JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mahkamah Agung (MA) meminta masyarakat tidak curiga terhadap rekrutmen CPNS hakim yang dilakukannya. MA meyakini tetap independen meski ingin merekrut hakim sendiri.
“Jangan khawatir. Jangan melulu kedepankan curiga kalau MA tidak independensi mencari orang-orang,” ujar Sekretaris MA Achmad Setyo Pudjoharsoyo kepada khatulistiwaonline, Senin (8/5/2017).
“Nah ini saya harapkan lembaga mana pun, termasuk masyarakat, jangan curiga apa yang jadi kebijakan MA. Kami sudah sungguh-sungguh kerja keras, selalu perhatikan yang dibutuhkan masyarakat,” ucap Pudjo.
Menurut Pudjo, rekrutmen hakim itu telah ditetapkan sesuai dengan acuan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Setelah rekrutmen CPNS, para calon itu akan diseleksi ulang untuk menjadi hakim.
“Pertama, proses CPNS dulu. Setelah diterima, bisa jadi calon hakim untuk pendidikan, kemudian setelah calon hakim ada proses lagi sekitar 2,5 tahun. Nah 2,5 tahun itu bukan proses yang gampang. Kalau dia nanti gagal dalam proses ini, tentunya tidak dapat diteruskan sebagai hakim dan mungkin nanti harus berhenti sebagai PNS,” ucap Pudjo.
Sebelumnya Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari menilai langkah MA merekrut hakim sebelum RUU Jabatan Hakim disahkan patut dicurigai. Sebab, hal itu menunjukkan sikap alergi MA terhadap reformasi peradilan.
“Pilihan (rekrutmen hakim) MA terburu-buru, itu tentu mencurigakan karena terkesan takut pola rekrutmen hakim menjadi lebih transparan,” ujar Feri seusai pertemuan tertutup di gedung KY, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (21/4).
MA beralasan perlu segera merekrut hakim karena meningkatnya beban perkara tidak sebanding dengan SDM hakim. Alhasil, rekrutmen harus segera dilakukan, dengan pola rekrutmen seperti CPNS. Padahal hakim adalah pejabat negara.
Alasan MA Ingin Rekrut Hakim Sebelum RUU Jabatan Hakim Disahkan
MA akan menggelar rekrutmen CPNS hakim sebelum sebelum RUU Jabatan Hakim disahkan. Menurut MA, rekrutmen itu telah dikoordinasikan dengan pemerintah.
“Bahwa Perma rekrutmen tidak hanya dibuat MA, tetapi hasil koordinasi dengan pemerintah,” ujar Pudjo.
“Kekurangan hakim saat ini tahun 2017 saja sudah 1,684, sekarang kita lihat di daerah-daerah saja hakim tinggal tiga, lalu bagaimana hakim yang tiga ini, misalnya kalau ada persoalan, hakim tentu tidak boleh sakit, tidak boleh cuti. Kemudian kalau di pengadilan yang bersangkutan ada peninjauan kembali (PK), lalu siapa yang sidangkan di sana? Tentunya ini tidak boleh disidangkan majelis yang sama. Ini jadi persoalan besar,” ucapnya.
Pudjo menyebut rekrutmen hakim merupakan solusi di tengah krisis jumlah hakim di Indonesia. Dia meminta masyarakat tidak melihat langkah yang dilakukan MA sebagai preseden buruk peradilan.
“Masyarakat, lembaga pemerintah, maupun lembaga swadaya masyarakat, jangan banyak terlalu curiga dulu kepada MA. Kami itu sudah luar biasa bekerja, kami sudah habis-habisan bekerja,” tuturnya. (ADI)