JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Sejak dulu kerinduan masyarakat Tapanuli adanya satu Provinsi agar masyarakat bisa mempergunakan dan mengoptimalkan sumber daya manusia dan sumber daya alamnya untuk kesejahteraan masyarakat, sehingga Tapanuli bisa terhapus dari wilayah peta kemiskinan.
Selain itu dengan adanya Provinsi, masyarakat Tapanuli dapat leluasa membangun, mengembangkan, dan memanfaatkan serta merawat kawasan Danau Toba sebagai kawasan tujuan pariwisata nasional dan internasional, dan dapat memberdayakan semua potensi yang tersedia agar cita-cita nasional, yakni masyarakat yang adil dan makmur.
Sudah tentu itu dapat tercapai jika ada Provinsi Tapanuli.
Selain itu dengan adanya provinsi dapat mempercepat peningkatan pembangunan di kawasan Tanah Batak.
Menurut Selamat KP Silaban, Koordinator Forum Percepatan Provinsi Tapanuli (FPPT) kepada Khatulistiwa online, Selasa (4/10/2022), sejak tahun 2000-an kerinduan itu sudah dimulai berawal dari Kongres Batak yang dipusatkan di Tapanuli Utara.
Dari sana kemudian bermunculan surat persetujuan dan dukungan dari Bupati/Walikota dan DPRD Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Sibolga, Toba Samosir, dan Samosir pada 2002 dan Humbang Hasundutan serta Nias Selatan pada tahun 2006.
Kemudian dilanjutkan surat dari DPR kepada presiden tentang usulan RUU tahun 2007.
Selanjutnya, ada surat persetujuan dan dukungan Gubernur Sumatera Utara pada tahun 2008.
Satu syarat lagi dibutuhkan rekomendasi dari DPRD Sumut. Namun jadi mengganjal saat surat rekomendasi dari DPRD Provinsi Sumatera Utara yang belum diberi membuat masyarakat kemudian demo yang berbuntut maut, Ketua DPRD Sumut Abdul Azis Angkat meninggal.
Atas alasan itu juga Surat Presiden kepada DPR tentang 14 RUU termasuk RUU Provinsi Tapanuli atau disebut Amanat Presiden (Ampres) menugaskan Mendagri dan Menkumham untuk melakukan pembahasan dengan DPR.
Sehari setelah peristiwa itu, SBY menyatakan memberlakukan Moratorium pemekaran daerah otonomi baru.
‘Artinya diberhentikan sementara pemekaran daerah baru.
Namun sudah puluhan tahun moratorium itu belum dicabut dan itulah pengganjal lahirnya provinsi baru. Seharusnya melihat proses yang demikian panjang perjuangan untuk satu Provinsi sudah semestinya Provinsi Tapanuli berdiri tahun 2010. Apa yang terjadi hingga sekarang tak jelas rimbanya,” ujar Selamat KP Silaban.
Atas aksi itu Presiden SBY waktu itu memoratorium pemekaran daerah. Artinya, pemekaran daerah khususnya Provinsi yang sudah lama diperjuangkan seperti Provinsi Tapanuli masih menunggu dicabut moratorium.
Herannya hingga sekarang pemerintah pusat malah memekarkan Papua menjadi lima Provinsi, sedangkan Provinsi Tapanuli yang jauh-jauh hari sudah berpuluh tahun diperjuangkan tak jelas nasibnya.
Rabu, 21 September 2022, salah satu agenda Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri R.I adalah pembahasan penyesuaian pemekaran daerah.
Oleh karena itu, FPPT menyikap rencana DPR membahas tentang pemekaran daerah tersebut, menggelar pertemuan di Royal Cafe, Rawamangun, Jakarta Timur, pada Selasa, 20 September 2022 yang dihadir 14 peserta.
FPPT sendiri didirikan tujuannya adalah untuk menyikapi moratorium Provinsi Tapanuli. Oleh karena itu FPPT memohon DPR khususnya Komisi II agar kembali melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pembentukan Provinsi Tapanuli (RUU Protap).
Perlu diberitahukan, di pulau Sumatera tinggal Keresidenan Tapanuli satu-satunya yang masih belum menjadi Provinsi, sementara bekas Keresidenan yang lain sudah diberikan hak jadi Provinsi.
Desakan yang sama kepada Presiden Jokowi agar segera mencabut moratorium pemekaran daerah yang menghalangi Provinsi Tapanuli tak menjadi agenda prioritas DPR.
Karena itu, FPPT dari sisi administrasi melihat bahwa Provinsi Tapanuli sudah sangat memenuhi syarat.
Namun yang menjadi kendala, terhentinya pembentukan Provinsi Tapanuli lantaran moratorium. Oleh karena itu FPPT meminta agar pemerintah mencabut moratorium tersebut.
“Memperjuangkan tanah Batak sama dengan dahulu Sisingamangaraja membela Tanah Batak, ucap Selamat KP Silaban. (MTS)