JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan tak akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mencabut UU KPK yang baru disahkan. Menurut ICW, keengganan Jokowi menerbitkan Perppu ini menunjukkan standar ganda pemerintah.
“Kalau presiden bicara soal penolakan Perppu KPK ini justru pemerintah punya standar ganda dalam setiap pembahasan revisi UU,” kata Koordinator Korupsi Politik ICW Donal Fariz, Senin (23/9/2019) malam.
Dia menilai standar ganda itu terlihat dari pernyataan Jokowi yang meminta ditundanya pengesahan sejumlah RUU, seperti RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan, dan RUU Pertanahan. Namun pemerintah tetap sepakat merevisi UU KPK hingga dinyatakan sah dalam rapat paripurna DPR.
“Ada standar ganda pemerintah, RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan itu produk-produk kontroversial di akhir masa jabatan. Nah, banyak materi bermasalah, termasuk juga Undang-Undang KPK. Ketika presiden hanya menahan revisi UU yang lain sementara UU KPK jalan terus, itu artinya pemerintah punya standar ganda dalam pembentukan aturan dan memang menganggap KPK ini menjadi bagian dari yang tidak disenangi pemerintah,” ujarnya.
Donal menilai sikap pemerintah yang disebutnya tidak senang atas keberadaan KPK terlihat dari pernyataan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang menyebut KPK bisa mengganggu investasi meski belakangan pernyataan itu diluruskan oleh Moeldoko. Dia mengatakan ketika KPK yang disebutnya dianggap pemerintah sebagai gangguan berhasil dilemahkan, maka pemerintah tak mau lagi memperbaiki kondisi tersebut.
“Itu saja alat konfirmasinya, kan berkaitan itu pernyataan Moeldoko yang menyebut KPK mengganggu investasi dengan kemudian tidak dikeluarkannya Perppu ini karena kan menganggap KPK gangguan dalam pikiran pemerintah. Ketika gangguan itu sudah diatur sekarang pemerintah nggak mau perbaiki kondisinya,” ucap Donal.
Selain itu, Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisansongko mengatakan Jokowi sebetulnya memiliki sejumlah peluang untuk menyelamatkan KPK dari pelemahan. Kesempatan pertama adalah sebelum revisi disahkan, yakni dengan tidak mengirimkan surat presiden (surpres) pembahasan revisi UU KPK.
“Kesempatan kedua adalah saat DPR sudah ketuk palu mensahkan UU KPK. Presiden sebetulnya punya waktu yang cukup untuk mendengarkan masyarakat terkait substansi UU KPK yang direvisi sebelum UU itu ditandatangani presiden. Saya berharap presiden menunda menandatangani UU KPK versi revisi tersebut. Sangat disayangkan kalau kesempatan itu tidak diambil presiden,” ucap Dadang.
Massa yang tergabung dalam ‘Aliansi Mahasiswa Indonesia Tuntut Tuntaskan Reformasi’ sebelumnya meminta Jokowi menerbitkan perppu setelah revisi UU KPK disetujui DPR. Permintaan itu pun ditolak Jokowi.
“Nggak ada,” kata Jokowi menjawab pertanyaan soal kemungkinan menerbitkan Perppu mencabut UU KPK. Wawancara dengan Jokowi dilakukan di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (23/9).
Permintaan soal perppu tersebut dilontarkan dalam jumpa pers siang tadi oleh Ketua BEM UI. Bagi Aliansi Mahasiswa, UU KPK yang baru tak sesuai dengan amanat reformasi.
“Pertama, upaya merestorasi KKN, di mana dalam hal ini kita sama-sama mengetahui bahwa reformasi mengamanatkan untuk menghapus KKN di dalam negeri itu sendiri. Perihal tersebut, kami ingin mencabut RUU KPK dengan menerbitkan perppu yang mencabut UU KPK yang disetujui oleh DPR,” kata Ketua BEM UI Manik Marganamahendra.(VAN)