JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
“Ada sekitar 42 ribu peraturan di Indonesia mulai dari undang-undang, peraturan presiden, peraturan pemerintah, hingga peraturan gubernur, bupati, dan wali kota yang diduga saling tumpang tindih. Hiper regulasi, disharmonisasi regulasi, hingga multi interpretasi regulasi tersebut berdampak pada terhambatnya kemajuan perekonomian, di antaranya iklim investasi dan kemudahan berusaha di Indonesia. Karenanya perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh melalui program legislasi review,” ujar Bamsoet dalam keterangannya, Sabtu (18/5/2024).
Hal itu diungkapkan oleh Bamsoet dalam halalbihalal PADIH UNPAD, di Jakarta, Jumat (17/5/24). Hadir antara lain, Dekan Fakultas Hukum UNPAD Prof. Sigid Suseno, serta para guru besar UNPAD antara lain Prof. Romli Atmasasmita, Prof. Mike Komar, Prof. Ahmad Ramli, Prof. Eddy Damian, dan Prof. Gde Pantja Astawa. Hadir pula para alumni doktor ilmu hukum UNPAD antara lain, Ketua Mahkamah Agung RI 2012-2017 Prof. Muhammad Hatta Ali, dan Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI sekaligus anggota Komisi III DPR RI Achmad Dimyati Natakusumah, Wakil Ketua KPK Nurul Gufron.
Bamsoet menjelaskan masa pemerintahan Presiden Joko Widodo sukses menjadikan restorative justice sebagai instrumen hukum dalam penyelesaian perkara. Pada masa pemerintahan Prabowo-Gibran bisa disempurnakan dengan menjadikan yurisprudensi sebagai salah satu acuan sumber daya saat membentuk undang-undang, mengambil putusan terhadap masalah yang sama dalam hal peraturannya belum ada, serta mengembangkan ilmu hukum melalui peradilan.
“Yurisprudensi dapat menjamin tidak adanya disparitas putusan hakim. Para pencari keadilan bisa mendapatkan kepastian hukum yang jelas, karena putusan hakim terhadap suatu kasus, bisa dijadikan pijakan bagi hakim lain dalam memutuskan sebuah perkara yang sama. Sehingga antara satu hakim dengan hakim lainnya, dalam memutuskan perkara yang sama, tidak terdapat perbedaan putusan yang signifikan apalagi sampai berseberangan,” jelasnya. (BAS)