JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Perusahaan Listrik Negara (PLN) disinyalir telah terpapar paham khilafah yang dilarang oleh Pemerintah.
Melalui Yayasan Baitul Maal (YBM) yang merupakan wadah bagi karyawan PLN, secara terbuka sempat mengundang penceramah Felix Siauw yang jelas beraliran HTI.
Acara ceramah yang bertajuk “The Way To Belief sempat dilaksanakan di masjid PLN UIP Jawa Bagian Barat pada Senin, 30 Januari 2023 lalu.
Felix Siauw yang secara terang-terangan pernah mengaku bahwa dirinya memperjuangkan gerakan khilafah sempat mendapatkan banyak penolakan di berbagai daerah
Sungguh disayangkan BUMN sekelas PLN telah tersusupi paham khilafah, HTI dan radikalisme yang dengan sengaja menggelar “karpet merah” kehadiran penceramah yang memecah belah umat Islam.
Ormas lintas agama, Pejuang Nasional Indonesia Bersatu (PNIB) melalui Ketua Umumnya AR Waluyo Wasis Nugroho (Gus Wal) mengecam keras upaya penyusupan paham khilafah di tubuh karyawan PLN.
“Berkedok organisasi amal Yayasan Baitul Maal, oknum karyawan PLN bergerak massive memperjuangkan tegaknya paham khilafah yang dilarang oleh pemerintah. Memanggil penceramah Felix Siauw hanya salah satunya. Di Depok dan Jombang Yayasan Baitul Maal mendirikan PeTIK (Pesantren Teknologi Informatika dan Komunikasi). Khusus di Jombang, ijin operasional dari Kemenag belum dikeluarkan, namun mereka sudah melaksanakan kegiatan belajar mengajar mengatasnamakan pondok pesantren modern. Informasi yang kami temui di lokasi PeTIK, tidak ada kegiatan pesantren pada umumnya” papar Gus Wal kepada awak media.
Tidak berhenti pada menguak apa yang tersembunyi di balik Yayasan Baitul Maal milik PLN, PNIB juga mengecam keras acara yang digagas pengikut khilafah.
Masjid Ar-Roudloh, Jln.Urip Sumoharjo,Tugu Kepatihan-Jombang baru-baru ini akan menggelar acara Pengajian umum bertajuk “Proses Menuju Islam Kaffah”.
Acara sedianya dilaksanakan pada 5 Februari 2023.
“Gerakan Islam Kaffah sangat membahayakan negara dan kerukunan hidup antar umat beragama. Islam Kaffah adalah ciri perjuangan Hizbut Tahrir dan gerakan NII (Negara Islam Indonesia) yang berprinsip : Umat Islam harus tinggal di negara Islam dan menggunakan hukum Islam.
Mereka menentang tinggal di negara yang undang-undangnya buatan manusia, seperti Pancasila dan UUD 45.
Jombang adalah jantung bangsa jangan jadikan Jombang Pusat Wahabi, Khilafah radikalisme terorisme dengan banyaknya hadir lembaga/yayasan berkedok pesantren yang tidak pada lazimnya, apalagi belum berizin,” tegas Gus Wal.
“PNIB meminta kepada pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menolak dengan tidak mengeluarkan izin dan membubarkan acara Pengajian Umum.
“Proses Menuju Islam Kaffah” yang disinyalir dan diduga kuat memprogandakan ajaran Khilafah ala HTI dan NII. PNIB menolak keras acara tersebut dan akan bergerak jika acara tersebut tetap berlangsung. Kami beserta kelompok elemen anak bangsa lainnya dan warga masyarakat Jombang serta Jawa Timur menolak keras keberadaan paham ideologi transnasional Khilafah Radikalisme Terorisme dan politik identitas yang membahayakan keselamatan bangsa Indonesia kini dan dimasa yang akan datang, kata Gus Wal.
“Apabila kegiatan tetap berjalan, maka kami akan berusaha keras untuk membubarkan acara tersebut” kata Gus Wal
PNIB juga sangat berharap dengan sangat kepada Pemerintah dan Aparat Penegak hukum dalam hal ini POLRI dan TNI untuk menutup dan mengambil alih Wonosalam boarding school, Pesantren Petik, Yayasan Al Akbar yang berada di Jombang juga pesantren- pesantren yang ajaranya tidak jelas seperti lazimnya yang diajarkan di pondok pesantren.
Tutup dan ambil alih juga Al Khayyisi Gondang Mojokerto, Yayasan Imam Syafi’i Tulungagung.
“Jangan jadikan Jombang dan Jawa Timur Pusat pengembangan Wahabi Khilafah Radikalisme Terorisme dan Jangan Talibanisasi. Dan jangan Suriahkan Indonesia. PNIB dan masyarakat Jombang menolak keras acara sealiran dengan paham khilafah tersebut. Kita tetap konsisten melawan khilafah, HTI, FPI, Intoleransi Radikalisme, Terorisme dan Politik identitas sampai kiamat!” ujar Gus Wal dengan tegas. (JRS)