JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Binsar Gultom menggugat Komisi Yudisial (KY) ke PTUN Jakarta yang menggugat proses seleksi hakim agung. Binsar sendiri telah 3 kali gagal seleksi hakim agung. Apa kata Binsar?
Lewat kuasa hukumnya, Irmanputra Sidin menjelaskan panjang lebar. Menurutnya, asumsi yang mempersoalkan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keadilan adalah keliru.
“Bahwa asumsi tersebut adalah asumsi keliru. Sugatan Binsar Gultom di PTUN bukan karena semua calon hakim agung itu adalah harus hakim karier sehingga kalau kemudian gugatan ini dikabulkan maka hakim non karier akan kehilangan kesempatan,” ujar Irman, Selasa (12/3/2019).
Binsar Gutom adalah pemohon Uji materi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 53/PUU-XIV/2016. Dalam pertimbangan MA menyatakan bahwa perekrutan calon hakim agung harus mempedomani daftar kebutuhan dari Mahkamah Agung.
“Bagaimanapun, dalam posisi sebagai pemakai (user) hakim agung, Mahkamah Agung tentu lebih memahami setiap kebutuhan dalam pengisian hakim agung terutama dari jalur non-karier. Bukan hanya sampai di situ, Putusan MK juga memberikan peringatan bahwa hal demikian juga harus menjadi dasar penolakan atau penerimaan calon hakim agung oleh DPR,” ujar Irman.
Menurut Irman, putusan MK itu menyebabkan terjadi terjadinya pergeseran bunyi UU No 3/ 2009 tentang MA. Yang tadinya semua warga negara yang memenuhi persyaratan umum bisa menjadi calon hakim agung, Pasca Putusan MK, harus memilik keahlian khusus di bidang hukum tertentu. Dan keahlian tersebut lagi dan sedang dibutuhkan oleh MA.
“Jadi, jikalau MA membutuhkan pada kamar perdata adalah hakim nonkarir, maka peserta seleksi sejak awal yang memiliki hak administratif untuk diseleksi adalah dari non karir saja sesuai keahlian yang dibutuhkan. Namun begitu pula sebaliknya, jikalau yang dibutuhkan pada kamar pidana, adalah hakim karir, maka sejak awal yang memiliki hak administratif sebagai peserta seleksi hanya hakim karir saja,” papar Irman.
Karena jikalau ada peserta yang tidak dibutuhkan MA ikut berkompetisi, maka bukan hanya merugikan langsung/tak langsung peserta seleksi lainya yang dibutuhkan namun juga adalah proses itu illegal/inkonstitusional.
“Jadi, KY harus tunduk pada UU MA cq Putusan MK. MA sangat menyadari bahwa banyak warga negara dari non karir akan dibutuhkan kelak guna membantu MA menjalankan kekuasaan kehakiman yang sangat berat itu,” kata Irman.
Irman mengingatkan putusan MK Nomor 98/PUU-XVI/2018 dalam hal suatu lembaga atau masyarakat tidak menjalankan putusan MK adalah bentuk nyata dari pembangkangan terhadap konstitusi.
“Dengan demikian, maka seseorang adalah absah dan tak terbantahkan untuk menolak keabsahan suatu peristiwa, perbuatan, hal, atau keadaan yang didasarkan pada materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari suatu undang-undang yang oleh Mahkamah telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Irman menjelaskan.
“Inilah basis konstitusionalital gugatan Binsar Gultom di PTUN,” pungkas Irman.
Binsar yang kini bertugas sebagai hakim di Pengadilan Tinggi Bangka Belitung sebelumnya dikenal saat mengadili kasus ‘kopi sianida’ Jessica Kumala Wongso. Binsar beberapa kali gagal mengikuti seleksi hakim agung.
Pada 2012, ia mendaftar calon hakim agung lewat jalur non-karier tapi gagal. Pada 2017 dan 2018, ia berturut-turut mengikuti seleksi hakim agung dari jalur karier, tapi kembali gagal. Pada 2016, ia juga menggugat syarat calon hakim agung ke Mahkamah Konstitusi (MK). (DON)