JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Ketenaran para pemain Timnas Indonesia silih berganti setiap eranya. Sejumlah nama penggawa Timnas masih ada dalam ingatan masyarakat pencinta sepak bola Indonesia.
Bahkan, beberapa julukan unik kerap disematkan kepada para pemain bintang pada masanya masing-masing.
Julukan tersebut di antaranya banyak mengisi media-media nasional di ajang turnamen internasional yang diikuti Timnas Indonesia macam Piala AFF atau disebut Piala Tiger hingga 2004 silam.
Biasanya, julukan diberikan lantaran kemampuan khas di atas lapangan atau ciri fisik yang melekat pada pemain yang bersangkutan. Nama-nama julukan itu pun kerap dipopulerkan sejumlah media nasional maupun disematkan oleh rekan-rekan setim sang pemain.
Si Kurus (Kurniawan Dwi Yulianto)
Julukan Si Kurus tentu amat familier bagi publik sepak bola Indonesia. Jika disebut julukan itu, hampir semua orang tahu bahwa itu merupakan panggilan akrab dari Kurniawan Dwi Yulianto.
Sejak memulai debutnya di Piala Tiger 1996, nama Kurniawan langsung meroket, begitu pula dengan julukannya: Si Kurus.
Menariknya, julukan tersebut lebih dulu disematkan kepada legenda timnas Indonesia mendiang Ronny Pattinasarany. Baik Kurniawan dan Ronny sama-sama memiliki perawakan kurus dan bermain lincah ketika masih menjadi pesepak bola.
Kurniawan mencetak gol pertamanya untuk Timnas Garuda di Piala Tiger 1996 saat Indonesia mengalahkan Laos 5-1 di fase grup. Pada turnamen edisi itu, ia mengemas total empat gol pada usianya yang baru genap 20 tahun.
Perawakannya yang kurus kerempeng, membuat dirinya dijuluki Si Kurus. Kurniawan pun sontak tertawa ketika khatulistiwaonline mencoba menanyakan kembali kisah julukan tersebut.
“Saya sadar betul badan saya kurus kecil. Saya harus berpikir keras untuk menutupi itu dengan kelebihan saya di lapangan,” ungkap Kurniawan kepada khatulistiwaonline.
Alhasil, permainan cepat dan pergerakan dadakan menjadi ciri khas yang ia tonjolkan. Sejumlah media pada masa itu pun menyebut ciri permainan Kurus dengan sebutan ‘Kedutan Lalat’ lantaran gerakan dadakannya yang cepat seperti lalat.
Si Jabrik (Nuralim)
Nuralim memulai debutnya pada Piala Tiger 1996 sebagai salah satu bek tengah Timnas. Di kalangan para pemain rekan-rekannya di Timnas dikenal dengan julukan Jabrik.
Jabrik sendiri pernah mengisahkan tentang julukannya tersebut. Menurutnya, ciri rambutnya yang jabrik atau lebat dan kaku seperti sikat yang bikin julukan tersebut melekat.
“Saya pernah cukur rambut sampai pelontos, lalu tumbuhnya jabrik seperti ini. Akhirnya saya dipanggil teman-teman dengan sebutan jabrik,” ungkap Nuralim kepada khatulistiwaonline.
Si Jabrik lebih banyak aktif di sepak bola usia muda setelah pensiun sebagai pemain. Salah satunya adalah mengelola sekolah sepak bola Petro Jabrik yang merupakan klub miliknya sendiri.
Ia juga pernah menjadi salah satu staf pelatih di sekolah sepak bola ASIO Apacinti pada 2012 silam.
Si Ular Phyton (Budi Sudarsono)
Budi Sudarsono pernah mewarnai perjalanan Timnas Indonesia di Piala Tiger atau yang kini dikenal dengan nama Piala AFF.
Budi memulai debut di Piala Tiger 2002. Pada turnamen itu, Budi sebagai salah satu pendatang baru di Timnas Indonesia, mampu mencetak dua gol.
Sejak saat itu Budi mulai akrab menjebol gawang tim-tim lawan untuk Timnas Indonesia di semua ajang internasional.
Ada dua julukan pula yang disematkan kepadanya, yakni Budigol dan Si Ular Phyton. Yang menarik, julukan media kepadanya dengan nama Si Ular Phyton lantaran pergerakannya yang gesit dan ‘licin’ bagai ular.
