bisa fokus ke masalah yang besar, sedangkan Densus bisa fokus kepada wilayah-wilayah, sampai ke desa,” terang Tito.
“Densus ini kan bisa (tangani kasus) yang besar, bisa yang kecil karena kan jaringannya, jumlah (personel)-nya lebih, banyak hampir 3.560. Jadi (Densus Tipikor) lebih masif penindakannya, kolaborasi semua pihak termasuk kejaksaan. Jangan dianggap kompetitor (KPK)-lah,” sambung Tito.
Anggota Komisi III Fraksi PKB, Abdul Kadir Karding, meminta Densus Tipikor berani mengusut korupsi di lingkungan TNI jika terjadi.
“Jadi saya berharap agar berani masuk ke lingkungan TNI karena KPK nggak berani masuk ke TNI saya lihat,” ujar Karding kepada Kapolri saat RDP.
Sementara itu Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, mendukung pembentukan Densus Tipikor Polri. Menurutnya tugas pemberantasan korupsi jangan hanya diemban satu institusi saja.
“Yang jelas prinsipnya kita mendukung setiap upaya penegakkan hukum dan jangan sampai masalah korupsi itu hanya satu institusi saja seolah-olah begitu,” ucap politisi Gerindra itu, saat dimintai pendapat soal anggaran Densus Tipikor Polri. (NGO)