JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 40,9 juta jiwa tinggal di daerah rawan longsor. Warga tersebut tinggal di daerah rawan yang tersebar di dataran tinggi, mulai perbukitan hingga pegunungan.
“Total penduduk yang tinggal di daerah bahaya sedang sampai tinggi ini ada 40,9 juta jiwa. Tidak mungkin 40,9 juta jiwa kita pindahkan, kita relokasi, mereka sudah telanjur ada di situ,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di kantornya, Jl Pramuka Raya, Jakarta Timur, Rabu (2/1/2019).
Sutopo berharap di waktu depan tak semakin banyak warga yang tinggal di daerah rawan bencana. Dia menyebutkan daerah rawan bencana di Sumatera ada di sepanjang Bukit Barisan, dari Aceh sampai Lampung.
“Kemudian di Jawa, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Sulawesi adalah kebanyakan daerahnya rawan longsor. Ada juga Kalimantan, terutama di bagian Kalimantan sebelah utara,” tuturnya.
Dia mengatakan sudah ada peta perkiraan longsor yang bisa diakses masyarakat. Wilayah yang terdeteksi paling berpotensi terjadinya longsor ada di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten.
Namun, kata Sutopo, masyarakat masih minim mengakses peta potensi longsor ini. Diharapkan pemerintah daerah memperhatikan peta ini untuk meminimalkan timbulnya korban jika longsor terjadi mengingat wilayah Indonesia saat ini memasuki musim hujan.
“Kalau kita melihat peta ini, untuk Jawa Barat ancaman selama Januari 2019, daerah yang berpotensi longsor, mulai kabupaten Bogor, Purwakarta, Tasikmalaya, Bandung, Bandung Selatan, Bandung Barat, Sumedang, sampai Cianjur dan sebagainya,” sebutnya.
“Jawa Tengah juga sama, selama Januari 2019, potensi longsor ada di bagian tengah, mulai Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Tegal, Semarang, dan sebagainya,” sambungnya.
Menurutnya, jika pemda tidak melakukan pengaturan, ada potensi warga yang tinggal di daerah rawan longsor tersebut bertambah. Sutopo mengatakan longsor sulit diprediksi, sehingga mitigasi bencana yang paling efektif dilakukan adalah melakukan tata ruang wilayah.
“Meskipun dipasangi sistem dini rawan longsor, tapi nggak longsor-longsor, kasus di Banjarnegara juga sama, beberapa kali sudah bunyi sirene, masyarakat mengungsi, nggak jadi longsor. Terus balik lagi, begitu lagi, lama-lama jengkel, nggak percaya dengan alat itu. Akhirnya alat itu dipotong kabelnya, cuma bikin deg-degan saja, itu yang terjadi,” bebernya.
Dia mengatakan ada baiknya daerah rawan longsor tersebut ditanami pohon produktif yang memiliki akar panjang dan sifatnya mengikat, seperti sukun dan durian. Penanaman ini merupakan upaya sistem bio-engineering. Selain mengurangi risiko munculnya korban, didapatkan manfaat dari segi ekonomi.
“Bio-engineering ini memperkuat lereng dengan tanaman-tanaman, vegetasi-vegetasi yang satu memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan memberikan kesejahteraan pada masyarakat. Fungsinya juga bisa menahan longsor,” ujar dia.
Berikut delapan rekomendasi BNPB menangani daerah rawan longsor:
1. Implementasi penataan ruang dan pemanfaatan ruang merupakan kunci untuk mengurangi risiko bencana longsor.
2. Pengurangan risiko bencana harus menjadi pengarusutamaan dalam pembangunan nasional.
3. Perlu ditingkatkan budaya sadar bencana, baik yang bersifat struktural maupun nonstruktural.
4. Peringatan dini longsor, sosialisasi, penegakan hukum dan lainnya harus ditingkatkan.
5. Permukiman perlu ditempatkan pada daerah yang lebih aman dengan sistem klaster di berbagai lokasi. Pemilihan lokasi mempertimbangkan analisis risiko bencana dan tata ruang detail.
6. Konservasi berbasis biogeo-engineering. Pada lembah-lembah perbukitan perlu ditanami dengan pepohonan jenis kayu yang memiliki perakaran dalam yang berfungsi sebagai penahan longsor. Buffer zone antara kawasan perlindungan (kelerengan tinggi) dengan kawasan budi daya di bagian bawahnya dibuat dengan tanaman pohon yang kuat, ditanam rapat dan membentuk sabuk hijau yang tebal/berlapis. Jenis vegetasi yang perlu ditanam pada daerah-daerah lembah adalah jenis tanaman lokal yang sudah nyata terbukti tumbuh dengan baik di daerah tersebut. Beberapa jenis pohon yang dapat ditanam adalah: jenis pohon puspa (Schima walichii), rasmala (Altingia excelsa), huru (Litsia chinensis), surian (Toona sureni merr), bambu manggong (Gigantochloa manggang), kayu baros (Manglietia glauca bl), dan sukun.
7. Lahan dengan kelerengan lebih dari 40 derajat dipertahankan sebagai kawasan lindung berupa ekosistem hutan alam dengan kerapatan pohon yang tinggi. Satu hektare lahan ditanami 400 pohon.
8. Perlu dibangun sistem peringatan dini longsor berbasis kondisi geologi dengan aspek dinamis curah hujan.(DON)