JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Setelah Jakarta Corruption Watch (JCW) melaporkan dugaan penyelewengan dana bantuan sosial ( Bansos ) Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) tahun 2015 sebesar Rp 105, 5 miliar ke Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Banten hingga ke Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia ( KKRI ) serta Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan ( Jamwas ), pihaknya mendesak dua instrumen negara bidang eksternal dan internal pengawasan kejaksaan itu berkeinginan kuat untuk mengusut penyaluran dana menjelang pemilukada serentak, 7 Desember lalu tersebut.
Hal itu dikatakan Koordinator JCW, Manat Gultom kepada SK Khatulistiwa di areal Kejagung Jalan Sulatan Hasanuddin No. 1 Kebayoran Baru jakarta Selatan, Selasa, (8/11). Menurutnya, KKRI dan Jamwas harus prisnsip best practices ( penerapan kaidah kaidah yang baik ) dalam rangka membangun sistem integritas, mendirikan penguatan pengawasan internal pemerintahan, serta memberi contoh melakukan hukum. Iringanya, kedua lembaga negara itu, harus melihat kasus- kasus markanya korupsi di Pemerintahan Daerah Banten yang disiebut masyarakat sebagai dinasty mantan Gubernur Ratu Atut Choisiyah.
Ketua KKRI dan Jamwas Kejagung harus menyelisik secara hati nurani hukum seperti aksus suap mantan Ketua MK Akil Mochtar. Penyuap Akil Mochtar adalah mantan Gubernur Ratu Atut Choisyiah dan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Demikian juga kasus pencucian uang yang sekarang ditangani komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) harus menjadi pijakan berkeadilan kepada KKRI dan Jamwas Kejagung,”ujar Manat.
Publik menanti gebrakan Ketua KKRI dan Jamwas Kejagung dalam integritasnya serta kapabiltasnya untuk mengungkap bentuk- bentuk korupsi yang berkait dan terkait penyokongan secara kekuatan politik di Banten termasuk pada Tangerang Selatan.
Seperti dalam pelaporan atau pengaduan pihak JCW, dana bansos semula dianggarkan pada APBD Reguler hanya berjumlah Rp 29,5 miliar. Tetapi, pada APBDP melonjak nilainya menjadi Rp 105,5 miliar. Hampir 255% lonjakanya sejak Agustus- November 2015. Sebanyak 22 organsisai atau lembaga kemasyarakat didindiskasikan penyokong petahana pada Pemilukada, 7 Desmeber 2015 lalu. Kepentingan kepentingan politik dalam penyaluran dana bansos rentan dilakukan.
Pertentangan kepentingan, seperti Komunitas Ukhuwah Remaja Madani , Yayasan KAHFI, dan Karang Taruna mendapatkan dana masing- masing Rp 100 juta, Rp 90 juta dan Rp 500 juta. Padahal ketiga ormas atau lembaga kemasyarakatan tersebut adalah pimpinan Abdul Rosyid. Dan Abdul Rosyid sendiri merupakan salah satu kader partai politik pendukung Airin- Benyamin. Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Pemkot Tangsel ini pernah menjadi sekretaris pribadi Airin Rachmi Diani ( ARD ).
Selain terungkapnya pertentangan kepentingan kader parpol penyokong Airin-Benyamin dipenerimaaan dana bansos, diketemukan juga Kepala salah satu SKPD Pemkot Tangsel selaku penerima aliaran dana. Heli Sulaiman selaku pimpinan ormas Dewan Masjid Indonesia ( DMI ) Tangsel, sebesar Rp 5,6 miliar, dianya adalah selaku Kepala Bagian ( kabag ) Kesejahteraaan Rakyat ( Kesra ) Pemkot Tangsel. Hal sama kepada KNPI. Sementara pengurus KNPI Tangsel adalah salah satu kader parpol pendukung nomor urut 3 pada Pemilukada, 7 Desember 2015 silam. Sedangkan, PMI Tangsel yang juga menerimakan kucuran dana Rp 250 juta, pengusurnya adalah Walikota Airin RD.
Intinya, tambah Manat, korupsi pada penyaluran bansos Rp 105,5 milair Pemkot Tangsel jelang pemilikada itu, tergolong secara masif dalam struktural kelembagaan dengan bentuk bentuk pertentangan kepentingan politik. KKRI dengan Jamwas Kejagung selaku pemangku UU No. 16 Tahun 2004 dan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 dituntut pemegang kontrak sosial ( masyarkat/publik ) mengusut korupsi dana bansos tersebut, yang dicibir masyarakatsebagai bahagian penyaluran dana kepada kelempok kelompok penyokong dinasty Tubagus Chaeri Wardana alias wawan. Korupsi politik seperti korupsi berjenjang berkelompok kekeluargaan secara sosiologis membutuhkan keberanian yang kuat untuk mengusutnya,” sindir JCW. ( TIM )