JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Keberadaan PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Kabupaten Toba, Sumatera Utara seakan tidak ada habisnya dipersoalkan dan perusahaan tersebut diminta segera hengkang dari kawasan tersebut.
Pernyataan ini datang dari masyarakat Kampung Parbulu yang sudah ada sejak 132 tahun jauh sebelum PT TPL ada di daerah mereka.
Oleh masyarakat Kampung Parbulu, kehadiran TPL menjadi pembawa bencana, dan menghancurkan hak hidup mereka.
Menurut Pdt Paber Manurung kepada Khatulistiwaonline Sabtu 4/6, adanya bukti sejarah, bukti warisan leluhur dan tanah adat Parbulu, demikian juga bukti perjanjian TPL dan warga, yang mengingatkan bahwa TPL tidak serta-merta bisa dengan seenaknya merampas hak warga.
” Direktur TPL yang diwakili oleh Jandres Silalahi sudah mengakui bahwa bukti sejarah, peninggalan, wakaf, dan tanah adat Parbulu, bukanlah miliknya.
Pengakuan ini benar, dan sesuai logika akal sehat, tentang siapa yang lebih dulu ada. Tentu Parbulu lah yang berhak, bukan TPL,” tegas Paber Manurung.
Namun jadi muncul pertanyaan, mengapa TPL berani merampas hak dan tanah Parbulu, yang bukan miliknya,” tambahnya.
Disebutkan, para staf dan Direksi di Kementerian Investasi BPKM, telah mencatat pengakuan Direksi PT TPL tersebut.
Hal ini menjadi pertimbangan khusus bagi Kementerian Investasi untuk mengevaluasi perijinan PT TPL, karena telah melanggar syarat perijinan BPKM No.5 Tahun 2013.
Pengakuan Direksi PT TPL itu disampaikan saat Lembaga Bhintara bersama dengan LBH Garda Nasional mendatangi Kementerian Investasi BPKM baru baru ini dalam rangka penyelesaian masalah TPL.
Dalam pertemuan tersebut, Lembaga Bhintara ingin mendapatkan dari Kementerian Investasi BPKM yang berkenaan dengan PT TPL, yaitu verifikasi dari pendaftaran perizinan berusaha akan dinotifikasi melalui Sistem OSS meliputi persetujuan, catatan kelengkapan persyaratan, atau penolakan atas penggunaan kawasan hutan atau pelepasan kawasan hutan.
Pertemuan di ruang rapat Monokwari BPKM bertujuan agar Kementerian Investasi BPKM dengan segera mendesak PT TPL untuk mengembalikan hak masyarakat Parbulu yang dirampas TPL selama 34 tahun.
“Dengan melihat aturan BPKM No.5 Tahun 2013, demikian juga setelah melihat asal-usul surat tanah TPL, dan tidak adanya transaksi jual beli tanah antara TPL dan warga Parbulu keturunan Ompu Sinta Manurung, maka tanah yang dirampas TPL sekitar 20 ha harus diakui sebagai pemilik tanah termasuk segala bangunan dan tembok yang telah dilakukan dengan paksa,” tegas Paber Manurung. Dan yang terutama, kata Paber adalah evaluasi dan penindakan atas perijinan BPKM yang telah dilanggar oleh TPL.
Investasi TPL yang telah menguntungkan TPL lebih dari puluhan dan bahkan ratusan triliun, sementara hak masyarakat Parbulu yang dirampas selama 34 tahun, telah mengakibatkan kerugian puluhan triliun, dan tidak bisa diukur dengan nilai materi uang.
Lembaga Bhintara Muda Waskita berharap, setelah mengetahui banyak kebohongan dan pelanggaran yang terjadi, dan disaksikan secara bersama dengan Kementerian Investasi BPKM, maka harus dengan segera diadakan pertemuan berikutnya yang lebih berkualitas, dan sebaiknya bersama dengan Menteri Bahlil, dengan tujuan mempercepat penyelesaian penderitaan rakyat, terutama untuk mewujudkan UUD 1945 dan peraturan pemerintah yang semuanya harus berlandaskan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
“Demikian juga dalam pertemuan berikutnya, harus dipastikan bahwa secara bersama Direktur Utama PT TPL dan CEO PT TPL harus dihadirkan, dengan mengingat kehadiran CEO dulu menemui almarhum orang tua kami.
Jangan dihadirkan lagi Jandres Silalahi, karena tidak mengerti masalah, sebab kehadirannya pun baru ada di TPL sekitar tahun 1996,” katanya.
Lebih tegas dikatakan oleh Pdt Faber Manurung, masyarakat Parbulu minta agar Perusahaan Toba Pulp Lestari (TPL) mempertanggungjawabkan perbuatan jahat yang selama ini dilakukan. (JRS)