JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM,
Aktivis Masyarakat Pemerhati Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Hermanry Simanjuntak menyesalkan tidak adanya tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindaklanjuti laporannya terkait dugaan kasus korupsi pemasangan Bore File Pembangunan Rumah Susun (Rusun) BBWS Cidanau Serang, Banten.
“Dugaan korupsi pemasangan bore file pembangunan Rusun BBWS Cidanau Serang ini telah saya laporkan ke KPK sejak bulan Agustus 2022 lalu, tapi hingga saat ini tidak ada perkembangannya dan terkesan diabaikan.
Ini mengindikasikan bahwa komisi anti rasuah itu tidak punya taji ke instansi yang menangani proyek tersebut, yaitu Kementerian PUPR.
Seharusnya, KPK tidak hanya fokus terhadap operasi tangkap tangan (OTT) pejabat di daerah, tapi juga tanggap dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat,” kata Hermanry Simanjuntak kepada Khatulistiwa online, Rabu (1/2/2023).
Sebagaimana diberitakan, Hermanry menduga, pembangunan Rusun yang berlokasi di Jalan Raya Sawah Luhur Kota Banten pada penyerapan APBN Tahun Anggaran 2020/2021 tahun lalu dengan Nilai Kontrak sebesar Rp. 49.137.000.000.(Empat Puluh Sembilan Miliyar Seratus Tiga Puluh Tuju Juta Rupiah) itu ada kerugian uang negara puluhun mil.
“KPK harus menyikapi persoalan ini dengan segera memeriksa Satker Kementerian PUPR Penyediaan Perumahan Provinsi Banten, Kota Serang karena ditengarai ada dugaan korupsi yang melibatkan beberapa pejabat.
Pejabat dimaksud, kata Hermanry diantaranya Haryo Wacono selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Arifman selaku Pejabat Pembuat Komitmen sejak awal saat dimulai pekerjaan struktur bawah tanah bore file sampai pemasangan dinding, dan selanjutnya jabatan PPK berganti ke Heri Sukarmanto, dan Japra selaku Pengawas Satker PUPR Banten sebagai pejabat yang mengawasi kinerja Johnny Siregar, selaku Direktur PT. DEFICY SIGAR PRATAMA, bersama Warsito Sapto selaku Konsultan Pengawas proyek tersebut.
“Dalam pelaksanaann pembangunan Rusun dengan nilai Kontrak sebesar Rp. 49.137.000.000.(Empat Puluh Sembilan Miliyar Seratus Tiga Puluh Tuju Juta Rupiah) tersebut, saya pastikan ada kerugian negara dengan nilainya fantastis, KPK kita dorong segera menyeret para pelaku,” tegas Hermanri.
Ketika ditanya, apa yang membuat ada keyakinannya kalau melaporkan proyek tersebut ke KPK bakal diproses KPK, Hermanry Simanjuntak mengatakan, dengan penuh keyakinan, didasari adanya dugaan korupsi dalam pelaksanaan pekerjakan Pemasangan BORE PILE tidak sesuai dengan BQ atau gambar.
“Saya pastikan, jika KPK mau bekerja sama dengan Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS) untuk menghitung dugaan adanya kerugian negara dari selisih penawaran terendah dengan pemenang tender, ditambahkan lagi dengan pekerjaan fiktif sesuai data yang ada, maka hitungan untuk di area gedung jumlah titik Bore pile ada sebanyak 164 titik, yang dikerjakan untuk kedalaman 24 m, hanya ada 4 titik diarea test PDA.Kemudian yang 160 titik kedalamanya 20,m. yang seharusnya 24,m,” jelasnya.
Masih menurut Hermanry Simanjuntak, jikadihitung biaya yang tidak dikerjakan sesuai BQ sebagai berikut.1. Pekerjaan pengeboran tanah. (4,m x 160) x 191.840 = Rp 122 juta 2. Pekerjaan cor beton.(4,m x 0,785 x 160) x 1.295.600 = Rp 162 juta 3. Pekerjaan tulang/pembesian. (4,m x 30,8 x 160) x 16.266 = Rp 320 juta “Jadi, terdapat total yang tidak dikerjakan ada sekitar Rp 604 juta.Kemudian di area GWT ada 24 titik Bore pile dikerjakan hanya dikedalaman 20,m Perincian berdasarkan BQ,” katanya.
Selain itu, 1. Pekerjaan pengeboran tanah. (4,m x 24) x 191.840 =Rp 18,4 juta 2. Pekerjaan cor beton.(4,m x 0,785 x 24) x 1.295.600 = Rp 97 juta 3. Pekerjaan tulang/pembesian. (4,m x 30,8 x 24) x 16.266 = Rp 48 juta Total area gedung dan area GWT. 604 + 163 = Rp 767 juta.
“Selain uang negara dirugikan, juga daya tahan gedung Rusun tersebut sudah tidak sesuai dengan apa yang dirancang atau tidak sesuai dengan BQ. Itu yang membuat saya yakin bahwa KPK cepat tanggap, karena khawatir suatu saat para penghuni Rusun jiwanya terancam jika ka gedungnya rubuh,” ujarnya.
Dikatakannya lagi, terkait pekerjakan pemasangan BORE PILE tidak sesuai dengan BQ atau Gambar, sehingga menjadi dasar KPK membongkar kasus ini. “Ada sebuah sumber yang layak dipercaya memberikan data, sekaligus menyampaikan, bahwa di Satker Kementerian PUPR Penyediaan Perumahan Provinsi Banten Kota Serang, memaparkan kalau pemasangan BORE PILE di Area Test PDA dan Area GWT ada sebanyak 164 Titik harus diteliti ketahanannya,kata Hermanri.
“Itu jelas tidak sesuai dengan yang direncanakan pejabat perencana, dan diperparah kemenangan penyedia jadi pemenang tender, ada KKN yang terbungkus rapi, juga telah melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,” ungkap Hermanry.
Ketika hal ini diminta tanggapannya kepada salah satu pendiri Pemantau Hukum dan Kejahatan Keuangan Negara, John Raja Sonang mengatakan, seharusnya KPK tidak tebang pilih dalam menangani kasus, kalau memang KPK tidak bisa lagi diharapkan, sudah perlu ditinjau keberadaannya, biarlah gaji Polisi dan Kejaksaan dinaikkan dan KPK mungkin lebih baik ditiadakan karena sudah memboroskan anggaran keuangan negara.
Lebih tegas dikatakan John Raja Sonang, KPK yang selama ini dipercaya masyarakan menindak pelaku pelaku korupsi segera menancapkan taringnya dalam menuntaskan permasalahan yang sedang ditangani, agar kepercayaan masyarakat tidak berkurang.(AMS)