Phyton sendiri sebenarnya bukan termasuk jenis ular yang cukup gesit pergerakannya. Namun, publik langsung mengasosiasikan Phyton sebagai jenis ular yang gesit dan lapar, sama seperti Budi yang gesit dan lapar gol.
Bejo (Sugiantoro)
Bejo Sugiantoro seolah sudah menjadi nama lengkap legenda Persebaya Surabaya itu. Padahal, nama asli pemain tersebut hanya Sugiantoro.
Bejo sendiri memulai panggung bersama Timnas Indonesia di Piala Tiger pada tahun 1998. Saat itu ia berperan sebagai libero.
Tak ada yang tahu pasti nama panggilan Bejo oleh rekan-rekannya di Surabaya. Namun, bisa jadi karena kepintaran sekaligus keberuntungan pemain tersebut di Persebaya maupun timnas Indonesia.
Dalam istilah Jawa, Bejo memang diartikan sebagai orang yang penuh keberuntungan, mengalahkan orang-orang pintar maupun kuat.
Bejo memang dinilai sebagai sosok libero yang cukup cerdas dalam mematikan serangan lawan, sekaligus mengatur serangan dari lini belakang.
Si Beruntung itu pun memutuskan pensiun dari rumput hijau pada usia 38 tahun pada 2015 silam. Sedangkan di Timnas, Bejo sudah memutuskan pensiun sejak awal 2000-an.
Kali terakhir ia membela Persida Sidoarjo, klub kota kelahirannya tersebut sebelum memutuskan gantung sepatu.
Messi Indonesia (Andik Vermansah)
Julukan Messi Indonesia kepada Andik Vermansah mungkin terdengar berlebihan. Namun, kenyataannya julukan tersebut tetap tersemat kepada Andik.
Menariknya, julukan winger kelahiran Surabaya itu bukan diberikan oleh publik sepak bola Indonesia. Nama panggilan itu justru diberikan kepadanya oleh para fan Andik dan media-media di Malaysia, termasuk pula belakangan oleh media-media di Vietnam.
Maklum, Andik merupakan pemain yang amat dielu-elukan dan salah satu andalan dari klub Selangor FA.
Kemampuannya dalam mengolah si kulit bundar seolah bola menempel kepadanya sehingga sulit direbut pemain lawan, membuat dirinya disamakan dengan Lionel Messi, pemain bintang Barcelona asal Argentina.
Lord Atep (Atep)
Lord dalam istilah bahasa Inggris disebut Tuan atau Raja. Istilah itu pun digunakan kepada pemain bintang Persib Bandung Atep.
Julukan Lord Atep karena kharisma penyerang tersebut di Maung Bandung. Istilah itu diberikan karena kemampuannya dalam membobol gawang lawan, sekaligus kepribadiannya yang menjadi anutan para pemain muda.
Atep sendiri memulai debut di Piala AFF 2006. Ia juga pernah bergabung di skuat Piala Asia 2007 yang digelar di Jakarta dan Hanoi.
Julukan Lain Para Pemain Timnas dari Era ke Era
Maulwi Saelan (Kiper) 1951 – 1958: Benteng Beton
Yudo Hadianto (Kiper) 1961 – 1974: Papi
Yuswardi (Bek) 1967 – 1974: Ajo
Simson Rumahpasal (Bek) 1975 – 1982: Palang Pintu
Yohanes Auri (Bek) 1975 – 1985: Black Silent
Anwar Ujang (Bek) 1965 – 1978: Beckenbauer
Robby Darwis (Bek) 1985 – 1997: Irung
Ronny Pattinasarany (Libero) 1970 – 1982: Si Kurus
Herry Kiswanto (Libero) 1985 – 1993: Akang
Iswadi Idris (Gelandang) 1968 – 1980: Si Bos, Boncel
Junaedi Abdillah (Gelandang) 1968 – 1983: Pet
Zulkarnaen Lubis (Gelandang) 1983 – 1986: Maradona
Rully Rudolf Nerre (Gelandang) 1977 – 1989: Jean Tigana
Nobon Kayamudin (Gelandang) 1971 – 1979: Biang Kerok
Surya Lesmana (Gelandang) 1963 – 1972: Jango Jakarta
M Basri (Gelandang 1962) – 1973: Teta
Tan Liong Houw (Penyerang) 1951 – 1958: Macan Kemayoran
Risdianto (Penyerang) 1971 – 1981: Gayeng
Bambang Nurdiansyah (Penyerang) 1979 – 1986: Gerd Muller
Ricky Yakobi (Penyerang) 1982 — 1993: Paul Marinir
(RIF)