Manila –
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dilaporkan mulai menyelidiki Presiden Filipina Rodrigo Duterte terkait dugaan kejahatan kemanusiaan. Hal ini menuai kegeraman dari pemerintah Filipina, yang menyebutnya ‘buang-buang waktu’.
Seperti dilansir Reuters, Kamis (8/2/2018), juru bicara kepresidenan Filipina, Harry Roque, dalam keterangannya menyebut ICC telah memberitahu pemerintah Filipina bahwa pihaknya telah memulai pemeriksaan awal terhadap pengaduan soal Duterte yang dituding melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengaduan itu menyebut Duterte terlibat dalam kematian ilegal ribuan warga Filipina dalam operasi memerangi narkoba beberapa bulan terakhir.
“Sungguh membuang-buang waktu dan tenaga dari pengadilan,” sebut Roque mengkritik dimulainya penyelidikan itu.
Dalam konferensi pers, Roque menyebut dirinya telah membahas isu ini selama dua jam dengan Duterte, yang juga mantan jaksa penuntut. Menurut Roque, Duterte sangat bersedia untuk disidangkan.
“Dia (Duterte-red) muak dan lelah terus dituding,” ucap Roque yang mantan anggota parlemen dan pakar hukum internasional ini. “Dia ingin berada di pengadilan dan menempatkan jaksa di bilik,” imbuhnya.
Situs resmi ICC sendiri belum mengumumkan soal penyelidikan Duterte ini. Pihak ICC juga belum bisa dimintai komentar.
Laporan soal Duterte ini diajukan seorang pengacara Filipina kepada ICC pada April 2017. Selain Duterte, ada 11 pejabat senior Filipina lainnya yang juga dilaporkan ke ICC. Pengacara Filipina itu menyebut kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan ‘secara berulang, tak berubah dan terus-menerus’. Menurut pengacara yang tidak disebut namanya itu, pembunuhan para tersangka narkoba dan pelaku kejahatan lainnya menjadi ‘latihan terbaik’.
Roque menyebut ‘musuh negara di dalam negeri’ ada di balik laporan ke ICC itu. Dia menegaskan, ICC tidak memiliki yurisdiksi untuk menindak operasi memerangi narkoba yang disebutnya sebagai ‘isu kedaulatan’.
Sekitar 4 ribu orang tewas dalam operasi memerangi narkoba yang dijalankan Kepolisian Filipina selama 19 bulan terakhir. Operasi ini memicu kecaman dunia internasional karena dianggap sebagai ‘praktik pembunuhan di luar hukum’.
Duterte berulang kali menantang ICC untuk mengadilinya. Dia bahkan menyatakan bersedia membusuk di penjara demi menyelamatkan warga Filipina dari momok narkoba dan tindak kriminal lainnya. Beberapa waktu lalu, Duterte mengancam akan mencabut keanggotaan Filipina dari ICC dan menyebut para pengacara di Eropa ‘busuk’, ‘bodoh’ dan memiliki ‘otak sebesar polong’. (ADI)