Canberra –
Jumlah penduduk Australia akan melewati angka 25 juta hari Selasa (7/8/2018) demikian proyeksi yang dilakukan oleh Biro Statistik Australia (ABS), dengan pertambahan penduduk dari luar negeri lebih tinggi dari angka kelahiran.
Menurut penghitungan ABS, jumlah penduduk Australia bertambah 1 orang tiap 83 detik, dan jumlah 25 juta jiwa itu akan dicapai jam 11 malam.
Tidak mungkin untuk mengetahui siapa yang akan menjadi warga negara ke-25 juta tersebut, namun pengamat politik George Megalogenis mengatakan kemungkinan orang itu adalah mahasiswa atau pekerja trampil perempuan muda asal China.
“Dua kelompok migran terbesar di Australia sejak awal abad ke-21 adalah dari China dan India.” katanya kepada program The World.
“Jadi semakin banyak jumlah warga China dan India dari kedua negara tersebut yang menjadi warga negara.”
“Sejak tahun 2005, lebih banyak orang dari luar negeri yang menjadi warga negara dibandingkan dari pertumbuhan alami, jadi lebih banyak migran dibandingkan bayi yang baru lahir.”
“Cerita terbesar di abad ke-21 di Australia adalah kisah migran.”
Jumlah migran bersih dari luar negeri – jumlah kedatangan dikurangi yang meninggalkan Australia – saat ini mencakup 62 persen dari pertumbuhan penduduk dengan kelahiran alami mencakup 38 persen.
“Statistik sebelumnya adalah ketika terjadi kedatangan migran untuk menambang emas (gold rush) di tahun 1850-an.” kata Megalogenis.
‘Udara segar, langit biru dan makanan enak’
Bila dilihat dari jumlah kedatangan, maka warga yang lahir di China merupakan kelomppok migran terbesar yang datang ke Australia dengan jumlahnya mencapai 15,8 persen dari total mereka yang datang.
Ketika dibagi per kategori, mahasiswa internasional merupakan jumlah kedatangan terbesar, dan China menjadi negara terbesar dari sisi tempat kelahiran mahasiswa internasional yang ada di Australia.
Jinghua Liang (20 tahun) mahasiswi University of Melbourne mengatakan dia tertarik dengan masyarakat multikultur Australia dan gaya hidupnya.
“Saya kira hal pertama yang saya bayangkan mengenai sekolah di Australia adalah udara segar, langit biru, dan makanan yang enak, dan ibu saya mengatakan mengenai emu, kanguru, sebagai hal yang menarik.” kata Liang.
“Orang-orang bisa menikmati hidup mereka, bukan sekedar bekerja mencari nafkah. Mereka meniikmati akhir pekan dan liburan. Saya merasa kehidupan di Australia lebih santai.”
Liang mahasiswi bidang jurnalistik ini terkejut mengetahui bahwa warga negara ke-25 juta Australia besar kemungkinan adalah perempuan asal China.
“Banyak teman saya memiliki kemampuan bahasa Inggris bagus sekali dengan aksen Australia, namun banyak yang tidak mau tinggal di sini.” katanya, sambil menambahkan bahwa banyak mahasiswa yang memilih pulang kembali ke China karena alasan budaya.
“Saya lebih memilih untuk tinggal di sini (kalau bisa). Saya suka dengan lingkungan multikultur, akan bagus bagi saya sebagai penulis atau wartawan, karena saya memiliki lebih banyak kebebasan dan lebih banyak cerita yang bisa ditulis.”
Bila Liang nantinya menetap di Australia, dia akan bergabung dengan semakin banyaknya perempuan muda asal China yang berpendidikan yang memutuskan menetap di sini.
“Setiap kali saya membaca statistik ini, saya terkejut. Populasi warga kelahiran China di Australia dominan perempuan, dan ini merupakan pengecualian terbesar diantara kelompok migran yang ada di sini.” kata Megalogenis.
“Dan melihat mereka adalah kelompok yang muda dan sangat berpendidikan, pertanyannya adalah laki-laki asal mana yang akan menikahi mereka?.”
Megalogenis memperkirakan pernikahan antara perempuan China dengan pria asal India, akan semakin banyak terjadi di masa mendatang, dan menjadi kecenderungan berlanjut dalam sejarah kependudukan Australia.
Ini disebabkan karena migran asal India kebanyakan adalah pria.
“Salah satu keberhasilan besar di abad 19 di Australia adalah tidak merebaknya sektarianisme.”
“Pernikahan campuran terbesar di abad 19 yang menciptakan apa yang kita lihat sebagai para tetua di Australia sekarang adalah pria protestan asal Inggris, dengan perempuan Katolik asal Irlandia.”
“Saya cenderung melihat bahwa pernikahan campur antara perempuan China dan pria India dalam 20, 30 tahun mendatang merupakan versi baru dari apa terjadi dulu, dan bisa mempersatukan antar latar belakang etnis.”(ADI)