JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Majelis hakim menolak eksepsi yang diajukan Miryam S Haryani terhadap dakwaan jaksa dalam perkara keterangan tidak benar persidangan kasus e-KTP terdakwa Irman dan Sugiharto. Sidang perkara keterangan tidak benar pun dilanjutkan.
“Menolak eksepsi tim kuasa hukum terdakwa untuk seluruhnya,” kata ketua majelis hakim Franky dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (7/8/2017).
Majelis hakim juga berpendapat Pengadilan Tipikor berwenang mengadili perkara tersebut. Kemudian majelis hakim meminta jaksa melanjutkan sidang ke pokok perkara dengan menghadirkan saksi-saksi.
“Menyatakan sah surat dakwaan penuntut umum sebagai dasar pemeriksaan dan mengadili di Pengadilan Tipikor atas nama Miryam S Haryani. Memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama Miryam S Haryani,” ujar hakim.
Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan, surat dakwaan yang disusun oleh JPU KPK telah diperhatikan secara cermat, jelas dan telah memenuhi 2 syarat, yaitu syarat formil dan materiil.
“Syarat materiil dan formil bahwa surat dakwaan telah menggambarkan peristiwa yang nyata dan konkrit, bahwa surat dakwaan telah memenuhi syarat,” kata hakim.
Atas ditolaknya eksepsi ini maka sidang pemeriksaan kasus Miryam akan kembali dilanjutkan. Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembuktian dengan pengajuan saksi oleh JPU KPK pada 14 Agustus 2017.
Sebelumnya, Miryam mengajukan nota keberatan atau eksepsi dakwaan dalam perkara keterangan tidak benar terkait sidang terdakwa Irman dan Sugiharto. Kuasa hukum Miryam, Heru Andeska meminta majelis hakim memeriksa dan mengadili perkara ini dapat dijatuhkan dalam putusan sela. Dan majelis hakim menerima eksepsi terdakwa Miryam.
“Menyatakan pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta tidak berwenang mengadili perkara a quo,” kata Heru Andeska.
Miryam didakwa dengan ancaman pidana Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat 1 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman maksimal dalam dakwaan itu adalah 12 tahun penjara. (DON)