JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Dua perusahaan Jepang menyodorkan empat perempuan kepada Sukarno usai kesepakatan pampasan perang Jepang kepada Indonesia disepakati, 1958. Sukarno mengawini salah satunya dan seorang lagi bunuh diri karena kecewa.
Dua perusahaan ini adalah Kinoshita Trading Company milik Kinosita Sigeru dan Tonichi Trading Company milik Kubo Masao. Kinoshita merupakan sebuah perusahaan kelas menengah, sedangkan Tonichi perusahaan kecil yang baru lahir pada 1952. Kehadiran kedua perusahaan ini dinilai cukup janggal sebab proyek perbaikan atas pampasan perang itu cukup besar harusnya perusahaan sekelas Mitsui, Mitsubishi, Sumitomo Trading, dan lainnya.
Akademisi Universitas Akita, Yoshimi Miyake, menyebutkan dalam artikelnya berjudul Aspek Politik dan Budaya Kompensasi Perang Jepang Kepada Indonesia kiprah kedua perusahaan mendekati Sukarno cukup fantastis. Mereka tidak hanya mengandalkan kedekatan politik dengan petinggi Jepang tetapi juga menyodorkan perempuan kepada Sukarno.
“Yang lebih penting, mereka mendengar Sukarno tertarik dengan perempuan, Kinoshita memperkenalkan dengan seorang model, Kanase Sakiko, kepada Sukarno di Kyoto pada 1968,” tulis Yoshimi.
Pada akhir 1958, Kanase berangkat ke Jakarta menjadi perempuan simpanan Sukarno. Ia terdaftar sebagai guru pribadi salah satu anak karyawan Kinoshita di Jakarta. Kanase dipanggil sebagai Bu Basuki, tulis Yoshimi.
Kinoshita-pun sangat royal menyambut rombongan Sukarno dan partainya di Jepang pada 1958. Ia membelanjakan sekitar 100.000 dollar AS selama mereka tinggal. Akibat pemborosan ini Kinoshita gagal bersaing memperebutkan proyek yang didanai pampasan perang dengan perusahaan Mitsui.
Modal Kinoshita tak hanya perempuan dan hiburan. Perusahaan ini memiliki hubungan erat dengan Perdana Menteri Jepang kala itu, Nobusuke Kishi. Jejak Kishi pada Perang Dunia II cukup kuat. Pada 1944 ia menjadi salah satu menteri di Kabinet Jenderal Tojo. Pasca perang dunia II, ia didakwa sebagai penjahat perang dan dipenjara di Sugamo.
Setelah menghirup udara bebas, Kinoshita mengetahui Kishi tak dapat menduduki jabatan publik hingga 1952. Ia-pun menawarkan jabatan presiden perusahaan. Lantas pada 1952, Kishi duduk sebagai perdana menteri, kontak dengan Sukarno kemudian terjalin.
Berbeda dengan Kinoshita yang memiliki jejaring politik kelas atas, Perusahaan Tonichi bertemu dengan Sukarno dengan cara unik. Salah satu dewan direksinya yang memiliki jaringan dunia bawah tanah, Yoshio Kodama, memberikan perlindungan dengan mengerahkan pengawalan Yakuza ketika Sukarno melakukan kunjungan pribadi ke Tokyo pada 1958.
Keberhasilan ini membuat pemilik Tonichi, Kubo, memiliki akses pribadi kepada Sukarno. Ia-pun memperkenalkan Sukarno kepada Nemoto Naoko, gadis pekerja klub malam. Perkenalan ini dilanjutkan pertemuan dua kali di Hotel Imperial, Tokyo, Jepang.
Setelah Sukarno pulang ke Indonesia, mereka saling berkirim surat. Hingga Sukarno memutuskan mengundang Nemoto ke Jakarta dan tinggal selama dua pekan dengan ditemani oleh Kubo. Kubo tahu perempuan adalah salah satu kelemahan Sukarno, ia-pun membawa dua perempuan Jepang lain.
Namun Nemoto mengabarkan kepada Sukarno melalui surat yang ia kirimkan bahwa dirinya dimanfaatkan Kubo untuk kepentingan bisnis. Sukarno sendiri sudah terlanjur jatuh hati kepada Nemoto.
Kehadiran Nemoto ini membuat Kanase, perempuan yang dikirim oleh Perusahaan Kinoshita berkecil hati. Enam belas hari kemudian, dia bunuh diri. Kabar ini sempat membuat Sukarno menangis, namun ia tetap mengawini Nemoto pada 1961 yang kemudian bernama Ratna Sari Dewi Sukarno.
Duduknya Dewi sebagai istri Sukarno membuatnya menggenggam bisnis pengusaha Jepang di Indonenesia. Kabarnya, setiap pengusaha Jepang yang ingin berinvestasi harus bertandang ke Wisma Yaso, rumah yang dibangunkan Sukarno untuknya. Wisma itu kemudian menjadi Museum Satria Mandala.
Dalam wawancara dengan The Japan Time, media berbahasa Inggris terbesar di Jepang, Dewi mengaku dirinya merupakan seorang pekerja klub malam Kokusai Club di Akasaka sebelum bertemu dengan Sukarno. Pekerjaan ini dijalaninya karena butuh uang. Kehidupan Jepang pada tahun-tahun itu sangatl berat, kemiskinan merajalela.
“Itu yang saya inginkan setelah mendengar berapa harga memesan sebuah meja, dan saya sadar, saya bisa mendapatkan 6.000 yen dalam semalam. Itu sama saja dengan pendapatan yang saya peroleh di Chiyoda selama sebulan,” ucap Dewi pada wawancara di rumahnya, Distrik Gotanda, Shinagawa Ward, Tokyo, pada 6 Januari 2002.
Ia mengaku menikah secara diam-diam dengan Sukarno pada November 1959. Menurutnya Sukarno sudah berumur 57 tahun tapi penampilannya terlihat lebih muda dan menarik.
Namun ia membantah jika terlibat politik selama bersama Sukarno. Menurutnya Presiden RI pertama itu tak hanya menyukainya karena kecantikan tetapi juga karakternya. Dewi mengaku demikian juga sebaliknya dan ia kini masih menyimpan 500 surat dari Sukarno yang disimpannya di loker sebuah bank.(ADI)