Selayang –
Pelatih Timor Leste Kim Shin-hwan bercerita bagaimana para pemainnya masih perlu belajar soal displin dan kontrol diri. Dia juga curhat soal sepakbola di sana.
Meski kalah 0-1 dari Indonesia di lanjutan Grup B SEA Games 2017, Timor Leste tampil merepotkan. Indonesia dibuat cukup kesulitan menciptakan peluang.
Namun penampilan yang cukup baik itu tercoreng dengan sikap tak sportif beberapa pemain di pengujung laga. Sejumlah pemain memicu kericuhan, hingga salah satunya yakni Filipe Oliveira dikartu merah.
Perkara sikap pemain ini yang diakui Kim masih sulit dibenahi. Padahal secara kemampuan teknik, ada potensi dari para pemain Timor Leste.
“Saya juga sering marah itu. Mungkin tadi (di pertandingan) yang pukul pemain lawan akan dicoret dari tim nasional, tidak akan dipanggil lagi lain kali. Saya maunya ya semua baik, main dengan baik,” Kim mengungkapkan.
“Tapi saya juga stres, mereka cepat sekali emosi dan panas. Kalau secara permainan ada teknik. Tapi yang juga penting itu disiplin,” imbuhnya dalam konferensi pers.
Tapi problem tersebut memang mengakar, hingga ke persoalan sistem pengembangan pemain, kompetisi, hingga infrastruktur. Kim menyadari dengan anggaran terbatas untuk timnasnya, perlu waktu untuk memperbaiki keadaan.
“Di Timor Leste ini ada banyak hal yang kurang, mungkin orang Indonesia tahu. Lapangan saja tidak ada. Lapangan satu dipakai berapa tim, mungkin 10 tim dalam satu hari,” Kim menyambung.
“Saya sudah melatih di Timor Leste 16 tahun. Di sini problemnya adalah semuanya bebas, tidak terkontrol. Para pemain bertindak sendiri-sendiri. Main di kampung-kampung, jadi rusak.”
“Kalau secara permainan ada teknik. Tapi yang juga penting itu disiplin. Problemnya itu tidak ada tempat terpusat untuk pemain. Mereka pulang ke rumah masing-masing. Kalau sudah begitu saya tidak tahu ya, mereka makan bagaimana, jaga kondisinya bagaimana.”
“Tapi itu tadi masalahnya. Lapangan tidak ada, asrama pemain tidak ada. Penting untuk punya asrama, anak-anak bisa disiplin. Latihan tiap hari bisa serius. Saya maunya begitu, maunya begitu. Tapi susah, tak ada uang,” imbuhnya.
Tapi dengan segala keterbatasannya, Kim percaya generasi berikutnya di timnas Timor Leste masih akan lebih baik. Lulusan dari timnas U-19 akan coba dia poles sedemikian rupa sehingga punya kualitas lebih baik.
“Timor Leste yang ini punya masalah. Latihan tidak serius. Di sini kita mungkin cuma tiga hari baru semua berkumpul. Vietnam itu bagus, latihan di Korea dua minggu, main bagus,” Kim berujar.
“Tapi mereka pemain Timor Leste, tidak ada yang hormat dengan tim nasional atau negara. Tidak ada tanggung jawabnya. Seharusnya kalau dipilih timnas, latihan harus serius.”
“Anak-anak ini tackling-nya oke. Tackling saya lihat untuk ASEAN, oke. Tapi disiplin dan stamina yang penting, tidak ada. Kurang latihan. Saya maunya nanti semua yang ini out, lalu tim nasional yang U-19 jadi baru kita mulai yang serius,” sambung pria Korea Selatan.
Indonesia mungkin juga perlu lebih waspada dan hati-hati. Jika timnas Timor Leste yang bermasalah saja cukup untuk membuat tim ‘Merah-Putih’ kerepotan, bagaimana dengan yang lebih tertata?
Tentu saja memungkinkan kalau Timor Leste suatu saat melewati Indonesia, jika di sana lapangan semakin banyak dan fasilitas timnas yang dibutuhkan Kim telah tersedia.(ADI)