JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
“Saya pikir apa yang disampaikan oleh KPK itu berarti merupakan sebuah gagasan yang juga menjadi suatu masalah bagi pendanaan partai. Sebagaimana kita ketahui bahwa untuk membiayai partai terutama untuk menghadapi pemilu, pilkada membutuhkan biaya yang besar,” kata Dede kepada wartawan.
Dede menilai budaya politik uang dalam pemilu saat ini semakin tinggi. Hal itu membuat para peserta pemilu mencari pendanaan dari penyandang dana, seperti pengusaha dan konglomerat.
“Sementara kalau kita melihat budaya money politics yang berada di tengah masyarakat itu makin hari makin tinggi, maka akan sangat jelas sekali bagi para kandidat apakah itu caleg atau apakah itu calon-calon kepala daerah untuk mencari pendanaan dari penyandang dana atau kita sebut pengusaha, atau mungkin konglomerat. Tentu saja ini menjadikan komitmen terbesar mereka pada penyandang dana tersebut, bukan kepada rakyat,” tutur dia.
Oleh karena itu, Dede menyambut baik usulan KPK. Menurutnya, usulan pendanaan dari pemerintah itu bisa membuat partai bernapas lega.
“Itu sebabnya salah satu pemikiran yang sudah disampaikan oleh pemerintah melalui KPK maupun Kemendagri untuk meningkatkan pembiayaan partai, kami menyambut baik. Dan saya pikir itu sesuatu yang membuat partai-partai bisa bernapas lega, daripada kader-kader yang akhirnya harus bermain-main proyek-proyek melalui APBN atau APBD,” tutur dia.
Namun, kata dia, pendanaan itu harus diperhatikan penggunaannya oleh partai. Menurutnya, anggaran itu sebaiknya digunakan untuk pembinaan kader hingga logistik pemilu.
“Yang kedua, pendanaan ini juga harus melihat penggunaannya untuk apa. Salah satunya tentu adalah untuk pelatihan, pembinaan, pendidikan bagi para kader-kader, kemudian ada lagi yang disebut sebagai saksi itu yang memberikan cost yang cukup tinggi dan logistik,” jelasnya.
“Pemberian tambahan alokasi anggaran dari negara tentunya harus dilihat dengan kata-kata yang wajar, karena di tengah efisiensi yang ada tentu juga harus dipikirkan bagaimana transparansinya, bagaimana pertanggungjawabannya melalui akuntan publik yang ditunjuk oleh negara,” tutur dia.
Hingga saat ini, kata Dede, belum ada pembahasan di Komisi II DPR mengenai usulan pendanaan partai dari APBN ini. Saat ini, DPR masih fokus membahas sistem pemilu.
“Kalau dari Komisi II belum ada pembahasan terkait ini, karena kami masih fokus tentang bagaimana sistem pemilu ke depan, dan saat ini belum ditunjuk oleh pimpinan DPR apakah dibahas di Baleg ataupun di Komisi II. Nah nanti tentu masukan-masukan dari pemerintah seperti dari KPK dari Kemendagri, bisa kita berikan dalam UU Pemilu yang baru berikutnya,” tutur Dede.
“Tapi catatan juga ini bukan sekedar pembiayaan, sistem kepemiluan juga harus melakukan perbaikan. Karena kalau kita masih menggunakan sistem yang sama seperti kemarin, tentu cost of money, atau money politics terlalu tinggi, itu sudah dibuktikan melalui pilkada, kepemiluan yang mengambil pembiayaan yang sanat tinggi,” imbuhnya. (DON)