TANGERANG, KHATULISTIWAONLINE.COM
Penetapan sebagai tersangka oleh Penyidik Polres Metro Tangerang Kota terhadap Kurnia Wati Yusuf disoal kuasa hukumnya. Atas penetapan tersebut, DR. Christine Susanti S.H.M.Hum, I. Enny Sri Handajani, S.H..MH, Sugeng, SH dan N. Sri Nurhayati, S.H.M.H selaku Tim Kuasa Hukum mengajukan Gugatan Pra Peradilan.
“Gugatan Pra Peradilan sudah kami daftarkan Senin 29 November 2021, namun sayang sekali sidang Pra Peradilan tersebut baru akan dimulai tanggal 13 Desember 2021,” kata Dr. Christine, dan rekan-rekannya pun keberatan dengan penetapan jadwal sidang ini.
Menurutnya, hal ini sangat berpotensi untuk merugikan kepentingan hukum pemohon dan bertentangan dengan tujuan pra peradilan itu sendiri yang seharusnya menghendaki persidangan digelar dan dijalankan dengan cepat.
Masih menurut Dr. Christine, dia dan timnya pada hari Kamis tanggal 2 Desember 2021 mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Tangerang untuk bertemu dengan Kepala Kejaksaan atau minimal Kasipidum. “Namun sayang sekali, pihak-pihak tersebut juga tidak mau ditemui.
Kami sengaja mendatangi Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang berharap agar beliau tahu ada kondisi seperti ini. Kami berharap agar Kepala Kejaksaan menginstruksikan kepada Jaksa yang menangani perkara agar berhati-hati dalam memeriksa dan menerima berkas perkara dari penyidik,” ujarnya.
Selain itu, Jaksa diharapkan dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional dan berintegritas.
Adapun kronologis penetapan Kurnia Wati Yusuf sebagai tersangka, berawal dari adanya tawaran dari pihak Kelurahan Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang untuk membangun Pasar Desa, karena di wilayah tersebut belum ada Pasar Desa.
“Kesepakatan untuk membangun Pasar Desa tersebut dilaksanakan dan dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis antara Lurah Tanjung Pasir, yaitu Bapak Arun dan Ibu Kurnia Wati Yusuf.
Singkat kata setelah kesepakatan ditanda tangani, pihak ketiga selaku pemborong dan mandor pun mendatangkan alat-alat beratnya untuk menguruk tanah milik dari Ibu Kurnia Wati seluas 12.079 M2 .
“Bukti kepemilikan tersebut adalah SHM No, 221/Tanjung Pasir, SHM No. 222/Tanjung Pasir dan AJB No. 481/2005. Klien kami tidak pernah memindah tangankan bidang tanahnya tersebut kepada siapapun.
Hasil validasai dari BPN terakhir pun membuktikan klien kami adalah pemilik yang sah,” kata Dr. Christine.
Pekerjaan pengurukan, kata Christine berhenti karena tiba-tiba datang sekelompok orang yang mengaku memiliki hak atas tanah tersebut, memasang plang, dan juga memasang pagar seng/ panel keliling di atas bidang tanah milik ibu Kurnia.
Akibat perbuatan tersebut, ibu kurnia selaku pemilik tanah, pekerja dan mandor tidak dapat melanjutkan pekerjaanya. Pekerjaan pengurukan tanah untuk membangun Pasar Desa terhalang/terhenti.
Lebih lanjut lagi, oknum tertentu bahkan melaporkan ibu Kurnia ke Polres Metro Kota Tangerang dengan tuduhan telah melakukan tindak pidana pasal 167, 170, 406, 336 Jo. Pasal 55 KUHP. Polres Metro Tangerang Kota menjadikan Ibu Kurnia sebagai Tersangka.
Terdapat banyak kejanggalan- kejanggalan yang terjadi dalam proses penyidikan tersebut antara lain:
1. Permintaan tertulis kuasa hukum Tersangka kepada penyidik untuk meminta turunan BAP, tidak pernah diberikan. Padahal turunan BAP itu merupakan hak tersangka yang guna kepentingan pemeriksaan kuasa hukum Tersangka dapat mengajukan permintaan akan hal tersebut kepada Penyidik (Pasal 72 KUHAP).
2. Bukti pelapor yang mendalilkan kepemilikannya atas tanah Ibu Kurnia hanya berdasarkan AJB Tahun 2013. Ketika kuasa hukum meminta agar bukti AJB tersebut untuk diperlihatkan, permintaan juga tidak diberikan.
3. Adanya paksaan dari oknum agar Ibu Kurnia menjual tanahnya dengan harga di bawah harga pasar.
4. Bukti-bukti kepemilikan dan bukti lainnya yang diajukan oleh kuasa hukum dalam proses penyidikan juga tidak dipertimbangkan oleh penyidik.
“Ada dugaan penyidik sudah tidak netral.Penyidik lebih condong kepada laporan Pelapor yang keabsahan/kekuatan buktinya secara hukum tidak kuat apabila dibandingkan dengan bukti Ibu Kurnia yang dijadikan Terlapor,” ujar Christine.
Masih menurut kuasa hukum Kurnia Wati Yusuf, Penyidik mengabaikan istruksi Kapolri yang seharusnya berhati-hati dalam memeriksa dan menerima laporan tindak pidana terkait dengan tanah karena maraknya kasus mafia tanah yang selalu menggunakan hukum sebagai alat rekayasa.
Sedangkan Sugeng, S.H menyatakan, tahun 2013 Jaksa Agung sebenarnya sudah pernah mengeluarkan surat edaran agar pihak Kejaksaan berhati-hati dalam menyidangkan perkara tanah terutama yang berkenaan dengan pasal 167, 170, 406, 336 Jo. Pasal 55 KUHP.(NGO)