JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM – BPPT memasang alat pendeteksi tsunami bernama Cable Based Tsunameter (CBT) di perairan Siberut, Mentawai. Alat pendeteksi tsunami berbasis gabungan kabel dan non kabel ini ini nantinya bisa mendeteksi gelombang tsunami lebih awal hingga sedalam 25 kilometer.
Proses pemasangan tekonologi terbaru yang disiarkan secara real time ini disebut akan memakan waktu hingga Minggu (26/7/2020) di perairan Siberut, Kepulauan Mentawai. Pada hari ini pihak BPPT baru mulai mengevakuasi teknologi lama dari perairan tersebut dan nantinya dilanjutkan untuk memasang teknologi terbaru ini.
“Kita bisa saksikan Baruna Jaya 3 yang saat ini sedang laksanakan tugas recovery kabel CBT lama dan mendeploy CBT baru dalam rangka invoasi teknologi pendeteksi tsunami berbasis kabel optik bawah laut, CBT hybrid ini,” kata Kepala BPPT Hammam Riza saat konfrensi pers secara online, Sabtu (25/7/2020).
Hamma menyampaikan alat pendeteksi yang akan dipasang ini merupakan teknologi terbaru yang menggabungkan antara kabel (wireline) dan non kabel (wireless). Tekonologi ini, sebutnya, nantinya akan terhubung dengan thermocline yang bisa mengirimkan data terkait gelombang tsunami.
“Teknologi terobosan baru yaitu mengkombinasikan, menggabungkan wireline dan wireless, artinya kabel optik dan tanpa kabel, karena dalam sistem ini kita manfaatkan transmisi data itu baik itu menggunakan kabel optic atau fiber optic maupun wireles yang memanfaatkan lapisan themrmocline yang ada di air laut itu untuk rambatkan gelombang sehingga bentuknya seperti based station yang ada di dasar laut,” ucapnya.
Teknologi ini akan menggunakan kabel sejauh 7 kilometer. Selanjutnya pada ujung kabel nantinya akan ada sensor untuk menerima gelombang akustik dari sensor dasar laut untuk mendeteksi aktifitas gelombang laut hingga kedalaman 25 kilometer.
“Sub marine cable based tsunami, maupun yang akan kita deploy yaitu sistem komunikasi akustik, karena kabelnya itu hanya akan ada di shore, setelah itu akan ditake-over dengan harapannya akan bisa sampai 25 kilometer yang cukup jauh, propagasi gelombang cukup jauh hingga 25 kilometer,” ujar Hammam.
Hammam mengungkap teknologi kabel dan nonkabel ini nantinya akan bisa mendeteksi gelombang tsunami lebih awal. Selain itu, teknologi ini juga bisa menggantikan teknologi buoy yang kerap mengalami kerusakan.
“Kemampuan daya jangkau ini memberikan kesempatan deteksi tsunami lebih awal dengan penempatan sensor bawah laut yang menjauhi sisi daratan karena itu komunikasi kabel optik dapat diimplementasikan dalam daerah clear shore dan kita akan punya cara komunikasi lain dengan gelombang akustik dari dasar laut, jadi kita tidak perlu lagi sistem buoi, kita sangat khawatir dengan vandalisme dan resiko lainnya,” ungkapnya.